Jumat, 03 Agustus 2012

Cara Proses Konsekuensi Risiko


58.Cara-Proses; Konsekuensi-Risiko


Media dan koran-koran lokal kita sering meliput dan memberitakan pelbagai kasus perkara baik perkara pidana maupun perkara perdata. Dalam pelbagai proses untuk menyelesaikan perkara tersebut, sering kita mendengar pelbagai  wacana, kalimat, tuturan yang menarik untuk dianalisis dari disiplin linguistik (kebahasaan). Tuturan, kalimat  (a) dan (b) berikut merupakan tuturan yang dapat kita jumpai dalam berita surat kabar kita berkaitan dengan beberapa kasus.
(a)   Keputusan itu tidak sesuai dengan cara dan proses hukum yang berlaku.
(b)   Anak di bawah umur  belum mengerti konsekuensi dan risiko tindakannya.
Pada contoh di atas terdapat kata-kata yang ditempatkan secara paralel yaitu kata cara dan proses [kalimat (a)] dan kata konsekuensi dan risiko [kalimat (b)]. Secara sepintas dua contoh kalimat di atas memang tidak membawa masalah berarti tetapi kalau dilihat dalam konteks analisis berbahasa, kedua kalimat itu sepantasnya dipermasalahkan. Mengapa? Karena kata-kata yang dinilai paralel itu, jelas-jelas memiliki makna yang berbeda. Bagaimana kita harus menjelaskan perihal masalah pokoknya?
Untuk mengulas permasalahan tentang perbedaan makna kata cara dan proses dalam kalimat (a) dan perbedaan makna kata konsektiensi dan risiko dalam kalimat (b) dapat dijelaskan sebagai berikut.  Kata cara secara leksikal berarti "jalan yang harus ditempuh", "jalan untuk mela­kukan sesuatu".  Sementara itu, kata proses dapat bermakna "rangkaian tindakan atau perbuatan", "runtutan perubahan atau peristiwa".
Dengan mencermati batasan-batasan leksikal seperti ini, kita dapat mengenal atau  mengidentifikasi unsur pembeda (distinctive features) untuk setiap kata tersebut. Kata cara pada kalimat (a) semata-mata menunjuk atau mengacu pada "jalan atau tindakan bagaimana sesuatu dikerjakan", sedangkan kata proses lebih menunjuk atau mengacu pada "rangkaian tindakan bagaimana sesuatu diker­jakan".  Jadi, sebenarnya kedua kata itu memiliki jangkauan ke­luasan makna yang berbeda, yang satu (proses) lebih luas daripada yang lainnya (cara).
Kata risiko yang sering kali disalahtuliskan (bdk. bentuk baku dan tidak baku) menjadi resiko bermakna "akibat yang berkonotasi tidak menyenangkan", sedangkan kata konsekuensi dapat bermakna "akibat dari se­suatu tindakan atau perbuatan dan masih bercorak netral". Artinya, dapat bermakna positif dan dapat pula bermakna negatif.   Perbedaan makna kedua kata itu menjadi sangat jelas kalau dilihat dalam konteks seperti pada kalimat (b). Jadi, jelaslah kiranya bagi kita bahwa kedua kata yang kelihatannya bermakna sama dan sering digunakan secara bergantian itu sebenarnya sangat berbeda karena ada unsur pembeda yang menonjol. Sepintas kata-kata itu memang kelihatan dan terasa sebagai sinonim tetapi dalam pemakaiannya (aspek pragmatik) kata-kata itu mewakili muatan makna yang berbeda.
Kata seperti: megah, agung, akbar, besar, mulia, raya memang bercorak sinonim  tetapi kata “mulia” tidak dapat dipakai sebagai atribut untuk kata “jalan”, “gedung”. Demikian juga kata pertemuan tidak dapat diatributi dengan kata megah sehingga menghasilkan bentuk *jalan megah.
Kata-kata yang secara umum dianggap seolah-olah sama makna atau bersinonim sebenarnya tidak pernah dapat persis sama karena pasti terdapat unsur pembeda di dalamnya bahkan yang sangat kecil sekalipun. Sebuah kata akan dianggap ber­sinonim dengan kata lain manakala unsur pembedanya kecil atau sangat kecil.  Sebaliknya jika antarkata itu berunsur pem­beda besar atau sangat besar maka kata-kata itu pasti memilki muatan makna yang sangat berbeda.
Dalam kajian disiplin semiotik, suatu kata akan lahir karena ada hal tertentu yang harus disimbolkan dengan kata itu. Jadi, kalau dipan­dang dari perspektif semiotik, tidak akan pernah ada kata yang memi­liki makna persis sama dengan kata yang lain.  Kata membawa, mengangkat, menjinjing, menggendong kendatipun secara umum kelihatannya hampir sama, masing-masing memiliki unsur pembeda yang jelas sehingga setiap kata dibedakan maknanya dengan kata yang lainnya.
Sama halnya dengan masalah kata yang secara linguistis bermakna ganda (ambiguous), dalam pragmatik tidak pernah ada kata yang bermakna seperti itu karena dasar penafsiran maknanya adalah latar belakang konteks kapan dan di mana tuturan itu digunakan.  Sebuah kata akan bermakna berbeda ketika muncul dalam konteks yang berbeda.  Dengan perkataan lain, sebuah kata akan bermakna ganda hanya jika penafsiran maknanya dilepaskan dengan konteks tuturan.  Hal seperti itu merupakan kenyataan yang jarang terjadi dalam pemakaian bahasa sehari-hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar