Harian Umum Pos
Kupang Kamis, (25/3) menurunkan berita berjudul “Bronjongnisasi, amankan
Wae Pesi”. Berita tersebut berkaitan dengan kunjungan anggota DPRD NTT ke
Kecamatan Reok yang dilanda banjir bandang. Judul berita tersebut sungguh
menarik perhatian kami sehingga kami gunakan sebagai bahan sajian Rubrik
Bahasa edisi ini. Untuk kepentingan
ulasan ini, kami sengaja menukil
beberapa kalimat yang tertulis pada berita tersebut seperti terlihat pada
kalimat (a) s.d. (d) berikut:
(a) Camat
Reok, Yoseph Anus, meminta pemerintah mempercepat program bronjongnisasi di
sepajang alur Kali Wae Pesi.
(b) Pemasangan
bronjong dilakukan mulai dari ujung Wae Pesi sampai muara kali.
(c) Camat
juga meminta agar pembangunan bronjong itu dilaksanakan mulai dari dusun Nanga
sampai di Gereja GMIT.
(d) Sementara
anggota tim DPRD NTT lainnya, Drs.Alo Basri, mengatakan, usulan program
bronjongnisasi di Wae Pesi itu perlu ditanggapi pemerintah.
Pada judul berita
dan kalimat (a) dan (d), kita temukan penggunaan kata ‘bronjongnisasi’.
Sementara itu, pada kalimat (b) dan (c) kita temukan penggunaan kata
‘bronjong’. Secara sekilas pembaca dapat menduga bahwa ‘bronjong’
merupakan bentuk dasar dan
‘bronjongnisasi’ merupakan bentuk yang telah mengalami pengafiksan. Ada dua
pertanyaan penting yang harus dijawab berkaitan bentuk ‘bronjong’ dan bentuk
‘bronjongnisasi’ ini. Pertama, apakah bentuk ‘bronjong’ itu merupakan bentuk
dasar yang benar? Kedua, apakah bentuk ‘bronjongnisasi’ itu merupakan bentuk
turunan yang telah mengalami pengafiksan yang sesuai dengan kaidah morfofonemik
bahasa Indonesia?
Kalau kita
menggunakan referensi Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka kita tidak akan
menemukan bentuk ‘bronjong’. Kata yang
ada pada kamus bukannya ‘bronjong’ melainkan ‘beronjong’. Kata ‘beronjong’ itu,
menurut KBBI (1998: 109) diartikan (1) Keranjang panjang terbuat dari kawat
atau bambu untuk kandang babi (2) Keranjang dari bambu atau anyaman kawat yang
berisi batu-batu untuk penahan arus air (banjir, gelombang laut, dsb.). Jadi,
bentuk yang benar adalah ‘beronjong’. Makna kata ‘beronjong’ dalam konteks
berita tentang bencana banjir bandang di atas, mengacu pada arti kedua yaitu
keranjang dari bambu atau anyaman kawat yang berisi batu-batu untuk penahan
arus air (banjir, gelombang laut, dsb.)
Persoalan pertama
tampaknya mudah kita menemukan jawabannya. Untuk persoalan kedua tentu saja
tidak semudah itu karena ada beberapa konsep penting yang harus dijelaskan
untuk dipahami secara benar. Kami menganjurkan agar setelah membaca ulasan ini,
pembaca dapat membandingkannya dengan ulasan kami yang termuat pada rubrik
bahasa sebelumnya masing-masing berjudul “Standardisasi dan Standarisasi”; “Vaksinasi, Sertifikasi, Miskinisasi”;
“Sosialisasi dan Abatesasi”.
Setelah kita
menetapkan bentuk yang benar ‘beronjong’ sebagai bentuk dasar, kita dapati
bentuk ‘beronjongnisasi’ untuk menggantikan bentuk ‘bronjongniasi’ pada judul
berita yang kami kutip. Bentuk ‘beronjongnisasi’ tampaknya paralel dengan
bentuk standarisasi, vaksinasi, sertifikasi, miskinisasi, sosialisasi dan
abatesasi. Sepintas, memang bentuk-bentuk seperti ini terkesan sebagai bentuk
yang ‘berterima’ atau bentuk yang benar tetapi sebenarnya ada yang salah pada
bentuk itu. Dari bentuk-bentuk itu, yang tergolong benar hanyalah bentuk
standarisasi, sosialisasi, dan miskinisasi. Bentuk vaksinasi, sertifikasi,
abatesasi bukanlah bentuk yang benar. Penjelasan tentang hal ini telah kami
turunkan pada edisi sebelumnya.
Bentuk
standarisasi, sosialisasi, dan miskinisasi adalah bentuk yang diturunkan
melalui proses morfologis berupa pengafiksan dengan akhiran asing –isasi. Bentuk isasi yang diimbuhkan pada satu bentuk
dasar bernosi (bermakna) menyatakan proses me-…-kan. Standardisasi,
sosialisasi, dan miskinisasi masing-masing bermakna menstandarkan,
menyosialkan, memiskinkan. Bentuk me-/-kan pada menstandarkan,
menyosialkan, memiskinkan paralel dengan nosi konfiks pe-/-an. Kita akan temukan bentuk yang sepadan
pestandaran, penyosialan, pemiskinan.
Bentuk
‘beronjongnisasi’ jelas tidak dapat disejajarkan dengan bentuk Standardisasi,
sosialisasi, dan miskinisasi karena dalam bentuk itu kita jumpai
bentuk dasar ‘beronjong’ dan seakan-akan diimbuhi akhiran nisasi. Dalam bahasa Indonesia, memang dimungkinkan pemakaian akhiran yang
diserap, diadopsi dan diadaptasikan tetapi harus mengikuti kaidah yang berlaku
perihal penggunaan unsur serapan. Bentuk nisasi tidak dikenal dalam bahasa
Indonesia. Bentuk akhiran yang ada hanya ‘-isasi’ yang diserap dan
diadaptasikan dari bahasa asing yang berakhiran ‘-isatie’ atau ‘-isation’.
Bentuk akhiran -isatie, -isation, dan -isasi itu dalam bahasa Indonesia
bermuatan makna paralel dengan makna imbuhan pe-/-an yaitu menyatakan ‘proses
me-‘. Imunisasi misalnya paralel dengan pengertian pengimunan. Nosi imbuhan
pe-/-an di sini sejajar pula dengan makna imbuhan me-/-kan yang menyatakan ‘hal
yang berkaitan dengan’. Pengimunan berarti proses membuat menjadi imun.
Kini, kita dapat
memastikan bahwa akhiran –nisasi pada kata ‘beronjongnisasi’ adalah bentuk yang
salah. Bentuk yang benar sesuai dengan kaidah adalah’beronjongisasi’. Maknanya
sejajar dengan makna pe-/-an pada kata ‘pemberonjongan’. Makna
kata ‘pemberonjongan’ itu sejajar dengan makna kata ‘beronjongisasi’ yaitu
segala hal yang berkaitan dengan pembuatan beronjong atau sama dengan kegiatan
memberonjongkan. Kita dapat mengatakan bahwa pengertian ‘bronjongisasi’ pada
berita di atas (meski bentuknya salah) mengacu pada makna segala usaha untuk
membangun beronjong untuk mengatasi bahaya banjir. Hal itu secara implisit termuat pada kutipan
berita pada kalimat (b) dan (c). Beronjongisasi di sini bermakna sama dengan
program memasang dan membangun beronjong. Kalimat (b) mengungkapkannya dengan
‘pemasangan beronjong’ dan kalimat (c) kita jumpai ‘pembangunan beronjong’.
Kita harus membenahi kalimat-kalimat (a) dan (d) di atas menjadi kalimat (e)
dan (f) berikut:
(e) Camat
Reok, Yoseph Anus, meminta pemerintah mempercepat program beronjongisasi
di sepajang alur Kali Wae Pesi.
(f) Sementara
anggota tim DPRD NTT lainnya, Drs.Alo Basri, mengatakan, usulan program beronjongisasi
di Wae Pesi itu perlu ditanggapi pemerintah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar