Jumat, 03 Agustus 2012

Kali Pertama Kali


Pada kesempatan pertemuan atau kegiatan yang bercorak resmi (protokoler), semisal acara pelantikan Lurah atau kegiatan sejenisnya, mungkin kita pernah mendengar ucapan-ucapan seperti yang kami turunkan sebagai contoh untuk kolom Rubrik Bahasa pada kesempatan ini.
(a)    Pertama-tama saya mengucapkan selamat datang kepada para tamu yang telah hadir di ruangan ini.
(b)    Pertama kali  saya mengucapkan selamat datang di ruangan yang sederhana ini.
(c)    Yang harus kita lakukan pertama-tama mendukung lurah dengan segala program kerjanya.
(d)   Yang harus kita lakukan pertama kali ialah mengontrol pelaksanaan program di tingkat kelurahan kita.
(e)    Pertama kali kami, atas nama Panitia, mohon maaf    atas segala kekurangan dalam penyelenggaraan pertemuan ini.
Kalimat contoh (a) s.d. (e) di atas menggunakan kelompok kata ‘pertama-tama’ dan ‘pertama kali’ secara bergantian. Persoalannya muncul ketika orang mempertanyakan kemungkinan penggunaan dua kelompok kata (frase) itu untuk saling menggantikan atau dipertukarkan. Dengan kata lain, apakah kelompok kata ‘pertama-tama’ dapat dipertukarkan dengan kelompok kata ‘pertama kali’ atau sebaliknya? Sepintas memang terasa bahwa dua kelompok kata itu dapat saling menggantikan dalam penggunaannya tetapi kajian kebahasaan memberikan kita jawaban yang lebih memadai dan dapat dipertanggungjawabkan.
Untuk menjelaskan masalah seperti ini, kita perlu melihat makna dasar kelompok kata tersebut. Bentuk ‘pertama-tama’ menurut KUBI (1998:676) berarti (1) mula-mula, paling awal (2) terutama, terpenting (3) terlebih dahulu. Bentuk ‘pertama kali’ juga berarti mula-mula.  Artinya, mengacu pada makna (1) dari pertama-tama. Sampai di sini kita boleh menyimpulkan dua bentuk itu dapat saling menggantikan. Argumentasi berdasarkan analisis konteks leksikal ini tentu saja masih harus dipertanyakan mengingat adanya bentuk yang sejajar dengan kelompok kata ‘pertama kali’ misalnya bentuk ‘kedua kali, ketiga kali, ke seratus kali, dan seterusnya. Sementara itu, kita tidak akan menemukan bentuk kedua-dua, ketiga-tiga, keseratus-seratus sebagai bentuk yang paralel dengan  kelompok kata ‘pertama-tama’.
Bentuk pertama kali, kedua kali, ketiga kali, merujuk pada makna sejumlah peristiwa dengan tekanan utama berkaitan dengan frekuensi peristiwa atau kejadian. Pemakaian bentuk pertama (tama), kedua, ketiga, tidak lagi merujuk pada jumlah (frekuensi) kejadian, melainkan merujuk pada urutan pengutamaan (prioritas) tentang suatu tindakan. Jika dalam sambutan dikatakan: Pertama kali saya mengucapkan terima kasih ... padahal belum tentu bahwa baru pertama kali dia mengucapkan kata "terima kasih".  Hal yang sebenarnya dimaksudkan adalah bahwa dalam sambutan itu pembicara menggunakan kesempatan itu pertama(-tama) untuk menyampaikan ucapan terima kasih.  Tetapi, kalau dikatakan: Gunung Egon itu baru pertama kali meletus maka pembaca memahami bahwa Gunung Egon itu sebelumnya tidak pernah meletus.
Jadi kalau dikatakan: Pertama-tama saya mengucapkan selamat datang artinya dalam kesempatan itu yang pertama-tama hendak disampaikan ialah ucapan "selamat datang".  Tentu ucapan "selamat datang" itu bukan baru pertama kali itu dikatakannya. Dalam kesempatan-­kesempatan lain pembicara itu tentu saja pernah mengucapkan kata ‘selamat datang’.  Tetapi, kalau dikatakan: Timo baru pertama kali menumpang pesawat terbang saat ke Jakarta artinya sebelum ke Jakarta Timo tidak pernah menumpang pesawat terbang.
Ada hipotesis yang mengatakan bahwa munculnya bentuk ‘pertama kali’ atau ‘kedua kali’ itu sebenarnya menunjukkan adanya kasus interferensi (kekacauan kode kebahasaan) dalam diri dwibahasawan (pebahasa) yang menggunakan bahasa ibu tertentu dan pola atau struktur bahasa ibu mempengaruhi bahasawan itu ketika berbahasa Indonesia. Kita dapat menduga bahwa bentuk seperti itu merupakan bukti adanya interferensi sambutan-sambutan bahasawan yang menjadikan bahasa Jawa sebagai bahasa ibu.
Jika seorang yang berbahasa Jawa menyampaikan sambutan, maka kita akan mendengar ucapan dalam bahasa Jawa ini: Ingkang sepisan kula ngaturaken gunging panuwun dhumateng para rawuh sedaya.  Kaping kalihipun dan seterusnya. Dalam bahasa Jawa sepisan berarti 'sekali' atau 'pertama kali', sedang kaping kalih berarti 'kedua kali'.
Jadi pertama-tama artinya 'terlebih dulu', 'yang paling awal disampaikan dalam suatu kesempatan', atau 'yang diutamakan’ (yang diberi prioritas pertama) untuk dikemukakan', sedang pertama kali artinya 'baru terjadi sekali itu, sebelumnya tidak terjadi'. Dengan ini, kita dapat membetulkan contoh-contoh kalimat di atas.
Perlu ditegaskan di sini bahwa bentuk ulang (reduplikasi) pertama-tama bukannya perulangan yang benar. Kata pertama berasal dari bahasa Sansekerta pratama.  Jadi kata pertama itu bukan berasal dari kata dasar tama yang berprefiks per-.  Dalam bentuk ulang pertama-tama "tama" diperlakukan sebagai kata dasar. Kata pertama-­tama dapat kita pergunakan dengan makna seperti tersebut di atas dan harus dibedakan pemakaiannya dari pertama kali.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar