Pada
suatu kesempatan ke kota kami menumpang bus angkutan perkotaan. Di dalam bus
kami sempat merekam percakapan sang sopir perihal harta milik majikannya. Sopir
itu menceriterakan kepada penumpang yang duduk di sampingnya bahwa majikannya
telah memiliki lima biji kendaraan roda enam, tiga biji mobil roda empat untuk
mengangkut penumpang di daerah perkotaan, tiga biji sepeda motor, dua biji
rumah mewah dan sebiji rumah untuk toko. Di samping itu sang majikan memiliki
tiga buah kebun kopi, dan sebuah sawah yang luas. Penumpang yang duduk
bersebelahan dengan sopir itu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata:
“Kalau demikian majikanmu itu orang hebat”.
Wacana
yang kami rekam dari percakapan dalam bus kota ini sebenarnya tidak perlu kami
persoalkan karena kami menyadari bahwa bahasa yang dipakai dalam kisah itu
memang baik, komunikatif, dan memenuhi kriteria laras bahasa untuk seorang
sopir. Dalam konteks, bahasa yang formal tentu saja bahasa yang digunakan sang
sopir itu perlu dipersoalkan. Masalah serupa ini, dalam keadaan terpaksa,
kami angkat dalam rubrik bahasa ini
karena kesalahan yang mirip bahkan sama dilakukan juga oleh media massa kita
yang mengemban pelbagai peran strategis termasuk membina dan mendidik pembaca
untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Untuk
itu, tidaklah salah kalau kami mengambil contoh berdasarkan berita yang
diturunkan Harian Umum Flores Pos edisi Selasa, (8/6). Kita dapat
membaca berita berjudul Koper Watanabu Berisi Barang-Barang ‘Aneh’ yang dijadikan headline. Berita ini
terkait dengan ditemukannya jenazah seorang turis asal Jepang. Kematian
Watanabu seolah-olah memunculkan buah-buah aneh pada kata-kata yang sebenarnya
tidak dapat diperlakukan sebagai buah. Pada keseluruhan berita itu kita dapat
membaca hampir 40 kata ‘sebuah’ yang dirangkaikan atau diikuti kata
antara lain: koper, selimut, dasi, tas, hair dry, kemeja, kaos, jas,
celana, handuk, hanger, cermin, sikat gigi, pasta gigi, batu baterai,
sisir, korek api, adaptor, sabun, stop kontak, kuitansi, kantong plastik, ikat
pinggang, payung, dan dompet. Semua kata ini didahului kata keterangan bilangan
(numeralia) “sebuah”.
Pemakaian
kata se(buah) pada petikan berita Flores Pos ini dapat kita
tempatkan secara paralel dengan pemakan kata se(biji) pada cerita yang
disampaikan seorang sopir di atas. Kita ambil satu contoh untuk meringkas semua
pemakaian kedua kata itu dalam dua wacana di atas. Kita berhadapan dengan
masalah ‘bijinya rumah’ dan ‘buahnya
celana’. Apa sebenarnya yang menjadi masalah untuk kita? Ya, masalahnya
berkaitan dengan penggunaan (se)biji dan (se)buah itu. Jika orang
memakan kacang tanah, maka itu sama artinya orang mau menghabiskan biji entah
hanya sebiji entah berbiji-biji. Jika seseorang memetik satu buah pepaya, maka
itu sama artinya ia memetik sebuah pepaya.
Untuk
menjelaskan kemelut tentang ‘bijinya rumah dan buahnya celana’ kita diajak
untuk memahami beberapa konsep pokok dalam berbahasa. Kita harus memahami
konsep kolokasi, kata penggolong, kata bantu/penolong bilangan dalam bahasa
Indonesia. Kolokasi dapat diartikan
sebagai asosiasi (kombinasi) yang tepat antara kata dengan kata lain yang
berdampingan dalam kalimat. Kata gadis misalnya hanya dapat diikuti kata
keterangan cantik, molek, ayu. Tidak dapat diikuti kata indah, ganteng, gagah
karena akan menimbulkan anomali dalam berbahasa. Konsep tentang kata penggolong
dapat ditemukan dalam (TBBI, 2003: 277). Demikian tertulis: Dalam bahasa
Indonesia baku, numeralia pokok ditempatkan di muka nomina dan dapat diselingi
oleh kata penggolong seperti: orang, ekor, buah. Urutannya dalam kalimat
menjadi numeralia, penggolong, nomina. Contoh Lima ekor sapi, selembar foto,
tiga batang bambu. Istilah pembantu atau penolong kata bilangan adalah istilah
yang digunakan dalam (KUBI, 1998).
Kita
kembali pada masalah penggunaan kata sebuah (buah) dan sebiji (biji) di
atas yang dinilai tidak tepat. Ketidaktepatan itu terjadi karena menyalahi
prinsip kolokasi dan pemakaian kata
pembantu bilangan. Untuk itu, kami perlu memberikan penjelasan sekaligus
patokan perihal penggunaan kata yang bantu bilangan antara lain:
(a)
biji dipakai untuk bermacam-macam benda sebagai
pengganti butir
(b)
bentuk
dipakai untuk benda yang berlekung seperti cincing dan gelang
(c)
butir
dipakai untuk sesuatu yang bulat dan kecil-kecil misalnya peluru
(d)
ekor
dipakai untuk semua binatang atau hewan
(e)
helai
dipakai untuk barang tipis dan halus seperti kertas, kain, rambut
(f)
kaki
dipakai untuk payung
(g)
laras
dipakai untuk senapan, senjata, bedil
(h)
lembar
dipakai untuk benda yang lebar dan tipis seperti papan, kertas, seng
(i)
pasang
dipakai untuk sesuatu yang berpasangan seperti mata, kaki, sandal
(j)
potong
dipakai untuk benda seperti baju, celana, sabun, syair
(k)
tube dipakai untuk pasta gigi dan tinta untuk
mesin stensil
(l)
unit dipakai untuk kendaraan, rumah, gedung
Meskipun
daftar yang ditulis di sini belum lengkap, kami yakin pembaca dapat menentukan
pilihan yang tepat untuk untuk menggantikan bijinya rumah dan buahnya celana.
Kita dapat menggantikannya menjadi seunit rumah dan sepotong celana. Kita bisa
menjahit sepotong celana pada para penjahit yang tinggal seunit
di salah satu kawasan perumahan. **
Tidak ada komentar:
Posting Komentar