Hari
Jumat, tanggal 19 Februari 2004 yang
lalu kami sempat menghadiri pertemuan bernuansa pendidikan. Para kepala sekolah
mulai jenjang TK sampai dengan SMA termasuk pimpinan Perguruan Tinggi Katolik
dari pelbagai yayasan di Manggarai hadir sebagai peserta. Narasumber, Prof.
DR.Josef Sumarsono, didatangkan dari Komisi Pendidikan KWI. Pertemuan yang
diprakarsai Pimpinan Yayasan Sukma Pusat ini, membahas pelbagai hal yang
terkait masalah pendidikan. Hal yang hendak disampaikan dalam ulasan ini
bukanlah berita tentang kegiatan itu melainkan hal yang berkaitan dengan
penggunaan bahasa dalam pertemuan itu.
Melalui
ulasan rubrik bahasa edisi ini kami hanya menurunkan masalah penggunaan bahasa
umumnya dan secara khusus berkaitan dengan dinamika pertemuan itu. Ada beberapa
wacana yang sempat kami catat dan perlu diulas dalam rubrik ini. Wacana
dimaksud berujud kalimat yang diucapkan juru acara, moderator, dan pembawa
acara seperti kami kutip berikut ini:
(a) Kesempatan
pertama kami serahkan waktu kepada ketua panitia penyelenggara (diucapkan oleh
juru acara).
(b) Untuk
tidak memperpanjang waktu, kami kembalikan waktu dan kesempatan kepada pembawa
acara (maksudnya juru acara)(diucapkan ketua panitia).
(c)
Demikian saja beberapa informasi dari kami
kesempatan dan waktu kami kembalikan kepada moderator. (diucapkan narasumber)
(d) Setelah
kita mendengarkan penjelasan narasumber, maka sekarang kita diberi kesempatan
dan waktu untuk berdiskusi. (diucapkan moderator)
(e)
Terima kasih atas waktu dan kesempatan
yang diberikan kepada kami. (diucapkan peserta pertemuan).
Wacana
seperti contoh di atas sudah jamak kita dengar dan jarang sekali kita
persoalkan. Kita begitu terbiasa
mendengar wacana seperti itu sehingga kita tidak dapat melihat dan merasakan
hal salah pada kalimat seperti itu (minimal kalau wacana itu kita tempatkan
pada tataran logika berbahasa). Pada kalimat di atas sebenarnya kita dapat
menemukan kesalahan. Apa dan di mana sebenarnya
kesalahan itu kita dapatkan? Untuk itu
melihat kembali secara cermat kalimat-kalimat di atas.
Kata
‘waktu’ dan kata ‘kesempatan’ dalam bahasa Indonesia dikategorikan sebagai
sinonim (dari kata sin artinya sama atau serupa dan onim artinya
nama). Sinonim diartikan sebagai kata
yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama
berdasarkan makna umum. Dengan kata lain, kata yang bermakna pusat yang sama
tetapi bernilai rasa yang berbeda. Bermakna denotasi yang sama tetapi bermakna
konotasi yang berbeda (Tarigan, 1990:17).
Pada
kelima contoh di atas, kata waktu dan kesempatan dipakai secara bervariasi
dilihat dari penempatannya dalam kalimat. Bentuk pertama ditulis kesempatan dan
waktu [kalimat (a), (c), dan (d)] dan bentuk kedua ditulis waktu dan kesempatan
[kalimat (b) dan (e)]. Pemakaian kata ‘kesempatan’ dan ‘waktu´ pada contoh (a)
tidak dapat dipertukarkan atau saling menggantikan tempatnya meskipun keduanya
bersinonim. Lain halnya dengan contoh (c) dan (d), kata ‘kesempatan’ dan waktu
dapat dipertukarkan tempatnya. Demikian juga dapat berlaku pada contoh kalimat
(b) dan (e). Mengapa pada contoh (a) tidak dapat dipertukarkan? Jawabannya
karena letak atau penempatan dua kata itu berjauhan letaknya dalam kalimat
sehingga kalau dipertukarkan maka akan muncul kalimat yang kedengarannya tidak
lazim. Akan muncul kalimat: *Waktu
pertama kami serahkan kesempatan kepada ketua panitia penyelenggara.
Lalu,
bagaimana caranya agar kalimat ini diperbaiki? Mengingat, kedua kata
(kesempatan dan waktu) itu sinonim, maka kalimat itu harus diubah dengan
menghilangkan dalah satu dari dua kata itu. Kita akan temukan dua kemungkinan
(i) Kesempatan pertama kami serahkan
kepada ketua panitia penyelenggara atau (ii) Pertama kami serahkan waktu
kepada ketua penyelenggara.
Setelah
kita mengikuti proses pembenahan kalimat (a) seperti ini, kita dapat melihat
bahwa kalimat (b) s.d. (e) juga harus dibenahi. Pada contoh (b) kita berhadapan
dengan masalah logika berbahasa. Kelompok kata ‘untuk tidak memperpanjang
waktu’ pada kalimat: Untuk tidak memperpanjang waktu, kami kembalikan waktu
dan kesempatan kepada pembawa acara kedengarannya tidak logis. Mengapa?
Karena waktu itu mengalir terus sedangkan yang diperpanjang atau
diperpendek sebenarnya adalah pembicaraan, acara, aktivitas yang berlangsung
dalam waktu. Jadi, bukan waktunya yang diperpanjang atau diperpendek tetapi
aktivitas berbicaranya. Makna logis dari kalimat (b) itu sebenarnya mau
mengatakan kepada kita bahwa ketua panitia ingin mempersingkat acara
sambutannya. Kalimat (b) dapat diubah menjadi:
Untuk tidak memperpanjang pembicaraan, sambutan ini, kami kembalikan
waktu kepada pembawa acara.
Model
pembenahan terhadap contoh (a) dan (b) di atas dapat kita terapkan pula pada
contoh (c), (d), dan (e). Cara membenahi
kalimat-kalimat itu harus mempertimbangkan penggunaan kata bersinonim seperti
yang dijelaskan di atas. Kata ‘kesempatan’ dan kata ‘waktu’ yang tertulis pada
dalam ketiga kalimat itu dapat saling menggantikan. Jadi kata kesempatan dapat ditukar dengan
kata waktu dan sebaliknya kata waktu diganti dengan kata kesempatan. Hal yang
harus selalu diingat berkaitan dengan kemungkinan saling menggantikan di sini
tidak dimaksudkan bahwa dua kata tersebut dipakai secara paralel seperti
contoh-contoh yang ditampilkan di atas.
Saling
menggantikan dalam konteks contoh tadi berarti
alternatif karena makna umum, makna pusat, makna denotasi kata itu sama, kita hanya diperbolehkan
memilih salah satu. Kalau kita memilih kesempatan berarti menghindari
penggunaan kata waktu atau sebaliknya. Dengan demikian ketiga kalimat terakhir
itu dapat dibenahi sehingga masing-masing menjadi: (c) Demikian saja beberapa
informasi dari kami kesempatan kami kembalikan kepada moderator. (d) Setelah
kita mendengarkan penjelasan narasumber, maka sekarang kita berkesempatan untuk
berdiskusi. (e) Terima kasih atas waktu yang diberikan kepada kami.
Sekaranglah
waktunya kita mempersingkat pembicaraan kita supaya kita jangan lalu berkata
waktu kita diperpanjang. Hal yang diukur dengan kata panjang dan pendek,
singkat dan lama hanyalah aktivitas kita yang berlangsung dalam waktu. Kalau
setelah membaca ulasan ini kita masih berucap ‘memperpanjang waktu’ itu sama
artinya kita tidak menghargai waktu karena kita sebenarnya memperlama,
memperpanjang deretan kesalahan kita dalam berbahasa.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar