Kemarau
Barangkali karena hawa panas yang tak mau menguap dari kamar-kamar
sempit yang dimuati tujuh anak. Barangkali lantaran mertua makin cerewet karena
gerah. Barangkali karena musim kemarau terlanjur berkepanjangan, kampung kami
menjadi sangat tidak enak setelah bulan Maret sampai September.
Tak ada yang betah di rumah, dan makin menyusahkan karena tak ada hiburan
di luar. Adakalanya biduanita organ tunggal meliuk-liuk seperti belut sawah di
atas panggung berhias pelepah kelapa di pinggir-pinggir pantai, lebih
menyanyikan maksiat daripada lagu. Tapi itu hanya lama-lama sekali, pun kalau
harga timah sedang bagus—yang amat jarang bagus.
Tak ada galeri seni, gedung bioskop, kafe-kafe, atau pusat perbelanjaan
untuk dikunjungi. Yang sedikit menarik perhatian hanya sebuah jam besar di
tengah kota dan jam itu sudah rusak selama 46 tahun. Jarum pendeknya ngerem mendadak di angka
lima. Jarum panjangnya mengembuskan napas terakhir di pelukan angka dua belas.
Jarum detik telah minggat dengan perempuan lain, tak tahu ke mana. Melihat jam
itu sejak kecil, aku punya firasat, bahwa nanti jika dunia kiamat, kejadiannya
akan tepat pukul lima.
Penarik perhatian lainnya adalah dua buah patung, juga di tengah kota.
Patung pertama berupa seekor buaya yang sedang melilit sebilah parang. Besar,
tingginya mungkin enam meter. Sejak kecil pula aku telah berusaha mencerna
makna filosofis patung itu, tapi selalu gagal. Aku hanya menduga-duga, buaya
adalah perlambang lelaki hidung belang, maka, semua lelaki pembuat parang
patutlah dicurigai.
Patung satunya lagi juga besar dan tinggi, adalah patung para pejuang
kemerdekaan tahun 45. Lengkap dengan senapan dan bambu runcing. Mereka
mengacungkan tinju dengan geram, siap menyikat Belanda. Juga sejak kecil aku
bertanya-tanya, mengapa pematung membuat kepala patung-patung itu secara
anatomis sangat besar? Baru belakangan ini kutahu jawabannya, yaitu di depan
patung itu kini dipasang papan reklame dan di situ para politisi sering
berbusa-busa membanggakan program-program mereka. Maka tampaklah kini para
pejuang 45 itu seperti ingin menonjok mereka. Jika ingin tahu definisi dari
visi seorang seniman, patung itu memberi contoh yang sangat pas. Jam besar,
patung pejuang 45 dan papan reklame itu adakalanya bagiku tampak bak panggung
parodi, adakalanya bak wangsit, dan adakalanya bak segitiga Bermuda, yang
menyimpan misteri politik republik ini.
Namun, tak pernah kami risaukan semua itu sebab kami punya sebuah museum,
dan museum kami adalah museum yang paling hebat di dunia ini. Tak ada yang bisa
menandinginya sebab ia museum sekaligus kebun binatang.
Baiklah, mari bicara soal museum. Di sana ada sebuah ruangan yang jika
dimasuki harus membuka sandal dan mengucapkan assalamualaikum demi menghormati
tombak-tombak karatan, peninggalan para hulu balang antah berantah. Uang kecil
diselipkan ke dalam kotak di samping tombak-tombak itu dapat menyebabkan
pendermanya awet muda dan enteng jodoh. Anak-anak yang tak sengaja menunjuk
tombak itu harus mengisap telunjuknya agar tidak kualat.
Dari jendela museum, istimewa sekali, tampak hewan-hewan berkeliaran.
Itulah kebun binatang kami. Setiap minggu tempat itu dipenuhi orang-orang yang
ingin melihat kijang yang saking buduknya sudah tampak serupa kambing. Ada pula
unta gaek yang menderita sakit batuk kering stadium 4. Setiap kali dia batuk,
nyawanya seperti mau copot. Ada zebra jompo yang hanya memandang ke satu
jurusan saja. Tak paham aku apa yang tengah berkecamuk di dalam kalbunya. Ada
orangutan uzur yang sudah ompong dan tampak terang-terangan menafsui
bebek-bebek gendut di kolam butek sebelah sana. Tak ada malu sama sekali. Lalu
ada singa tua kurapan bermata sendu macam penyanyi dangdut. Singa itu
sepertinya sangat benci pada hidupnya sendiri. Mereka muak melihat orang-orang
udik yang menontong mereka di dalam kandang. Konon, mereka dihibahkan ke
kampung kami karena telah afkir dari sebuah kebun binatang di Jawa, di mana mereka
dianggap tidak sexy
lagi. Namun, seperti segala sesuatu yang selalu kami terima apa adanya, seperti
segala sesuatu yang tak pernah berubah di kampung kami, makhluk-makhluk hidup
segan mati tak mau itu selalu punya tempat di dalam kebun binatang kami, di
dalam hati kami. Hewan-hewan itu menguap sepanjang hari, mereka hanya seekor
saja dari jenisnya masing-masing, jadi mereka adalah pejantan bujang lapuk
seumur-umur. Sungguh mengerikan hidup ini kadang-kadang.
“Mau kemana kau, Bujang?” sapa penjual tebu yang bertedu di bawah patung
pejuang 45 itu. Malas aku menjawabnya. Karena ia selalu menanyakan hal yang
sama padaku, setiap kali aku melintas di situ, dan karena aku terpana menatap
propaganda yang dikoarkan politisi di papan reklame itu, megah bertalu-talu
tentang perubahan-perubahan yang akan mereka buat. Tanpa mereka sadari, mata
nanar mereka yang penuh optimisme tengah menatap jam besar yang telah rusak
selama 46 tahun itu. Tanpa mereka sadari, para pejuang 45 mengacungkan tinjunya
pada mereka.
“Mau ke pinggir sungai,” jawabku dalam hati. Jika kemarau makin menggelak,
aku menyingkir dan duduk melamun dibelai angin di sebuah kapal keruk yang
termangu-mangu di sana. Kapal itu tinggal segunung besi rongsokan. Mesin besar
dan digdaya, dulu selalu dikagumi anak-anak Melayu. Ketika meskapai Timah masih
berjaya, jumlahnya puluhan. Mereka mengepung kampung, menderu siang dan malam,
mengorek isi bumi untuk meraup timah. Kini, satu-satunya yang tertinggal,
tempatku melamunkan nasib ini, teronggok seperti fosil dinosaurus.
Kapal keruk pernah menjadi pendendangirama hidup kami, bagian penting dalam
budaya kami. Karena semua lelaki angkatan kerja bekerja bergantian selama 24
jam. Tak kan pernah kulupa, setiap pukul dua pagi, truk pengangkut buruh kapal
keruk menjemput ayahku. Kudengar suara klakson. Ayah keluar rumah di pagi buta
itu sambil menenteng rantang bekal makanan dari ibu.
Jika melihatku terbangun, ayah kembali untuk mengusap rambutku dan
tersenyum. Dari dalam rumah kudengar ayah mengucapkan salam pada kawan-kawan
kerjanya yang telah berdesakan di dalam bak truk. Kawan-kawan kerjanya itu
adalah ayah-ayah dari kawan-kawanku. Lalu kudengar gemerincing besi beradu,
kemudian truk menggerung meninggalkan rumah.
Sering aku minta dibangunkan jika ayah berangkat kerja pukul dua pagi itu.
Karena aku ingin melihat ayah dengan seragam mekaniknya yang penuh wibawa, yang
ada test pen di sakunya, yang berbau sangat lelaki. Ayah melangkah tangkas
sambil menyandang ransel berisi tang, ragum, dan sekeluarga kunci Inggris.
Kunci-kunci baja putih itu bila dibariskan akan membentuk segitiga yang sangat
hebat. Kubayangkan, tugas-tugas yang berat diemban oleh bapak kunci paling
besar, dan tugas-tugas sepele adalah bagian anak-anaknya. Aku senang melihat
ayah melompat ke dalam bak truk. Dia, pria yang gagah itu, penguasa sembilan
kunci Inggris anak-beranak itu, adalah ayahku, begitu kata hatiku. Lalu aku
tidur lagi, sambil tersenyum.
Sepuluh tahun telah hangus sejak terakhir aku melamun di rongsokan kapal
keruk itu. Jam besar di tengah kota tepat menunjukkan pukul 5 saat kutinggalkan
kampungku dulu. Musim kemarau waktu itu. Sekarang, ketika aku kembali pulang,
jam besar itu masih saja menunjukkan waktu pukul 5, dan musim masih kemarau.
“Mau ke mana kau, Bujang?” sapa penjual tebu waktu aku melintas dekat
patung pejuang 45. Sepuluh tahun telah lewat, apa dia tak punya pertanyaan
lain? Malas aku menjawabnya. Lagi pula aku tengah terpana menatap propaganda
para politisi di papan reklame itu. Silih berganti mereka telah merajai papan
itu. Periode demi periode mereka telah berkuasa. Silih berganti mereka telah
berkoar soal perubahan-perubahan yang akan mereka buat, namun jam besar yang
berada di depan hidung mereka telah rusak selama 56 tahun, tetap rusak selama
56 tahun, dan para pejuang 45, tetap mengacungkan tinjunya pada mereka.
“Mau ke pinggir sungai,” jawabku dalam hati. Aku melenggang pergi. Tapi sungguh merana. Sampai di sana, yang kutemui
hanya semilir angin dan riak-riak halus gelombang. Bangkai kapal keruk itu
telah lenyap, macam telah disulap seorang illusionist.
Aku kembali. Pada penjual tebu aku bertanya.
“Pak Cik, ke mana perginya kapal keruk itu?”
“Sudah dipotong-potong menjadi besi kiloan,” jawabnya tak acuh sambil
mengunyah tebunya yang tak laku. Aku terhenyak. Sirna sudah kenangan manis itu,
lenyap sudah kebanggaan masa kecil itu, hapus sudah kebudayaan itu. Di kampung
kami, arkeologi industri telah dilanda tsunami. Saat itu, rasanya ingin aku
memanjat patung itu dan bergabung dengan pejuang 45. Namun tak kulakukan,
karena aku sudah terlambat untuk pulang, sudah sore. Kulihat jam besar itu,
sudah pukul 5.
Musim masih kemarau saat aku kembali ke Jakarta dan hidup berlangsung
seperti biasa. Suatu malam aku terjaga. Pukul dua pagi waktu itu. Lalu seakan
terdengar suara klakson mobil truk, dan menguar suara orang-orang mengucap
salam. Kemudian kudengar suara gemerincing besi saling beradu. Kulihat ke luar
jendela, seorang lelaki berkelebat dengan seragam mekaniknya yang hebat, lalu
truk menggerung, pelan-pelan meninggalkan rumah. Aku termangu. Kerinduanku pada
ayah semakin tak tertanggungkan.
Vancouver, Mei 2010
Diadaptasi dari salah satu bab dalam novel Padang Bulan dan Kisah-Kisah dari Negeri Laskar Pelangi,
karya Andrea Hirata
http://nalurerenewws.blogspot.com/2018/08/taipanqq-5-tanda-mertua-tidak-menyukai.html
BalasHapushttp://updatetaipanbiru.blogspot.com/2018/08/taipanqq-awas-celana-dalam-terlalu.html
http://taipanpelangi.blogspot.com/2018/08/pemenang-pada-tanggal-25082018-buktikan.html
Taipanbiru
TAIPANBIRU . COM | QQTAIPAN .NET | ASIATAIPAN . COM |
-KARTU BOLEH BANDING, SERVICE JANGAN TANDING !-
Jangan Menunda Kemenangan Bermain Anda ! Segera Daftarkan User ID terbaik nya & Mainkan Kartu Bagusnya.
Dengan minimal Deposit hanya Rp 20.000,-
1 user ID sudah bisa bermain 8 Permainan.
• BandarQ
• AduQ
• Capsasusun
• Domino99
• Poker
• BandarPoker
• Sakong
• Bandar66
Kami juga akan memudahkan anda untuk pembuatan ID dengan registrasi secara gratis.
Untuk proses DEPO & WITHDRAW langsung ditangani oleh
customer service kami yang profesional dan ramah.
NO SYSTEM ROBOT!!! 100 % PLAYER Vs PLAYER
Anda Juga Dapat Memainkannya Via Android / IPhone / IPad
Untuk info lebih jelas silahkan hubungi CS kami-Online 24jam !!
• WA: +62 813 8217 0873
• BB : E314EED5
Daftar taipanqq
Taipanqq
taipanqq.com
Agen BandarQ
Kartu Online
Taipan1945
Judi Online
AgenSakong