Kejahatan
demi kejahatan terus mendera dan mengancam kehidupan manusia. Kejahatan
berwajah ganda terus terjelma ke dalam aneka tindakan yang menafikkan
keberadaan manusia yang konon, menempati posisi puncak dalam deretan ciptaan.
Dunia kita memang sungguh-sungguh telah menjadi panggung sandiwara untuk segala
pentas komedi bercampur tragedi yang tidak terjamah dalam ramalan dan mimpi
para ahli nujum. Seandainya manusia menghayati filosofi keputusaan, maka
kemungkinan banyak warga bumi ini menempuh jalan pintas mengakhiri hidupnya.
Ya, kejahatan menjadi kosmetik kehidupan zaman ini.
Percaya
atau tidak, itulah kondisi dunia kita yang senyatanya. Simak saja sederetan
berita yang memadati area head line media massa kita. Ada kejahatan antara adik
dan kakak, ada kejahatan antara rakyat dan pejabat, ada kejahatan antara DPR
dan pemerintah, ada kejahatan antara laki-laki dan perempuan, ada kejahatan
antara kakek uzur dan cucu ingusan, ada kejahatan antara pemilik proyek dengan
pemenang tender, ada kejahatan antara ini dan anu. Dalam aneka kejahatan itu
sudah pasti ada pelaku dan ada korban. Korban hampir selalu pasti diketahui
karena mamang korban selalu berada pada sudut mati sementara pelaku terus
dicari dalam janji yang senantiasa tidak pasti.
Harian
Flores Pos edisi Kamis (29/9) menyebar berita perihal pelbagai
model dan gaya kejahatan yang kasat mata bagi para pembaca. Semuanya terjadi
dan ada di sekitar kita. Kita dapat temukan berita utama dengan tampilan judul
yang bukan saja menentang tetapi lebih dari itu terkesan provokatif.
Judul-judul seperti (a) Polres Ende Lidik Kasus Gaji Ketigabelas;
(b) Mudita Janji Akan Lidik, (c) Dugaan Manipulasi Kupon SPBU, Belum
Ada Kesimpulan Penyidikan, kami
turunkan sebagai materi ulasan Rubrik Bahasa pada kesempatan ini.
Dalam
ketiga judul berita itu kita bisa menemukan perluasan berita dalam
kalimat-kalimat yang kami sertakan berikut ini:
(a) Kapolres
Ende menyatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan kasus gaji ke-13
29 DPR.
(b) Kapolres Waluyo menyatakan siap melakukan penyelidikan
atas kasus ini.
(c) Ketua
panitia anggaran diperiksa tim penyidik Kejaksaan Negeri Ende.
(d) Kepala
Kejari Ende berjanji menyelidiki pemberian gaji ke-13.
(e) Kapolres
Ende belum bisa menyimpulkan penyidikan kasus manipulasi kupon
Pada
ketiga judul berita di atas kita jumpai kata ‘Lidik’ dan ‘Penyelidikan’.
Bentuk penyedidikan juga muncul secara lebih variatif pada kutipan (a) s.d. (e)
misalnya bentuk penyelidikan, penyidik, menyelidiki, dan penyidikan. Tampilan
kata-kata dengan bentuk yang berbeda ini memungkinkan terjadinya salah tafsir
atas makna yang tersirat atau pun yang tersurat atas kata-kata tersebut.
Memperhatikan
bentuk yang bervariasi seperti itu, kita berhadapan dengan
satu bentuk yang baru yaitu bentuk
kata “Lidik”. Kata ini baru diluncurkan Flores Pos, sementara kamus
Besar Bahasa Indonesia belum memuat kata tersebut. Hal yang menarik bagi kita
justru karena kata tersebut menjuduli deretan berita kejahatan yang dilakukan
oknum yang berbeda latar belakang status sosial kemasyarakatannya.
Pertanyaan
muncul, apakah kata ‘lidik’ itu memang kata baru atau bentuk yang salah tetapi
dipaksakan hanya demi pertimbangan redaksional media? Untuk menentukan benar
atau tidak tanpa argumentasi tentu saja terlalu mudah. Kita menuntut adanya
argumentasi yang sungguh memadai dan berterima dalam memastikan keberadaan dan
kebenaran kata “lidik” itu. Untuk itulah kita menelusuri bentuk dasar dan
bentuk perubahan sepatah kata.
Kamus
Besar Bahasa Indonesia (1998: 837) hanya
mencantumkan kata ‘Sidik’ sedangkan kata ‘Lidik’ tidak ditemukan. Sampai di
sini kita dapat menduga bahwa pemilihan dan pemakaian bentuk ‘lidik’ itu
terjadi karena salah menduga bentuk dasar dari kata yang tampil dalam bentuk
yang mengalami proses morfologis.
Salah
satu hipotesis yang kemungkinan besar benar mengapa bentuk ‘lidik’ itu muncul
karena orang, penulis mengira bentuk ‘penyelidik’ dan ‘penyelidikan’ merupakan
bentuk yang diproses secara morfologis dari bentuk atau leksem dasar ‘lidik’.
Padahal, bentuk dasar yang ada hanyalah bentuk ‘sidik’ yang mengalami afiksasi
dengan imbuhan prefiks peN- dan
imbuhan konfiks peN-/-an.
Kata
‘sidik’ dalam kamus diperluas menjadi ‘selidik’ dengan pengertian dasar
bermakna: periksa. Bentuk ‘sidik’
dan ‘selidik’ ini dalam kaidah morfologis dirumuskan bahwa jika bentuk
dasar diawali dengan konsonan /s/ mengalami afiksasi dengan meN- atau peN-,
maka prefiks meN- dan peN- akan mengambil variasi bentuk
(alomorf) ‘meny-‘. Dengan
demikian bentuk ‘menyidik’ dan ‘penyidik’ muncul dari bentuk dasar ‘sidik’ yang
diimbuhi prefiks meN- dan PeN-; dan bentuk ‘menyelidik’ dan
‘penyelidik’ serta penyelidikan muncul dari bentuk dasar ‘selidik’ yang
mendapat imbuhan meN-, peN-, dan peN-/-an.
Berdasarkan
penjelasan di atas kita menyimpulkan bahwa bentuk ‘Lidik’ yang digunakan dalam
media Flores Pos itu salah. Judul berita (a) dan (b) itu
seharusnya menjadi (a) Polres Ende Sidik Kasus Gaji Ketigabelas;
(b) Mudita Janji Akan Sidik. Kejahatan berbahasa juga perlu disidik
atau diselidiki kebenarannya. Judul rubrik ini seharusnya menjadi Penyidik Belum Sidik artinya
Pemeriksa belum Memeriksa.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar