Jumat, 03 Agustus 2012

Sosialisasi Kontra Abatesasi


71.  Sosialisasi kontra Abatesasi

Harian Umum Flores Pos Edisi Rabu, 4 Februari 2004 hlm.2 dan 3 menurunkan dua berita masing-masing dengan judul : KPU Ende Sosialisasi Kampanye Pemilu  dan Dinkes Lakukan Abatesasi pada 2 Lokasi. Pada berita pertama kita dapati kalimat (a), (b), dan (c) berikut:
(a)   Komisi pemilihan Umum (KPU)  Kabupaten Ende menurut rencana, Sabtu (7/2) akan melaksanakan sosialisasi kampanye Pemilu.
(b)   Sosialisasi tersebut akan dihadiri  pengurus partai politik (parpol), para camat, dan Panwaslu.
(c)    Perihal sosialisasi kampanye tersebut disampaikan ketua Divisi Sosialisasi KPU Ende.
Pada berita kedua, kita dapati kalimat
(d)   Untuk mengantisipasi wabah demam berdarah, malaria dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kelurahan Putolando dan Paupire, Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten Ende telah melakukan abatesasi pada wilayah dua kelurahan tersebut, pekan lalu.
(e)    Kegiatan antara lain memberikan bubuk abate pada rumah-rumah yang tinggi terkena penyakit.
Judul-judul berita seperti ini, mengingatkan kita akan satu topik rubrik bahasa pada waktu yang lalu dengan judul Vaksinasi, sertifikasi, miskinisasi. Inti masalah yang dibahas melalui judul itu terkait dan terikat pada penggunaan imbuhan asing atau imbuhan serapan dari kata asing. Sekadar mengingatkan kita akan ulasan itu, kami uraikan lagi proses pembentukan kata vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi. Bentuk dasar ketiga kata berimbuhan itu masing-masing vaksin (nomina), sertifikat (nomina), miskin (adjektiva).
Makna muatan bentuk vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi menyatakan proses me- yang paralel dengan makna konfiks pe-/-an. Vaksinasi itu paralel dengan proses memvaksin atau pem-vaksin-an yang berarti memberi vaksin. Sertifikasi itu paralel dengan bentuk proses membuat sertifikat atau pe-nyertifikat-an yang berarti  usaha membuat sertifikat. Miskinisasi paralel dengan proses membuat atau menjadi miskin atau pe-miskin-an.
Menurut kaidah penulisan unsur serapan, unsur asing yang menyatakan makna proses me- atau yang paralel dengan konfiks pe-/-an menyatakan proses itu setara dengan bentuk akhiran -isasi. Itu  artinya bentuk vaksinasi dan sertifikasi menyalahi kaidah penulisan unsur serapan. Seharusnya kita mengalihkan proses memberi vaksin itu menjadi vaksinisasi dan proses membuat sertifikat itu menjadi sertifikatisasi.
Kalau kita kembali pada judul yang diturunkan pada kesempatan ini, maka kita dapat memperlakukan dan membandingkan bentuk sosialisasi dan bentuk abatesasi itu dengan kasus *vaksinasi dan *sertifikasi. Bentuk sosialisasi  pada judul di atas paralel dengan bentuk miskinisasi pada ulasan terdahulu. Baik bentuk sosialisasi maupun bentuk miskinisasi sama-sama berakhiran asing ‘-isasi’ dan sesuai dengan kaidah penyesuaian penulisan imbuhan asing  ke dalam bahasa Indonesia. Bentuk sosialisasi  dan miskinisasi merupakan bentuk yang benar.
Lalu, bagaimana dengan bentuk dan penulisan abatesasi pada judul berita dan pada kalimat (d) di atas? Untuk menentukan jawaban yang pasti, kita mau tidak mau harus merunut proses pembentukan kata itu. Kata abate dikategorikan sebagai benda (nomina) yang sekategori dengan kata listrik yang dapat menurunkan bentuk listrikisasi dan neon yang dapat menurunkan bentuk neonisasi. Abate adalah sejenis obat dalam kemasan berupa tepung atau bubuk yang biasanya dipakai untuk memusnahkan jentik-jentik nyamuk penyebar penyakit demam berdarah. Biasanya ditempatkan pada wadah berisi air yang berpontensi dihinggapi nyamuk penyebar demam berdarah.
Mengacu pada penjelasan di atas, kita dapat memastikan bahwa proses memberikan atau menyebarluaskan penggunaan bubuk abate sebagaimana dipersyaratkan pada kalimat (e), dapat pula diungkapkan secara lain dengan menggunakan akhiran -isasi  pada kata dasar abate.  Kita  akan dapati bentuk yang benar yaitu abateisasi dan bukan *abatesasi. Kalau kita mempertahankan bentuk *vaksinasi, *sertifikasi, dan *abatesasi, maka itu berarti ada akihiran sasi yang bermakna proses dalam bahasa Indonesia. Padahal, kita tidak mengenal akhiran seperti itu.
Kesimpulannya jelas bagi kita bahwa pemakaian bentuk akhiran -isasi pada kata sosialisasi dalam kalimat (a) s.d. (c) di atas  adalah bentuk yang benar. Sebaliknya, bentuk *abatesasi merupakan bentuk yang salah karena ketidaktaatasasan pada kaidah penulisan imbuhan asing -isasi. Kita harus membetulkan judul berita di atas menjadi Dinkes Lakukan Abateisasi pada 2 Lokasi dan kalimat (d) menjadi “Untuk mengantisipasi wabah demam berdarah, malaria dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kelurahan Putolando dan Paupire, Dinas Kesehatan (Dinkes) kabupaten Ende telah melakukan abateisasi pada wilayah dua kelurahan tersebut, pekan lalu”. Agak sulit memang diucapkan, tetapi kita toh tidak suka bergampang-gampang lalu mengabaikan apa yang seharusnya dan sebenarnya. Hal yang sama juga kita harus membiasakan diri memilih bentuk vaksinisasi dan sertifikatisasi**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar