Peristiwa
pengeboman di Bali masih menyisakan
pelbagai kenangan tragis bagi keluarga yang mengalaminya. Kala itu, perhatian seluruh
dunia seakan-akan terarah ke ‘pulau dewata’. Peristiwa tragis yang menimpa seluruh penduduk Pulau
Bali itu telah memperpanjang deretan kisah duka karena sebelumnya hal serupa menimpa seluruh warga
Amerika. Amerika seluruhnya lumpuh karena bangunan yang menjadi lambang prestise dan
kebanggaan seluruh warganya, hancur berantakan.
Pada paragraf di
atas kita temukan konstruksi: seluruh dunia, seluruh penduduk, seluruh
warganya, dan Amerika seluruhnya. Konstruksi atau pola penyusunan kata
seperti ini dalam istilah Sutan Takdir
Alisjabana dikenal sebagai hukum DM.
Hukum DM dibatasi sebagai kaidah tentang unsur-unsur dalam konstruksi Bahasa
Indonesia baik dalam kata majemuk maupun dalam kalimat. Segala sesuatu yang
menerangkan selalu terletak di belakang yang diterangkan (Bdk. Kridalaksana,
1993:77-78). Hal ini tampaknya berlawanan dengan konstruksi dalam bahasa asing
(MD) misalnya Bahasa Inggris. Pola anak pintar dalam Bahasa Indonesia,
misalnya, dalam Bahasa Inggris menjadi clever
boy jika dikembalikan mengikuti pola Bahasa Indonesia harus diterjemahkan
menjadi pintar anak.
Masalah yang kita
jumpai dalam kaitan dengan konstruksi atau pola-pola yang dipaparkan di atas
adalah masalah makna yang diemban setiap konstruksi. Apakah pola warga
seluruh Amerika itu sama maknanya dengan pola seluruh warga Amerika?
Inilah persoalan pokok yang kita hadapi dan harus jelaskan karena pola-pola
seperti ini sering kita jumpai dalam tindak berbahasa baik lisan maupun
tulisan.
Dalam Rubrik Bahasa
yang lalu, telah diulas perihal penggunaan kata bersinonim: Semua, segala,
seluruh, dan segenap. Berdasarkan ulasan
tersebut kita mendapatkan informasi dan penjelasan tentang makna umum (makna
yang sering dianggap benar) bahwa
keempat kata itu menyatakan jumlah lebih dari satu atau jamak. Penjelasan yang
menyoroti makna umum itu dapat saja membingungkan pembaca. Hal itu ternyata
benar karena seorang pembaca yang sungguh mencintai bahasa Indonesia dan senang
mengikuti ulasan Rubrik Bahasa bertanya tentang perbedaan antara konstruksi “Seluruh
gubernur Indonesia” dan konstruksi “Gubernur seluruh Indonesia”.
Bagi kami, pertanyaan seperti ini penting karena dua konstruksi seperti ini
mirip dengan yang telah dicontohkan di atas.
Sebelum kita
mendapatkan jawaban untuk pertanyaan
tersebut, baiklah kita mencermati beberapa konstruksi sintaksis atau struktur
kalimat berikut dan maknanya sejauh yang dapat kita pahami.
(a) Menjelang Pemilu seluruh gubernur Indonesia bersidang di
Jakarta.
(b) Menjelang Pemilu gubernur seluruh Indonesia bersidang di
Jakarta.
(c) Seluruh rakyat
Indonesia diharapkan agar mengikuti pemilihan Presiden.
(d) Rakyat seluruh
Indonesia diharapkan agar mengikuti pemilihan Presiden.
(e) Pelayan membersihkan seluruh kamar.
(f) Pelayan membersihkan semua kamar.
Konstruksi (a) dan
(b) sepintas seolah-olah memuat informasi tentang hal yang sama atau dua kalimat itu bermakna sama.Padahal,
dua konstruksi itu harus dipertanyakan makna berkaitan dengan penggunaan kata
keterangan bilangan ‘seluruh’. Pada konstruksi (a) informasi yang mau
disampaikan berkaitan dengan jumlah gubernur
sebanyak yang ada di Indonesia. Kata seluruh pada konstruksi (a)
bermakna jamak artinya pasti banyak gubernur. Lain halnya dengan konstruksi (b)
kata ‘seluruh’ itu memberi keterangan pada kata Indonesia. Indonesia dalam pengertian sesungguhnya hanya
satu. Konstruksi (b) yang menggunakan
kata ‘seluruh’ tidak harus berarti jamak karena bisa terjadi di Indonesia hanya
ada seorang gubernur. Masalah yang persis sama kita jumpai pada konstruksi (c)
dan (d). Kata ‘seluruh; pada konstruksi (c) pasti menyatakan jumlah jamak
sedangkan pada konstruksi (d) bisa jamak tetapi bisa juga tunggal.
Kalau kita
bandingkan empat konstruksi ini dengan konstruksi (e) dan (f) maka kita akan
melihat secara jelas perbedaan makna pemilihan kata ‘semua’ dan ‘seluruh’ dalam
kalimat. Dari perbandingan itu kita akan menemukan kesalahan pemilihan kata
sebagai penyebab ambiguitas makna pada keempat konstruksi tersebut. Kata ‘seluruh’ dalam konstruksi (e) tidak
menyatakan bahwa ada banyak jumlah kamar (bukan menyatakan jamak) tetapi
menyatakan keutuhan. Kamarnya hanya satu
tetapi pelayan yang membersihkan kamar
itu tidak membiarkan ada bagian yang tidak dibersihkan. Pemakaian kata ‘semua’
pada konstruksi (f) jelas menyatakan makna jamak (lebih dari satu kamar).
Dengan melihat
perbandingan seperti ini, kita menyadari bahwa konstruksi (a) dan (c) yang
menggunakan kata keterangan jumlah ‘seluruh’ tergolong konstruksi yang salah.
Bentuk ‘semua’ dan ‘seluruh’ sebagai sinonim untuk konstruksi serupa itu harus
menggunakan kata keterangan ‘semua’ dan bukan ‘seluruh’. Konstruksi (a) dan (c)
seharusnya dibenahi menjadi konstruksi
(g) dan (h) berikut ini:
(g) Menjelang Pemilu semua gubernur Indonesia bersidang di
Jakarta.
(h) Semua rakyat
Indonesia diharapkan agar mengikuti pemilihan Presiden.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar