Ketika
terjadi bencana alam, banjir dan tanah longsor, di Ende dan Flores Timur media
massa menurunkan pelbagai berita seputar bencana itu. Berita tentang bencana
itu telah mengusik rasa kemanusiaan kita. Banyak rumah yang roboh dan lebih
dari itu banyak nyawa yang hilang. Banyak jenazah korban bencana yang tidak
berhasil ditemukan. Sebagai pembaca berita, kita hanya menemukan
kalimat-kalimat yang dapat dijadikan materi ulasan dalam rubrik bahasa ini.
Berikut ini contoh kalimat yang dapat kita ambil dari deretan berita tersebut:
(1)
Banjir dan tanah longsor merusak
ruas jalan negara sehingga lalulintas terputus.
(2)
Banjir yang menimpa penduduk di kabupaten
Ende merusak ratusan rumah.
(3)
Sumbangan yang tidak disalurkan kepada
korban merusak citra pemerintah.
Kalimat (1) s.d. (3) di atas, jika dilihat dari aspek informasi yang mau
disampaikan (soal keinformatifannya) semuanya komunikatif. Artinya, pembaca,
pendengar dapat menangkap maksud pewacanaan seperti itu. Ketiga kalimat di
atas, tidak perlu dipersoalkan dari aspek komunikasi karena informasi yang
hendak dikedepankan jelas. Pembaca atau pendengar memahami informasi dan pesan
melalui ketiga kalimat itu. Meskipun aspek informatif ketiga kalimat itu tidak
diragukan, tetapi tidak berarti kalimat itu berterima dari segala aspek. Ketiga
kalimat ini perlu diragukan keberterimaannya manakala kita melihat dan
menganalisis struktur (gramatik) dan muatan maknanya (semantik). Titik tolak
keraguan kita perihal ketidakgramatikalan ketiga kalimat itu adalah penggunaan
kata ‘merusak’ pada setiap kalimat itu.
Kita mengetahui bahwa kata ‘merusak’ yang dipakai itu,
dikategorikan sebagai kata kerja (verba). Secara tata bahasa (struktur
garamatik) jenis kata berkategori verba dalam bahasa Indonesia pada umumnya
menempati fungsi predikat dalam kalimat. Dilihat berdasarkan bentuk kata yang
menempati fungsi predikat ketiga kalimat di atas masing-masing menggunakan kata
‘merusak’ sebagai predikat. Bentuk kata
‘merusak’ yang terbentuk dari kata dasar rusak dan berimbuhan me- dikelompokkan
sebagai bentuk aktif karena berimbuhan me-. Kita juga mengenal penggolongan
kata kerja yang aktif transitif dan intransitif. Pengelompokan transitif dan
intransitif ini didasarkan pada kemungkinan pemasifan kata kerja yang menduduki
fungsi predikat. Kalimat (4) s.d. (6) di
atas berkemungkinan untuk diubah menjadi kalimat pasif sebagai berikut
(4)
Ruas jalan negara dirusak banjir dan tanah
longsor sehingga lalu lintas terputus
(5)
Ratusan rumah dirusak banjir yang menimpa
penduduk di kabupaten Ende
(6)
Citra pemerintah dirusak oleh sumbangan
yang tidak disalurkan kepada korban
Bentuk-bentuk
pasif ini sepintas tampaknya sesuai dengan kaidah pemasifan dalam tata
kalimat (sintaksis) bahasa Indonesia. Namun, jika kita melihatnya dalam kaitan
dengan makna (aspek semantik), maka tampak jelas ketiga kalimat di atas baik
yang berbentuk aktif maupun bentuk pasifnya sama-sama tidak gramatikal. Dalam
konteks tuturan atau komunikasi biasa, kita memang memahami makna kata kerja ‘merusak’ atau ‘dirusak’ pada kalimat-kalimat itu
tetapi secara semantik-gramatikal bentuk tersebut harus dibenahi.
Perlu
diketahui bahwa dalam bahasa Indonesia
ada sejumlah kata kerja berawalan me- yang intransitif, seperti terlihat
pada contoh-contoh di bawah ini:
(a)
Keadaan pasien itu memburuk setelah
dioperasi.
(b)
Anak yang kekurangan gizi tampaknya mengurus.
(c)
Penyakit rabies meluas di kawasan Flores.
(d)
Wajah anak itu kelihatan membiru
karena benturan benda keras.
(e)
Sumber air mengecil karena kemarau
berkepanjangan.
(f)
Bunyi mobil itu menderu pada
tanjakan itu.
(g)
Saat bekerja ia tak pernah mengeluh
(h)
Pesawat Pelita Air mendarat mulus di
Bandara Labuan Bajo
(i)
Gadis-gadis Bali pandai menari.
(j)
Kakak mengangguk tanda setuju
(k)
Siswa menyesal karena gagal dalam
ujian akhir nasional.
(l) Karena
ditimpa bencana hidupnya sangat menderita.
(m) Andre
menikah pada waktu usia muda.
(n) Guru
biasanya mengajar di sekolah bukan di kebun
(o) Penyakit
itu sudah menjalar ke beberapa desa.
(p) Pencuri
itu melompat ke jurang yang terjal
(q) Saat
perayaan Nyepi, di Bali tidak ada lampu
yang menyala.
(r) Sikap
mengalah itu penting untuk menghindari konflik.
(s) Kakek
menjerit kesakitan dipagut ular.
(t) Rambut
yang memutih bukan ukuran kebijaksanaan.
Bentuk kata yang dicetak miring pada
kalimat (a) s.d. (t) di atas memang
berimbuhan me- sebagai salah satu identitas atau ciri pengenal
kalimat aktif tetapi tidak dapat dipasifkan karena semua bentuk itu
dikategorikan sebagai bentuk aktif intransitif. Kalau kita kembali mencermati
bentuk imbuhan me- pada kata kerja merusak seperti kalimat (1), (2), dan (3) di atas
maka kita harus dapat menentukan secara pasti mana bentuk yang aktif transitif
(yang dapat dipasifkan) dan mana bentuk aktif intransitif (tidak dapat
dipasifkan). Kata kerja transitif yang benar adalah merusakkan, bukan
merusak.
Sejalan dengan bentuk merusakkan, kita
mengenal pula bentuk seperti membetulkan menyalahkan; meluruskan;
menye-satkan; menyuburkan; menyusahkan; memadamkan; menyuci-kan; meringankan;
menguatkan; menghabiskan; memburukkan; melebarkan; meninggikan;
menguruskan. Bentuk kata dalam deretan ini dapat dipastikan sebagai bentuk
aktif transitif dan pasti dapat
dipasifkan seperti terlihat pada contoh (1) s.d. (10) berikut:
1.
Polisi menyalahkan tindakan sopir
yang mabuk itu.
2.
Alat berat itu meluruskan jalan yang
lekak-lekuk
3.
Guru yang bodoh menyesatkan pikiran siswa
4.
Cacing menyuburkan tanah pertanian
5.
Anak yang nakal menyusahkan orangtua
6.
Petugas kebakaran memadamkan api di
rumah itu.
7.
Petugas Keraton setiap tahun menyucikan
perlengkapan keraton
8.
Pemerintah meringankan beban
masyarakat yang miskin
9.
Petani cengkeh menguatkan tali
pengikat pagar
10. Kucing
menghabiskan makanan di lemari.
Jika kalimat (1) s.d. (10)
di atas disejajarkan dengan bentuk
‘merusak’ tanpa akhiran kan maka kalimat-kalimat itu tidak akan dapat
dipasifkan. Jika dipaksakan maka akan menghasilkan kalimat pasif yang tidak
berterima atau tidak lazim. Kalau bentuk kalimat aktif Banjir merusak ruas jalan
negara dengan bentuk pasifnya Ruas
jalan negara dirusak banjir dianggap baku, berterima maka bentuk kalimat aktif
Kucing menghabis makanan di lemari dan bentuk pasifnya Makanan di
lemari dihabis kucing juga harus diterima sebagai bentuk yang benar. Kaidah
bahasa Indonesia yang baku mengharuskan kita untuk menolak kalimat seperti ini.
Oleh karena itu, pemakaian akhiran –kan pada kata dasar berimbuhan me- pada contoh di
atas merupakan syarat dalam pembentukan kalimat aktif transitif. Bentuk kalimat
aktif transitif Kucing menghabiskan makanan di lemari dan bentuk pasifnya Makanan di lemari
dihabiskan (oleh) kucing adalah bentuk yang gramatikal dan berterima.
Tentu bentuk kalimat Banjir
merusak ruas jalan negara tidak dapat dipasifkan karena predikatnya
(merusak) berbentuk intransitif (tidak dapat dipasifkan) untuk menghasilkan
kalimat yang gramatikal. Kalimat itu akan
gramatikal kalau dibenahi menjadi: Banjir merusakkan ruas jalan
negara atau bentuk pasifnya Ruas jalan negara dirusakkan (oleh)
banjir.
Satu hal yang harus
disadari berkaitan dengan keharusan penggunaan akhiran –kan sebagai
indikator ketransitifan kata adalah peristiwa pelesapan unsur objek dalam
kalimat. Ada sejumlah kata kerja transitif bentuk meN-/-kan dan
meN-/-i yang objeknya dilesapkan atau tidak selalu dinyatakan secara eksplisit. Pelesapan objek itu terjadi karena objek
tersebut sudah diketahui atau secara tersirat (implisit) sudah dimaklumi.
Bandingkan contoh (a) Hasil UAS/UAN tingkat SMU tahun ini kurang memuaskan (penyelenggara);
(b) Konsep Otonomi Daerah menguntungkan (rakyat kecil); (c) Perjalanan
jauh biasanya melelahkan (orang); (d) Peraturan lalau lintas membingungkan
(masyarakat); (e) Gajinya yang kecil tidak mencukupi (kebutuhan).**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar