Pesta
demokrasi, Pemilu, untuk memilih calon anggota legislatif telah kita lewati.
Bagi calon yang beruntung, tentu saja bergembira karena mendapat dukungan dari
massa pendukungnya masing-masing. Bagi yang belum beruntung, meskipun mungkin
telah mengorbankan banyak waktu, tenaga, dan modal, kita harapkan tidak perlu
merasa kecewa. Politik memang menempatkan orang pada dua posisi untung dan
rugi. Politik juga mengandaikan kemampuan menerapkan aneka metode dan strategi
menarik simpati massa pemilih. Di sanalah kita akan berhadapan dengan suatu
‘permainan’ yang tidak dapat dijelaskan secara akal sehat.
Rubrik
Bahasa edisi ini tidak bermaksud mempersoalkan substansi pesta demokrasi atau
pemilu yang telah kita lalui. Hal yang diangkat dalam ulasan ini hanya berkaitan
dengan penggunaan kata dalam keseluruhan proses pemilu. Setelah pemilu
berlangsung muncul dua kata kunci yang frekuensi penggunaannya paling tinggi
yaitu kata ‘Perhitungan’ dan kata ‘Penghitungan’. Berita yang dipublikasikan
melalui media massa seperti siaran televisi, radio dan surat kabar antara lain
seperti yang kami kutip berikut ini:
1. Semua saksi partai turut menyaksikan acara
penghitungan suara.
2. Perhitungan suara di daerah pedesaan
mengalami hambatan.
3. Beberapa caleg tidak yakin akan perhitungan
suara di beberapa daerah pemilihan.
4. Hasil penghitungan suara di setiap TPS
tidak mencapai target karena banyak kartu suara yang rusak.
5. Perhitungan suara secara manual terjadi di
daerah pedesaan.
6. Sistem penghitungan suara dapat dilakukan secara bertahap.
Contoh (1) s.d. (6) di atas memuat kata perhitungan
dan penghitungan secara bergantian. Bagi, massa pemilih dan caleg yang
berambisi meraih kursi legislatif, kemungkinan tidak perlu mempersoalkan pemakaian dua kata itu
secara bergantian. Dalam kondisi politik seperti ini, urusan bahasa seolah-olah
tidak perlu dipersoalkan karena ada pengandaian bahwa semua orang yang
mendengar atau membaca dua kata itu memahami maknanya. Tentu lain soalnya,
untuk seorang yang ingin mencermati ketepatan pemilihan kata dalam tindak
berbahasa. Pemerhati bahasa jelas mempersoalkan ketepatan penggunaan kata, ‘perhitungan’
dan ‘penghitungan’ pada wacana di atas.
Apa sebenarnya
pokok masalah yang dipertautkan dengan dua kata itu? Untuk menjawab persoalan
seperti ini, mau tidak mau kita harus merunut proses penurunan (derivasi) atau
pembentukan dua kata tersebut. Jika
ditilik berdasarkan kaidah morfofonemik, maka kita akan temukan bahwa bentuk
dasar untuk dua kata itu sama yaitu ‘hitung’. Bentuk seperti itu secara meyakinkan
dicantumkan dalam leksikon (Bdk. KBBI,
1998:311).
Menurut
kamus kata hitung itu berkategori verba (kata kerja) makna perihal membilang
yang mencakup menjumlahkan, mengurangi, membagi, memperbanyakkan. Bentuk-bentuk
lain yang dapat diturunkan dari bentuk dasar itu adalah: berhitung
(mengerjakan hitungan); menghitung (mencari jumlahnya); dihitung
(dimasukkan dalam bilangan, dianggap sebagai); menghitungi (menghitung
berkali-kali); menghitungkan (menghitung untuk orang lain);
memperhitungkan (mengira-ngira dan menghitung berapa banyak); terhitung
(sudah dihitung); hitungan ( pendapatan, hasil menghitung); perhitungan
(perbuatan memperhitungkan); penghitungan (cara, proses, perbuatan
menghitung).
Dalam
deretan bentuk turunan dari kata atau bentuk dasar hitung itu, kita temukan
bentuk perhitungan dan penghitungan. Perhitungan berarti perbuatan
memperhitungkan sedangkan penghitungan mengacu pada makna proses, cara,
perbuatan menghitung. Dua bentuk ini memperlihatkan adanya proses morfofonemik
yang berbeda terhadap bentuk dasar hitung. Pada bentuk perhitungan kita
temukan bentuk dasar hitung yang mengalami afiksisasi dengan konfiks per-/-an.
Pada bentuk penghitungan bentuk dasar hitung mengalami afiksisasi dengan konfiks pe(N)-/-an.
Jika kita mencermati kedua bentuk itu, maka jelaslah bagi kita bahwa ada
perbedaan kaidah morfofonemik kata yang diimbuhi konfiks per-/-an dan pe(N)-/-an
.
Bentuk
perhitungan dan penghitungan dapat dijelaskan berdasarkan kaidah
morfofonemik kata berkonfiks per-/-an
dan pe(N)-/-an ini. Konfiks per-/-an, menurut kaidah, berfungsi
membentuk kata benda, dengan makna (a)
menyatakan hal yang berhubungan dengan apa yang disebutkan dalam kata dasar (b)
menyatakan hal atau hasil (c) menyatakan tempat. Konfiks per-/-an ini
dalam kajian morfofonemik paralel dengan kata kerja berafiks ber- atau memper-.Kata
kerja hitung yang diimbuhi konfiks per-/-an menurunkan bentuk
perhitungan, memperhitungkan. Jadi, bentuk perhitungan itu berkaitan
dengan kegiatan berhitung.
Bentuk
penghitungan diturunkan dari bentuk dasar hitung yang diimbuhi dengan
konfiks pe(N)-/-an. Konfiks ini, jika dilekatkan pada kata dasar yang
diawali fonem /k,g,h,x, dan vokal/ akan mengambil alomorf peng-. Kata
seperti gali, hitung, hibur misalnya akan menurunkan bentuk penggalian
dan penghitungan, penghiburan. Konfiks pe(N)-/-an ini
paralel dengan bentuk kata kerja aktif yang ditandai dengan penggunaan bentuk me(N)-. Bentuk penghitungan itu bermakna proses
menghitung. Menghitung berarti mencari, menentukan jumlah dan penghitungan berarti keseluruhan proses
mencari dan menentukan jumlah sesuatu.
Bertolak
dari penjelasan seperti ini, kita dapat menentukan bentuk pemakaian yang tepat antara perhitungan dan penghitungan
pada contoh-contoh di atas. Melihat konteks kalimat yang dikutip sebagai contoh
di atas, kita dapat memastikan bahwa yang ditekankan sebenarnya berkaitan
dengan masalah hitung menghitung. Proses
menghitung jumlah suara pemilih disingkat menjadi penghitungan suara.
Penghitungan atau proses menghitung itu menyatakan aktivitas subjek. Mengingat
kata perhitungan juga bermakna
pertimbangan, kita lebih tepat memilih bentuk penghitungan daripada perhitungan.
Dengan demikian kita dapat membenahi kalimat-kalimat di atas menjadi seperti
kalimat (7) s.d. (12) berikut ini:
1. Semua saksi partai turut menyaksikan acara
penghitungan suara.
2. Penghitungan suara di daerah pedesaan
mengalami hambatan.
3. Beberapa caleg tidak yakin akan
penghitungan suara di beberapa daerah pemilihan.
4. Hasil penghitungan suara di setiap TPS
tidak mencapai target karena banyak kartu suara yang rusak.
5. Penghitungan suara secara manual terjadi
di daerah pedesaan.
6. Sistem penghitungan suara dapat dilakukan secara bertahap.
lalu bagaimana dengan istilah quick count???
BalasHapusquick count itu bisa dikatakan juga dengan penghitungan cepat...(?)
Hapus