58.Cara-Proses;
Konsekuensi-Risiko
Media dan koran-koran
lokal kita sering meliput dan memberitakan pelbagai kasus perkara baik perkara
pidana maupun perkara perdata. Dalam pelbagai proses untuk menyelesaikan
perkara tersebut, sering kita mendengar pelbagai wacana, kalimat, tuturan yang menarik untuk
dianalisis dari disiplin linguistik (kebahasaan). Tuturan, kalimat (a) dan (b) berikut merupakan tuturan yang
dapat kita jumpai dalam berita surat kabar kita berkaitan dengan beberapa
kasus.
(a)
Keputusan itu tidak sesuai dengan cara
dan proses hukum yang berlaku.
(b)
Anak di bawah umur belum mengerti konsekuensi dan risiko
tindakannya.
Pada contoh di atas
terdapat kata-kata yang ditempatkan secara paralel yaitu kata cara dan proses
[kalimat (a)] dan kata konsekuensi dan risiko [kalimat (b)].
Secara sepintas dua contoh kalimat di atas memang tidak membawa masalah berarti
tetapi kalau dilihat dalam konteks analisis berbahasa, kedua kalimat itu
sepantasnya dipermasalahkan. Mengapa? Karena kata-kata yang dinilai paralel
itu, jelas-jelas memiliki makna yang berbeda. Bagaimana kita harus menjelaskan
perihal masalah pokoknya?
Untuk mengulas
permasalahan tentang perbedaan makna kata cara dan proses dalam
kalimat (a) dan perbedaan makna kata konsektiensi dan risiko
dalam kalimat (b) dapat dijelaskan sebagai berikut. Kata cara secara leksikal berarti
"jalan yang harus ditempuh", "jalan untuk melakukan
sesuatu". Sementara itu, kata proses
dapat bermakna "rangkaian tindakan atau perbuatan", "runtutan
perubahan atau peristiwa".
Dengan mencermati
batasan-batasan leksikal seperti ini, kita dapat mengenal atau mengidentifikasi unsur pembeda (distinctive
features) untuk setiap kata tersebut. Kata cara pada kalimat (a)
semata-mata menunjuk atau mengacu pada "jalan atau tindakan bagaimana
sesuatu dikerjakan", sedangkan kata proses lebih menunjuk atau
mengacu pada "rangkaian tindakan bagaimana sesuatu dikerjakan". Jadi, sebenarnya kedua kata itu memiliki
jangkauan keluasan makna yang berbeda, yang satu (proses) lebih luas daripada
yang lainnya (cara).
Kata risiko yang
sering kali disalahtuliskan (bdk. bentuk baku dan tidak baku) menjadi resiko
bermakna "akibat yang berkonotasi tidak menyenangkan", sedangkan kata
konsekuensi dapat bermakna "akibat dari sesuatu tindakan atau
perbuatan dan masih bercorak netral". Artinya, dapat bermakna positif dan
dapat pula bermakna negatif. Perbedaan
makna kedua kata itu menjadi sangat jelas kalau dilihat dalam konteks seperti
pada kalimat (b). Jadi, jelaslah kiranya bagi kita bahwa kedua kata yang
kelihatannya bermakna sama dan sering digunakan secara bergantian itu
sebenarnya sangat berbeda karena ada unsur pembeda yang menonjol. Sepintas
kata-kata itu memang kelihatan dan terasa sebagai sinonim tetapi dalam pemakaiannya
(aspek pragmatik) kata-kata itu mewakili muatan makna yang berbeda.
Kata seperti: megah,
agung, akbar, besar, mulia, raya memang bercorak sinonim tetapi kata “mulia” tidak dapat dipakai
sebagai atribut untuk kata “jalan”, “gedung”. Demikian juga kata pertemuan
tidak dapat diatributi dengan kata megah sehingga menghasilkan bentuk *jalan
megah.
Kata-kata yang secara umum
dianggap seolah-olah sama makna atau bersinonim sebenarnya tidak pernah dapat
persis sama karena pasti terdapat unsur pembeda di dalamnya bahkan yang sangat
kecil sekalipun. Sebuah kata akan dianggap bersinonim dengan kata lain
manakala unsur pembedanya kecil atau sangat kecil. Sebaliknya jika antarkata itu berunsur pembeda
besar atau sangat besar maka kata-kata itu pasti memilki muatan makna yang
sangat berbeda.
Dalam kajian disiplin
semiotik, suatu kata akan lahir karena ada hal tertentu yang harus disimbolkan
dengan kata itu. Jadi, kalau dipandang dari perspektif semiotik, tidak akan
pernah ada kata yang memiliki makna persis sama dengan kata yang lain. Kata membawa, mengangkat, menjinjing,
menggendong kendatipun secara umum kelihatannya hampir sama, masing-masing
memiliki unsur pembeda yang jelas sehingga setiap kata dibedakan maknanya
dengan kata yang lainnya.
Sama halnya dengan masalah kata yang
secara linguistis bermakna ganda (ambiguous), dalam pragmatik tidak
pernah ada kata yang bermakna seperti itu karena dasar penafsiran maknanya
adalah latar belakang konteks kapan dan di mana tuturan itu digunakan. Sebuah kata akan bermakna berbeda ketika
muncul dalam konteks yang berbeda.
Dengan perkataan lain, sebuah kata akan bermakna ganda hanya jika
penafsiran maknanya dilepaskan dengan konteks tuturan. Hal seperti itu merupakan kenyataan yang
jarang terjadi dalam pemakaian bahasa sehari-hari.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar