Selasa, 07 Agustus 2012

Korban untuk Kurban


Rabu, 10 Maret 2004 bagi masyarakat Manggarai merupakan hari kelabu karena pada hari itu seorang imam putra Manggarai, Pater Bernard Jebabun, SVD dimakamkan. Upacara pemakaman itu didahului dengan perayaan Misa Kudus di Paroki Ka Redong. Kurban misa itu dipimpin Uskup Ruteng, Mgr. Eduardus Sangsun, SVD.  Lebih dari itu, pada hari yang sama terjadi penyerangan (paling kurang begitu yang dapat kita baca dalam surat kabar) ke gedung bekas Mapolres Ruteng oleh sekelompok warga dari kampung Colol. Insiden itu menewaskan lima orang sekaligus dan kemudian bertambah seorang. Keenam orang itulah yang kemudian dikenal sebagai korban tragedi Rabu kelabu. Pihak kepolisian tampaknya tidak jatuh korban.
Dalam berita tentang pemakaman Pater Bernard Jebabun, SVD kita temukan konstruksi ‘kurban misa’ dan dalam berita tentang penyerangan oleh masyarakat Colol kita temukan konstruksi ‘korban tragedi’ dan ‘jatuh korban’. Kita berhadapan dengan bentuk kembar yang sekilas dianggap memiliki makna yang sama.  Dalam tindak berbahasa yang biasa, kadang-kadang kita tidak menyadari bahwa dua bentuk itu bermakna sangat berbeda. Perhatikanlah contoh (a) s.d. (e) berikut:
(a)   Setiap anak harus menghormati ibu yang banyak berkurban.
(b)   Pengurbanan orang tua harus dihargai dengan belajar giat.
(c)    Abraham mengorbankan Ishak karena kesetiaannya kepada Yahwe.
(d)   Babi dipakai dalam ritus korban sebelum mengevakuasi jenazah di Danau Kelimutu.
Informasi yang terkandung dalam contoh-contoh di atas dipahami secara baik dan pasti oleh pembaca atau pendengar.  Bagi pembaca atau pendengar yang kurang mendalami masalah bahasa, kata korban dan kurban itu sama saja. Entah huruf o atau huruf u, tidak perlu dipersoalkan. Bagi mereka yang bergelut dan bergulat dengan pelbagai masalah bahasa, penggunaan kata korban dan kurban itu justru harus dipersoalkan. Penggunaan dua huruf itu justru mempunyai pengaruh besar dalam menentukan nuansa makna yang diemban kata itu. Ibarat orang tidak mempersoalkan huruf c dan d pada kata cari dan lari, meskipun kedua kata itu bermakna sangat berbeda.
Lalu, apa sebenarnya yang membedakan kata korban dari kata kurban itu? Pertanyaan ini dapat dijawab dengan melihat penggunaan kata itu dalam konteksnya.  Pemakaian dua kata itu dapat dikatakan benar jika cocok dengan konteksnya.  Konteks yang dimaksudkan berkaitan dengan situasi tutur yang menyertai pembentukan kalimat yang mengandung kata kurban atau korban itu. Jika konteksnya dipastikan, maka orang tidak akan menggunakan kata-kata itu secara serampangan.
Ada dua konteks yang menjadi bahan pertimbangan dalam memilih kata korban atau kurban ketika seseorang berwacana atau menyusun kalimat. Konteks pertama adalah konteks profan, bercorak duniawi, urusan jasmani yang kadang-kadang dicoraki kekerasan. Untuk kontkes profan seperti ini, penggunaan kata yang tepat adalah kata ‘korban’ bukan kata kurban. Konteks yang kedua berpautan dengan segala hal rohani yang mempertautkan manusia dengan Tuhan atau realitas rohani lainnya (dalam kaitannya dengan kepercayaan tertentu). Untuk konteks seperti ini, kata kurban menjadi pilihan yang tepat dan bukan korban.
Berdasarkan dua kategori konteks  seperti ini, kita dapat menilai ketepatan penggunaan kata korban dan kurban serta bentuk turunan dua kata tersebut seperti yang terlihat dalam contoh-contoh di atas. Contoh (a) dan (b) berkonteks profan sehingga bentuk yang dipilih secara tepat adalah korban. Sementara itu, contoh (c) dan (d) berkonteks rohani, religius sehingga bentuk yang tepat untuk digunakan adalah kata kurban. Dengan demikian kita dapat membetulkan keempat contoh itu seperti terlihat pada kalimat (e) s.d. kalimat (h) berikut:
(e)     Setiap anak harus menghormati ibu yang banyak berkorban.
(f)     Pengorbanan orang tua harus dihargai dengan belajar giat.
(g)   Abraham mengurbankan Ishak karena kesetiaannya kepada Yahwe.
(h)   Babi dipakai dalam ritus kurban sebelum mengevakuasi jenazah di Danau Kelimutu.
Untuk memudahkan kita membedakan sekaligus memastikan ketepatan penggunaan dua kata ini, baiklah kita melihat apa yang tertulis di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1998:461, 479). Di sana kita temukan batasan leksikal kata korban dan kurban. Korban berarti (1) pemberian sebagai pernyataan kebaktian, kesetiaan (2) orang atau binatang yang menderita akibat suatu kejadian, perbuatan jahat dan kata kurban berarti (1) persembahan kepada Tuhan (2) pujian atau persembahan kepada dewa-dewa. Jadi, kalau seekor babi disembelih masyarakat untuk meminta bantuan para dewa (penunggu) di Danau Kelimutu agar tindakan evakuasi jenazah seseorang yang jatuh ke dalam danau dapat berjalan tanpa rintangan, maka dapat dikatakan bahwa masyarakat membuat ritus kurban dan babilah yang dijadikan sebagai korbannya karena disembelih.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar