Selasa, 07 Agustus 2012

Diputus Bebas; Dipanen Perdana


Harian Umum Flores Pos Edisi Kamis, 2 Juli 2004, halaman 2 dan 4 memuat beberapa berita masing-maing berjudul: Calon DPD NTT Diputus Bebas, Kakek YL Dituntut 5 Tahun Penjara, dan  Pemerintah Diminta Serius Perhatikan Bendungan Sutami. Ketiga judul berita tersebut memenuhi kaidah penjudulan untuk karya yang terkategorikan sebagai karya jurnalistik. Ketiga judul itu mengacu pada kaidah yang sungguh pakem dan tidak tergugat dalam kebijakan redaksional sebuah media termasuk Flores Pos. Judul-judul itu tergolong singkat dan menarik sebagaimana dipersyaratkan dalam hukum jurnalistik.
Semula kami memang tidak berniat mempersoalkan judul-judul berita itu tetapi judul-judul itu justru dipersoalkan para siswa kami. Pada kesempatan pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia khususnya ketika membahas materi kalimat aktif dan pasif, secara tidak langsung masalah tentang subjek, peredikat, objek, dan keterangan untuk kalimat harus dibicarakan. Di sinilah kami berhadapan dengan pertanyaan siswa soal subjek, predikat, objek, serta keterangan untuk konstruksi yang diperlihatkan pada judul berita yang kami angkat ini. Bahkan, seorang siswa pernah mencatat dari Harian yang sama judul berita yang mirip yaitu “Dipanen perdana kokon ulat sutra”.
Siswa kami melihat konstruksi (a) Calon DPD NTT Diputus Bebas, (b) Kakek YL Dituntut 5 Tahun Penjara, (c) Pemerintah Diminta Serius Perhatikan Bendungan Sutami, dan (d) Dipanen perdana kokon ulat sutra, sebagai konstruksi kalimat pasif (dilihat dari bentuk kata yang menempat fungsi predikatnya). Konsekuensinya, konstruksi-konstruksi pasif tersebut dapat ditransformasikan menjadi kalimat aktif. Di sinilah kita berbenturan dengan problem yang serius  perihal fungsi subjek, predikat, objek, dan keterangan pada konstruksi di atas.
Konstruksi-konstruksi itu jika ditransformasi ke bentuk aktif masing-masing akan memunculkan bentuk (a) Bebas memutus Calon DPD NTT, (b) 5 Tahun Penjara menuntut Kakek YL, (c) Serius meminta Pemerintah Perhatikan Bendungan Sutami, dan (d) Perdana memanen kokon ulat sutra. Pola dan bentuk kalimat aktif seperti ini sungguh taat pada asas dan kaidah tentang kalimat aktif dan kalimat pasif dalam tata bahasa Indonesia. Persoalannya, bentuk-bentuk seperti ini tidak berterima, tidak gramatikal, menyalahi kaidah kebahasaan yang standar.
Jika bentuk aktif yang dihasilkan dalam proses transformasi ini tergolong tidak gramatikal, maka tidak ada kesimpulan lain selain menegaskan bahwa konstruksi pasif yang dijadikan sebagai judul berita-berita itu memang tidak gramatikal. Judul-judul itu hanya berterima dalam konteks wacana jurnalistik tetapi tidak berterima pada tataran wacana yang bersentuhan dengan masalah tata bahasa khususnya kaidah sintaksis yang pakem, standar, baku. Sekali lagi, perspektif dan dunia para jurnalis memang relatif sulit berdamai dengan perspektif dan dunia seorang guru, pendidik bahasa Indonesia.
Sebagai guru dan pendidik, kami tidak serta merta menilai apa yang diturunkan media itu sebagai sesuatu yang salah. Kami tetap menyadari bahwa suatu ukuran tidak  dapat berlaku mutlak  karena  kesahihan suatu alat ukur  amat bergantung pada dan ditentukan oleh objek yang hendak diukur. Konteks materi atau objek yang diukur  dapat merelatifkan kemutlakan suatu alat ukur. Ibarat timbangan tidak dapat dipakai untuk mengukur  tinggi sebuah gunung demikian pula ukuran standar untuk karya jurnalistik tidak serta merta dapat dipakai untuk mengukur ketaatasasan dan kepatuhan seorang jurnalis pada kaidah gramatika untuk  bahasa standar yang digeluti guru bahasa. Konteks wacanalah yang menjadi pertimbangan sehingga dari sanalah  mengalir aliran bahasa yang baik di samping aliran bahasa yang benar.
Sebagai guru, kami juga yakin bahwa media massa adalah sarana pendidikan bahasa untuk pembaca. Karena itu, media berkewajiban menjawabi panggilan mulia mendidik masyarakat dalam hal berbahasa di samping berbahasa secara baik tetapi juga berbahasa secara benar. Judul-judul berita yang kami angkat ini memang membingungkan pembaca, termasuk siswa kami, karena pelesapan unsur-unsur atau fungsi sintaksis terutama fungsi Objek dalam konstruksi pasif atau fungsi Subjek dalam konstruksi aktif.
Gejala pelesapan dengan pertimbangan redaksional seperti ini, memang dapat diminimalisasi ketika pembaca membaca detil berita yang menjabarkan judul yang singkat itu. Detil untuk judul berita (a) Calon DPD NTT Diputus Bebas: Calon anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) terpilih Yoseph Bona Manggo akhirnya diputus bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Kupang. (b) Kakek YL Dituntut 5 Tahun Penjara: Kakek YL (61), terdakwa pelaku pemerkosaan terhadap AM, bocah berusia 10 tahun dituntut dengan hukuman kurungan selama lima tahun oleh Jaksa Penuntut Umum, (c) Pemerintah Diminta Serius Perhatikan Bendungan Sutami: Direktur Yayasan Kembang Lestari, Theodorus Dekrasano  meminta pemerintah untuk lebih serius memperhatikan kondisi bendungan Sutami yang saat ini kondisinya diberikan sangat parah (d) Dipanen Perdana Kokon Ulat Sutra: Dhae menjelaskan, kokon ulat sutra yang dipanen perdana tersebut hanya dijadikan contoh.
Uraian berita tampaknya mengurangi kebingungan pembaca ketika berhadapan dengan judul-judul berita. Pada uraian berita tentu saja kita tetap menemukan masalah tetapi kadar kebingunan buat pembaca relatif lebih kecil.  Satu ajakan buat teman jurnalis: marilah kita membuktikan kecintaan kita pada bahasa kita karena bahasa adalah media bagi media massa yang ingin mendidik masyarakat perihal bahasa yang bukan hanya baik tetapi benar.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar