Selasa, 07 Agustus 2012

Penyidik Belum Lidik


Kejahatan demi kejahatan terus mendera dan mengancam kehidupan manusia. Kejahatan berwajah ganda terus terjelma ke dalam aneka tindakan yang menafikkan keberadaan manusia yang konon, menempati posisi puncak dalam deretan ciptaan. Dunia kita memang sungguh-sungguh telah menjadi panggung sandiwara untuk segala pentas komedi bercampur tragedi yang tidak terjamah dalam ramalan dan mimpi para ahli nujum. Seandainya manusia menghayati filosofi keputusaan, maka kemungkinan banyak warga bumi ini menempuh jalan pintas mengakhiri hidupnya. Ya, kejahatan menjadi kosmetik kehidupan zaman ini.
Percaya atau tidak, itulah kondisi dunia kita yang senyatanya. Simak saja sederetan berita yang memadati area head line media massa kita. Ada kejahatan antara adik dan kakak, ada kejahatan antara rakyat dan pejabat, ada kejahatan antara DPR dan pemerintah, ada kejahatan antara laki-laki dan perempuan, ada kejahatan antara kakek uzur dan cucu ingusan, ada kejahatan antara pemilik proyek dengan pemenang tender, ada kejahatan antara ini dan anu. Dalam aneka kejahatan itu sudah pasti ada pelaku dan ada korban. Korban hampir selalu pasti diketahui karena mamang korban selalu berada pada sudut mati sementara pelaku terus dicari dalam janji yang senantiasa tidak pasti.
Harian Flores Pos edisi Kamis (29/9) menyebar berita perihal pelbagai model dan gaya kejahatan yang kasat mata bagi para pembaca. Semuanya terjadi dan ada di sekitar kita. Kita dapat temukan berita utama dengan tampilan judul yang bukan saja menentang tetapi lebih dari itu terkesan provokatif. Judul-judul seperti (a) Polres Ende Lidik Kasus Gaji Ketigabelas; (b) Mudita Janji Akan Lidik, (c) Dugaan Manipulasi Kupon SPBU, Belum Ada Kesimpulan Penyidikan,  kami turunkan sebagai materi ulasan Rubrik Bahasa pada kesempatan ini.
Dalam ketiga judul berita itu kita bisa menemukan perluasan berita dalam kalimat-kalimat yang kami sertakan berikut ini:
(a)   Kapolres Ende menyatakan, pihaknya sedang melakukan penyelidikan kasus gaji ke-13 29 DPR.
(b)    Kapolres Waluyo menyatakan siap melakukan penyelidikan atas  kasus ini.
(c)    Ketua panitia anggaran diperiksa tim penyidik Kejaksaan Negeri Ende.
(d)   Kepala Kejari Ende berjanji menyelidiki pemberian gaji ke-13.
(e)    Kapolres Ende belum bisa menyimpulkan penyidikan kasus manipulasi kupon
Pada ketiga judul berita di atas kita jumpai kata ‘Lidik’ dan ‘Penyelidikan’. Bentuk penyedidikan juga muncul secara lebih variatif pada kutipan (a) s.d. (e) misalnya bentuk penyelidikan, penyidik, menyelidiki, dan penyidikan. Tampilan kata-kata dengan bentuk yang berbeda ini memungkinkan terjadinya salah tafsir atas makna yang tersirat atau pun yang tersurat atas kata-kata tersebut.
Memperhatikan bentuk yang bervariasi seperti itu, kita berhadapan  dengan  satu bentuk yang baru yaitu bentuk  kata “Lidik”. Kata ini baru diluncurkan Flores Pos, sementara kamus Besar Bahasa Indonesia belum memuat kata tersebut. Hal yang menarik bagi kita justru karena kata tersebut menjuduli deretan berita kejahatan yang dilakukan oknum yang berbeda latar belakang status sosial kemasyarakatannya.
Pertanyaan muncul, apakah kata ‘lidik’ itu memang kata baru atau bentuk yang salah tetapi dipaksakan hanya demi pertimbangan redaksional media? Untuk menentukan benar atau tidak tanpa argumentasi tentu saja terlalu mudah. Kita menuntut adanya argumentasi yang sungguh memadai dan berterima dalam memastikan keberadaan dan kebenaran kata “lidik” itu. Untuk itulah kita menelusuri bentuk dasar dan bentuk perubahan sepatah kata.
Kamus Besar Bahasa  Indonesia (1998: 837) hanya mencantumkan kata ‘Sidik’ sedangkan kata ‘Lidik’ tidak ditemukan. Sampai di sini kita dapat menduga bahwa pemilihan dan pemakaian bentuk ‘lidik’ itu terjadi karena salah menduga bentuk dasar dari kata yang tampil dalam bentuk yang mengalami proses morfologis.
Salah satu hipotesis yang kemungkinan besar benar mengapa bentuk ‘lidik’ itu muncul karena orang, penulis mengira bentuk ‘penyelidik’ dan ‘penyelidikan’ merupakan bentuk yang diproses secara morfologis dari bentuk atau leksem dasar ‘lidik’. Padahal, bentuk dasar yang ada hanyalah bentuk ‘sidik’ yang mengalami afiksasi dengan imbuhan  prefiks peN- dan imbuhan konfiks peN-/-an.
Kata ‘sidik’ dalam kamus diperluas menjadi ‘selidik’ dengan pengertian dasar bermakna: periksa.  Bentuk ‘sidik’ dan ‘selidik’ ini dalam kaidah morfologis dirumuskan bahwa jika bentuk dasar diawali dengan konsonan /s/ mengalami afiksasi dengan meN- atau peN-, maka prefiks meN- dan peN- akan mengambil variasi bentuk (alomorf) ‘meny-‘.  Dengan demikian bentuk ‘menyidik’ dan ‘penyidik’ muncul dari bentuk dasar ‘sidik’ yang diimbuhi prefiks meN- dan PeN-; dan bentuk ‘menyelidik’ dan ‘penyelidik’ serta penyelidikan muncul dari bentuk dasar ‘selidik’ yang mendapat imbuhan meN-, peN-, dan peN-/-an.
Berdasarkan penjelasan di atas kita menyimpulkan bahwa bentuk ‘Lidik’ yang digunakan dalam media Flores Pos itu salah. Judul berita (a) dan (b) itu seharusnya menjadi (a) Polres Ende Sidik Kasus Gaji Ketigabelas; (b) Mudita Janji Akan Sidik. Kejahatan berbahasa juga perlu disidik atau diselidiki kebenarannya. Judul rubrik ini seharusnya menjadi  Penyidik Belum Sidik artinya Pemeriksa belum Memeriksa.*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar