Pada kesempatan pertemuan atau kegiatan yang bercorak resmi
(protokoler), semisal acara pelantikan Lurah atau kegiatan sejenisnya, mungkin
kita pernah mendengar ucapan-ucapan seperti yang kami turunkan sebagai contoh
untuk kolom Rubrik Bahasa pada kesempatan ini.
(a) Pertama-tama saya mengucapkan selamat datang kepada para tamu
yang telah hadir di ruangan ini.
(b) Pertama kali saya
mengucapkan selamat datang di ruangan yang sederhana ini.
(c) Yang harus kita lakukan pertama-tama mendukung lurah dengan
segala program kerjanya.
(d) Yang harus kita lakukan pertama kali ialah mengontrol
pelaksanaan program di tingkat kelurahan kita.
(e) Pertama kali kami, atas nama Panitia, mohon maaf atas segala kekurangan dalam
penyelenggaraan pertemuan ini.
Kalimat contoh (a) s.d. (e) di atas menggunakan kelompok kata
‘pertama-tama’ dan ‘pertama kali’ secara bergantian. Persoalannya muncul ketika
orang mempertanyakan kemungkinan penggunaan dua kelompok kata (frase) itu untuk
saling menggantikan atau dipertukarkan. Dengan kata lain, apakah kelompok kata
‘pertama-tama’ dapat dipertukarkan dengan kelompok kata ‘pertama kali’ atau
sebaliknya? Sepintas memang terasa bahwa dua kelompok kata itu dapat saling
menggantikan dalam penggunaannya tetapi kajian kebahasaan memberikan kita
jawaban yang lebih memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menjelaskan masalah seperti ini, kita perlu melihat makna
dasar kelompok kata tersebut. Bentuk ‘pertama-tama’ menurut KUBI (1998:676)
berarti (1) mula-mula, paling awal (2) terutama, terpenting (3) terlebih
dahulu. Bentuk ‘pertama kali’ juga berarti mula-mula. Artinya, mengacu pada makna (1) dari
pertama-tama. Sampai di sini kita boleh menyimpulkan dua bentuk itu dapat
saling menggantikan. Argumentasi berdasarkan analisis konteks leksikal ini
tentu saja masih harus dipertanyakan mengingat adanya bentuk yang sejajar
dengan kelompok kata ‘pertama kali’ misalnya bentuk ‘kedua kali, ketiga kali,
ke seratus kali, dan seterusnya. Sementara itu, kita tidak akan menemukan
bentuk kedua-dua, ketiga-tiga, keseratus-seratus sebagai bentuk yang paralel
dengan kelompok kata ‘pertama-tama’.
Bentuk pertama kali, kedua kali, ketiga kali, merujuk pada
makna sejumlah peristiwa dengan tekanan utama berkaitan dengan frekuensi
peristiwa atau kejadian. Pemakaian bentuk pertama (tama), kedua, ketiga, tidak
lagi merujuk pada jumlah (frekuensi) kejadian, melainkan merujuk pada urutan
pengutamaan (prioritas) tentang suatu tindakan. Jika dalam sambutan dikatakan: Pertama
kali saya mengucapkan terima kasih ... padahal belum tentu bahwa baru
pertama kali dia mengucapkan kata "terima kasih". Hal yang sebenarnya dimaksudkan adalah bahwa
dalam sambutan itu pembicara menggunakan kesempatan itu pertama(-tama)
untuk menyampaikan ucapan terima kasih.
Tetapi, kalau dikatakan: Gunung Egon itu baru pertama kali meletus maka
pembaca memahami bahwa Gunung Egon itu sebelumnya tidak pernah meletus.
Jadi kalau dikatakan: Pertama-tama saya mengucapkan selamat
datang artinya dalam kesempatan itu yang pertama-tama hendak disampaikan ialah
ucapan "selamat datang". Tentu
ucapan "selamat datang" itu bukan baru pertama kali itu dikatakannya.
Dalam kesempatan-kesempatan lain pembicara itu tentu saja pernah mengucapkan
kata ‘selamat datang’. Tetapi, kalau
dikatakan: Timo baru pertama kali menumpang pesawat terbang saat ke Jakarta
artinya sebelum ke Jakarta Timo tidak pernah menumpang pesawat terbang.
Ada hipotesis yang mengatakan bahwa munculnya bentuk ‘pertama
kali’ atau ‘kedua kali’ itu sebenarnya menunjukkan adanya kasus interferensi
(kekacauan kode kebahasaan) dalam diri dwibahasawan (pebahasa) yang menggunakan
bahasa ibu tertentu dan pola atau struktur bahasa ibu mempengaruhi bahasawan
itu ketika berbahasa Indonesia. Kita dapat menduga bahwa bentuk seperti itu
merupakan bukti adanya interferensi sambutan-sambutan bahasawan yang menjadikan
bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Jika seorang yang berbahasa Jawa menyampaikan sambutan, maka
kita akan mendengar ucapan dalam bahasa Jawa ini: Ingkang sepisan kula
ngaturaken gunging panuwun dhumateng para rawuh sedaya. Kaping kalihipun dan seterusnya. Dalam
bahasa Jawa sepisan berarti 'sekali' atau 'pertama kali', sedang kaping
kalih berarti 'kedua kali'.
Jadi pertama-tama artinya 'terlebih dulu',
'yang paling awal disampaikan dalam suatu kesempatan', atau 'yang diutamakan’
(yang diberi prioritas pertama) untuk dikemukakan', sedang pertama kali artinya
'baru terjadi sekali itu, sebelumnya tidak terjadi'. Dengan ini, kita dapat
membetulkan contoh-contoh kalimat di atas.
Perlu ditegaskan di sini bahwa bentuk ulang (reduplikasi)
pertama-tama bukannya perulangan yang benar. Kata pertama berasal dari bahasa Sansekerta
pratama. Jadi kata pertama itu
bukan berasal dari kata dasar tama yang berprefiks per-. Dalam bentuk ulang pertama-tama
"tama" diperlakukan sebagai kata dasar. Kata pertama-tama dapat kita
pergunakan dengan makna seperti tersebut di atas dan harus dibedakan
pemakaiannya dari pertama kali.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar