Berita tentang berbagai tindak kerasan atau kriminal hampir selalu mengisi
halaman depan media kita baik media lokal maupun media nasional. Kita membaca
berita tentang pengeboman di Jakarta, pembunuhan karena merebut tanah di
Manggarai, pemerkosaan di Bajawa, Ende, Maumere, Ruteng. Berita-berita jenis
ini biasanya tampil dalam kemasan hardnews yang ditandai pula dengan
deskripsi yang amat perinci. Penggambaran yang demikian sering mendorong
penulis berita untuk memilih menggunakan kata-kata yang berefek.
Dalam menggambarkan perilaku yang
bernuansa kriminal kita akan menjumpai pemakaian kata-kata berefek seperti itu.
Ketika kasus perebutan tanah yang dikenal dengan istilah perang tanding terjadi
di mana-mana, kata membacok, menghajar, menghabisi digunakan. Dalam kasus
perang tanding selalu ada korban karena
dihajar dengan pedang atau alat tajam lainnya. Kadang-kadang korban mati secara
mengenaskan menyusul tikaman yang dilakukan berulang-ulang oleh si pelaku.
Untuk menggambarkan perbuatan itu penulis berita akan menulisnya sehingga kita
jumpai kalimat (a) Korban tewas setelah pelaku menghujamkan tikaman
ke perut korban. Dalam beberapa berita terkait dengan kasus pemerkosaan,
kita jumpai pula kalimat (b) Setelah memuaskan nafsunya, pemerkosa menghujamkan
pisau ke tubuh gadis itu.
Berhadapan dengan pelbagai kasus kriminal
seperti ini biasanya pihak keamanan, dalam hal ini polisi, mendatangi tempat
kejadian perkara (TKP) untuk melakukan penyelidikan serta mengumpulkan data dan fakta. Salah satu langkah yang
ditempuh dalam rangka mencari data dan fakta di TKP, polisi memblokade lokasi
yang diyakini sebagai tempat terjadinya kasus pembunuhan atau pemerkosaan.
Tempat, kawasan atau daerah itu biasanya ditandai dengan pita khusus oleh
polisi. Pita itu dijadikan semacam garis pembatas antara tempat terjadinya
peristiwa dengan lokasi yang tidak termasuk di dalamnya. Dalam konteks seperti
ini kita dapati kalimat, (c) Polisi mendatangi TKP dan membentangkan
Police line pada zona yang bermasalah itu.
Dalam dua kasus yang digambarkan di atas
kita jumpai dua kalimat yang masing-masing memuat kata menghujam pada
kalimat (a, (b) dan kata zona pada kalimat (c). Contoh penggunaan dua
kata itu dapat pula kita pada kalimat (d) s.d.(g) berikut:
(d)Petinju terkenal itu menghujamkan pukulan yang
menjatuhkan lawannya.
(e) Jaksa penuntut menghujami terdakwa dengan puluhan
pertanyaan.
(f) Pesawat musuh terbang
melintasi zona terlarang.
(g) Perang tanding di daerah itu terjadi karena ketidakjelasan zona
pembatas.
Jika kita mencermati kata menghujamkan
pada kalimat (a), (b) (d), (e), maka kita
mungkin yakin bahwa bentuk dasar yang benar untuk kata itu ‘hujam’. Ketiga contoh itu seolah-olah
memperlihatkan proses morfologis afiksisasi
pada bentuk dasar ‘hujam’ dengan imbuhan meN-/-kan dan meN-/-i.
Apakah benar bentuk ‘hujam’ itu sebagai bentuk dasar? Untuk membuktikannya
secara mudah, carilah bentuk itu pada kamus dengan acuan makna seperti yang
dimaksudkan pada kalimat-kalimat di atas.
Ternyata bentuk ‘hujam’ tidak ditemukan dalam kamus.
Kata dasar yang lebih tepat dengan acuan
makna seperti yang dipersyaratkan dalam tiga kalimat itu bukan kata ‘hujam’
melainkan kata ’hunjam’.Bentuk ‘hunjam’ kita temukan dalam kamus dan masuk dalam
kategori kata kerja (verba). Secara leksikal kata ‘hunjam’ atau menghunjam itu
berarti (i) menukik lurus-lurus ke bawah (ii) masuk, menancap lurus-lurus dan dalam (iii) telah mendalam
benar (arti kiasan) (iv) menusuk hati dan perasaan. Bentuk dasar ‘hunjam’
kemudian dalam dan krena proses morfologis memunculkan bentuk menghunjam,
menghunjamkan, menghunjami; terhunjam. Bentuk terhunjam berarti tertancap atau
terpancang ke dalam tanah (KBBI, 1990:316)
Pada kalimat (c), (f), dan (g) kita
temukan kata zona. Bentuk ini sering kita jumpai dalam pemakaian bahasa
sehari-hari baik dalam bahasa percakapan maupun dalam bahasa tulis. Bentuk ini
juga secara sepintas kelihatannya sebagai bentuk yang benar. Jika kita membuka
kamus yang sama kita akan menemukan bentuk dasar ‘zona’ tanpa penjelasan atau tanpa makna.
Kata ‘zona’ itu justru mengacu pada kata ‘zone’. Itu artinya jelas bahwa ‘zone’
adalah bentuk yang benar dan harus diutamakan dalam penggunaannya. Kata ‘zone’
berarti (i) salah satu dari lima bagaian permukaan bumi yang dibatasi oleh
garis khayal sekeliling bumi, (ii) daerah yang ditandai dengan kehidupan jenis
hewan atau tumbuhan (iii) daerah dengan batas-batas khusus yang searti dengan
kawasan (KBBI, 1990: 1018).
Setelah mengikuti uraian di atas kita
dapat menyimpulkan bahwa betuk ‘hujam’ dengan segala kemungkinan
variasi bentuk morfologisnya merupakan bentuk yang salah. Bentuk yang benar
adalah ‘hunjam’. Demikian juga bentuk ‘zona’ hanyalah varian dari bentuk
dasarnya yaitu zone. Dengan demikian semua kalimat yang dijadikan
contoh di atas tergolong kalimat yang tidak benar karena menggunakan kata
secara salah. Karena itu, berikut kami tawarkan pembetulan terhadap tulisan
bentuk dasar ’hujam’ dan ‘zona’ pada semua kalimat itu termasuk yang telah
mengalami afiksisasi.
·
Korban tewas setelah pelaku menghunjamkan
tikaman ke perut korban.
·
Setelah memuaskan nafsunya, pemerkosa menghunjamkan
pisau ke tubuh gadis itu.
·
Petinju terkenal itu menghunjamkan
pukulan yang menjatuhkan lawannya.
·
Jaksa penuntut menghunjami terdakwa
dengan puluhan pertanyaan.
·
Polisi mendatangi TKP dan membentangkan
Police line pada zone yang bermasalah itu.
·
Pesawat musuh terbang melintasi zone terlarang.
·
Perang tanding di daerah itu terjadi
karena ketidakjelasan zone pembatas.**
Judul di atas harus diperbaiki menjadi Menghunjam
Zone Terlarang artinya menukik ke kawasan terlarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar