Selasa, 07 Agustus 2012

Bijinya Rumah, Buahnya Celana


Pada suatu kesempatan ke kota kami menumpang bus angkutan perkotaan. Di dalam bus kami sempat merekam percakapan sang sopir perihal harta milik majikannya. Sopir itu menceriterakan kepada penumpang yang duduk di sampingnya bahwa majikannya telah memiliki lima biji kendaraan roda enam, tiga biji mobil roda empat untuk mengangkut penumpang di daerah perkotaan, tiga biji sepeda motor, dua biji rumah mewah dan sebiji rumah untuk toko. Di samping itu sang majikan memiliki tiga buah kebun kopi, dan sebuah sawah yang luas. Penumpang yang duduk bersebelahan dengan sopir itu mengangguk-anggukkan kepalanya sambil berkata: “Kalau demikian majikanmu itu orang hebat”.
Wacana yang kami rekam dari percakapan dalam bus kota ini sebenarnya tidak perlu kami persoalkan karena kami menyadari bahwa bahasa yang dipakai dalam kisah itu memang baik, komunikatif, dan memenuhi kriteria laras bahasa untuk seorang sopir. Dalam konteks, bahasa yang formal tentu saja bahasa yang digunakan sang sopir itu perlu dipersoalkan. Masalah serupa ini, dalam keadaan terpaksa, kami  angkat dalam rubrik bahasa ini karena kesalahan yang mirip bahkan sama dilakukan juga oleh media massa kita yang mengemban pelbagai peran strategis termasuk membina dan mendidik pembaca untuk menggunakan bahasa yang baik dan benar.
Untuk itu, tidaklah salah kalau kami mengambil contoh berdasarkan berita yang diturunkan Harian Umum Flores Pos edisi Selasa, (8/6). Kita dapat membaca berita berjudul Koper Watanabu Berisi Barang-Barang ‘Aneh’  yang dijadikan headline. Berita ini terkait dengan ditemukannya jenazah seorang turis asal Jepang. Kematian Watanabu seolah-olah memunculkan buah-buah aneh pada kata-kata yang sebenarnya tidak dapat diperlakukan sebagai buah. Pada keseluruhan berita itu kita dapat membaca hampir 40 kata ‘sebuah’ yang dirangkaikan atau diikuti kata antara lain: koper, selimut, dasi, tas, hair dry, kemeja, kaos, jas, celana, handuk, hanger, cermin, sikat gigi, pasta gigi, batu baterai, sisir, korek api, adaptor, sabun, stop kontak, kuitansi, kantong plastik, ikat pinggang, payung, dan dompet. Semua kata ini didahului kata keterangan bilangan (numeralia) “sebuah”.
Pemakaian kata se(buah) pada petikan berita Flores Pos ini dapat kita tempatkan secara paralel dengan pemakan kata se(biji) pada cerita yang disampaikan seorang sopir di atas. Kita ambil satu contoh untuk meringkas semua pemakaian kedua kata itu dalam dua wacana di atas. Kita berhadapan dengan masalah ‘bijinya  rumah’ dan ‘buahnya celana’. Apa sebenarnya yang menjadi masalah untuk kita? Ya, masalahnya berkaitan dengan penggunaan (se)biji dan (se)buah itu. Jika orang memakan kacang tanah, maka itu sama artinya orang mau menghabiskan biji entah hanya sebiji entah berbiji-biji. Jika seseorang memetik satu buah pepaya, maka itu sama artinya ia memetik sebuah pepaya.
Untuk menjelaskan kemelut tentang ‘bijinya rumah dan buahnya celana’ kita diajak untuk memahami beberapa konsep pokok dalam berbahasa. Kita harus memahami konsep kolokasi, kata penggolong, kata bantu/penolong bilangan dalam bahasa Indonesia.  Kolokasi dapat diartikan sebagai asosiasi (kombinasi) yang tepat antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat. Kata gadis misalnya hanya dapat diikuti kata keterangan cantik, molek, ayu. Tidak dapat diikuti kata indah, ganteng, gagah karena akan menimbulkan anomali dalam berbahasa. Konsep tentang kata penggolong dapat ditemukan dalam (TBBI, 2003: 277). Demikian tertulis: Dalam bahasa Indonesia baku, numeralia pokok ditempatkan di muka nomina dan dapat diselingi oleh kata penggolong seperti: orang, ekor, buah. Urutannya dalam kalimat menjadi numeralia, penggolong, nomina. Contoh Lima ekor sapi, selembar foto, tiga batang bambu. Istilah pembantu atau penolong kata bilangan adalah istilah yang digunakan dalam (KUBI, 1998).
Kita kembali pada masalah penggunaan kata sebuah (buah) dan sebiji (biji) di atas yang dinilai tidak tepat. Ketidaktepatan itu terjadi karena menyalahi prinsip kolokasi dan  pemakaian kata pembantu bilangan. Untuk itu, kami perlu memberikan penjelasan sekaligus patokan perihal penggunaan kata yang bantu bilangan antara lain:
(a)   biji dipakai untuk bermacam-macam benda sebagai pengganti butir
(b)   bentuk dipakai untuk benda yang berlekung seperti cincing dan gelang
(c)    butir dipakai untuk sesuatu yang bulat dan kecil-kecil misalnya peluru
(d)   ekor dipakai untuk semua binatang atau hewan
(e)    helai dipakai untuk barang tipis dan halus seperti kertas, kain, rambut
(f)     kaki dipakai untuk payung
(g)   laras dipakai untuk senapan, senjata, bedil
(h)   lembar dipakai untuk benda yang lebar dan tipis seperti papan, kertas, seng
(i)     pasang dipakai untuk sesuatu yang berpasangan seperti mata, kaki, sandal
(j)     potong dipakai untuk benda seperti baju, celana, sabun, syair
(k)    tube dipakai untuk pasta gigi dan tinta untuk mesin stensil
(l)      unit dipakai untuk  kendaraan, rumah, gedung
Meskipun daftar yang ditulis di sini belum lengkap, kami yakin pembaca dapat menentukan pilihan yang tepat untuk untuk menggantikan bijinya rumah dan buahnya celana. Kita dapat menggantikannya menjadi seunit rumah dan sepotong celana. Kita bisa menjahit sepotong celana pada para penjahit yang tinggal seunit di salah satu kawasan perumahan. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar