Hampir
setiap tahun, media di tanah air menurunkan berita seputar minat dan kecenderungan masyarakat untuk
menjadi pegawai. Karena itu, kita sering mendengar pelbagai kisah tentang
perjuangan sebagian masyarakat untuk menjadi pegawai. Menjadi pegawai dengan
atribut negeri menjadi harapan setiap
orang. Status pegawai negeri dinilai sebagai status terhormat. Berpengaruh
terhadap sikap dan pilihan hidup seseorang.
Dalam dunia cinta, predikat itu juga menjadi bahan pertimbangan untuk
menentukan pasangan hidup. Pria dan wanita berusaha mendapatkan pasangan
berstatus pegawai negeri. Predikat
negeri dijadikan taruhan masa depan karena melempangkan jalan ke masa depan.
Pegawai negeri itu kemudian menjadi orang penting di negara kita. Mereka
menjadi pegawai negeri di negara kita.
Berhadapan
dengan fenomena seperti itu seorang siswa kami pernah bertanya perihal
perbedaan yang mendasar antara istilah negeri pada pegawai negeri dan
negara pada pejabat negara. Tanpa
bermaksud mempersoalkan status seperti itu, sebagai penjaga gawang rubrik
bahasa kami terdorong untuk mengulas masalah ini dalam runutan yang bercorak
historis. Artinya, mencari dan menemukan jawabannya dalam konteks sejarah penggunaan kata negeri dan negara itu.
Secara sepintas memang tampaknya kata negeri itu sama dengan kata negara.
Argumentasi seperti ini harus didukung oleh rujukan historis menyangkut awal
mula kelahiran dan pemakaian dua term itu. Perhatikanlah contoh pemakaian kata negeri
dan negara dalam wacana (a) s.d. (d) berikut ini:
(a) Negara
telah menempatkan seorang pegawai negeri.
(b) Pegawai
negeri disebut sebagai abdi untuk negara.
(c) Kepala
negara juga berstatus sebagai pegawai negeri.
(d)Pejabat negeri ini bertanggung
jawab kepada kepala negara.
Jika
kita mencermati keempat wacana di atas maka tampaknya kata negeri itu
mirip dengan kata negara dalam hubungan dengan makna yang diemban kedua
pengertian itu. Kemiripan ini hanya dapat dirunut dalam konteks historis. Dalam
konteks sejarah perkembangan bahasa kata negeri dan negara pernah
digunakan secara bergantian atau dapat dipertukarkan pemakaiannya dengan pengertian yang hampir
sama. Kata negeri dahulu dipakai dengan rujukan makna 'kota, ibu kota,
daerah, tanah tempat tinggal', dan juga dalam arti 'kenegaraan' seperti
sekarang. Pengertian seperti ini
dapat dibandingkan dengan makna kata negari yang dikenal masyarakat
penutur bahasa daerah Jawa. Kata negari (Jawa) berarti ibu kota. Bagi masyarakat Sumatra kata
negeri diartikan sebagai sejumlah kampung yang dipimpin seorang
penghulu. Kata negeri biasanya dipadankan juga dengan kata tanah atau
daerah. Kita jumpai bentuk tanah (negeri) dingin; tanah (negeri) leluhur; tanah
(negeri) pusaka.
Kita
dapat menyimpulkan bahwa kata negeri pertama-tama berarti 'tanah; daerah,
kawasan, wilayah yang kita diami atau tempati. Paralel dengan pengertian negeri
dalam konteks pelajaran ilmu bumi atau geografi. Sebagai tempat tinggal, negeri
sering diperebutkan sehingga dalam konteks politik kita mengenal istilah
penjajahan atau pendudukan. Bangsa Indonesia pernah dijajah artinya negeri Indonesia pernah dikuasai
penjajah. Kemerdekaan diartikan sebagai pembebasan negeri dari kekuasaan penjajah.
Dalam keterkaitannya dengan masalah politik seperti inilah, kata negeri mengacu
pada makna kenegaraan.
Perebutan
kemerdekaan sebagai bangsa berarti pula perebutan negeri, tanah air daerah,
menjadi negeri yang berdaulat. Kita menetapkan wilayahnya dengan batas-batas
yang jelas, dilengkapi dengan sistem pemerintahan sendiri. Untuk
mengungkapkan paham perihal wilayah, tanah, daerah, negeri yang
berdaulat dengan batas yang jelas dalam suatu sistem pemerintahan itu,
kita menggunakan kata negara.
Jelaslah terlihat pembedaan makna kata negeri,
tanah kediaman orang, dengan kata negara sebagai paham kedaulatan,
bangsa yang berwilayah dan berpemerintah yang tidak dikuasai bangsa lain.
Bersamaan dengan itu kita mengenal kata kepala negara, wakil kepala negara,
bahasa negara, badan negara, menteri negara, haluan negara, aparat negara,
penyelenggara negara, negara persatuan, negara kesatuan, negara hukum, lembaran
negara, berita negara, milik negara, dan sebagainya. Kemerdekaan telah mengubah banyak hal dalam
kahidupan berbangsa dan bernegara termasuk aspek bahasa.
Menyadari perubahan kedudukan kita sebagai
bangsa dan mengacu pada rasa bahasa yang peka, kita menerima perubahan pada
sejumlah nama yang berunsur kata negeri bertukar negara dan nama yang berunsur
negara bertukar negeri. Kita jumpai bentuk seperti kas negeri, bendahara
negeri, jadi kas negara dan bendahara negara.
Pegadaian negeri jadi pegadaian negara. Ujian negeri telah jadi ujian negara. Kantor
Urusan Pegawai diubah namanya jadi Badan Administrasi Kepegawaian Negara
(bukan kepegawaian negeri).
Jika keempat contoh di atas dikaitkan
dengan keseluruhan uraian ini, maka kemungkinan kita sampai pada kesimpulan
bahwa istilah pegawai negeri sudah tidak tepat lagi dengan kedudukan orang
sebagai unsur aparatur negara dan sebagai petugas yang digaji pemerintah. Kenyataannya bahwa pegawai negeri itu digaji
oleh negara sehingga lebih tepat disebut sebagai pegawai negara atau pegawai
pemerintah. Hal ini akan lebih tepat lagi kalau dipertentangkan dengan pegawai
swasta. Kita mengenal istilah Badan
Usaha Milik Negara yang dipertentangkan dengan Badan Usaha Milik Swasta.
Pegawai Swasta lebih tepat diperlawankan dengan pegawai negara. Konsekuensinya
bentuk universitas negeri harus berubah menjadi universitas negara karena ada
universitas swasta.
Lalu bagaimana
dengan istilah pegawai negeri itu? Kami mengusulkan istilah pegawai negeri itu
hanya untuk pegawai yang digaji oleh pemerintah daerah atau pemerintah
setempat. Ini cocok dengan sistem pengangkatan pegawai yang dibedakan antara
pegawai yang diangkat dengan Surat Keputusan (SK) langsung dari pusat dan pegawai yang diangkat
berdasarkan SK gubernur atau bupati setempat. Konsep dan penerapan konsep
otonomi daerah menopang gagasan ini. Dengan demikian kita harus mengenal tiga
kelompok pegawai yaitu pegawai negara, pegawai negeri, dan pegawai
swasta.**
Tq gan kunjungi juga Download Kumpulan Soal CPNS
BalasHapus