Jumat, 03 Agustus 2012

Jamak Terjadi dan Terlihat


72. Jamak Terjadi dan Terlihat


Beberapa hari lalu seorang rekan bertanya kepada kami tentang arti ungkapan jamak terlihat dan jamak terjadi. Menurut penanya ungkapan itu didapatinya dalam surat kabar. Lalu kami merunut surat kabar dan berhasil menemukan ungkapan itu dalam konteks berita yang relatif panjang. Ternyata, Flores Pos edisi Rabu, (11/2) halaman 14 memuat dua tulisan  masing-masing berjudul: “Gara-gara Dituding Curi Star, Piter Neke Nilai Soi Arogan” dan “ Rakyat Berhak Pecat Anggota DPR”. Kedua berita tersebut merupakan karya jurnalistik koresponden Flores Pos berinisial (hil) yang berdomisili di Jakarta. Berita  pertama  merupakan wacana perdebatan dua oknum dari dua partai politik yang berbeda. Sementara itu, berita kedua berisi pandangan atau komentar seorang kandidat doktor hukum perihal tanggung jawab para anggota DPR. Dari dua berita itu kita jumpai kalimat (a) dan (b) berikut:
(a)   Hal serupa jamak terjadi di mana-mana.
(b)   Jamak terlihat: anggota Dewan telah menjadi subordinat dari pejabat-pejabat eksekutif.
Bagi penanya penggunaan kata ‘jamak’ pada dua kalimat itu tidak tepat dan kedengarannya tidak lazim. Ketidaklaziman itu, akan terasa jelas kalau menempatkan penggunaan kata jamak itu pada keseluruhan konteks pewacanaan dua berita di atas. Secara pragmatik pembaca yang bertanya itu memahami makna kata jamak pada dua kalimat di atas, sebagai substitusi kata banyak (berkaitan dengan jumlah) atau sering (berkaitan dengan frekuensi).
Konsep dan pengertian substitusi kata  seperti ini dalam kajian kebahasaan  terpaut erat pada istilah sinonim kata. Pembaca tentu saja mengetahui pengertian konsep sinonim itu dengan segala aturan pemakaiannya dalam kalimat atau wacana. Penggunaan sinonim itu memang sah-sah saja tetapi karena pertimbangan rasa, citra berbahasa, penggunaan sinonim sebagai unsur substitutif mengharuskan pemakaiannya secara tepat. Pilihan kata yang tepat turut menentukan cita rasa sebuah wacana. Pendek kata, kita harus memahami seluk beluk konsep sinonim dalam tindak berbahasa baik lisan maupun tertulis.
Hal pokok yang dipersoalkan penanya berkaitan dengan ketepatan penggunaan kata ‘jamak’ pada dua kalimat di atas. Apakah tepat kata ‘jamak’ itu yang harus menempati sebagian kalimat tersebut? Untuk itulah, kita perlu memahami konsep sinonim itu dalam berbahasa. Kita mencoba membandingkan kemungkinan kata ‘jamak’ itu diganti dengan sinonimnya ’banyak’ atau ‘sering’. Pertanyaan tentang ketepatan pemakaian kata jamak pada dua kalimat di atas dapat diduga karena pembaca memahami kata jamak itu sebagai lawan kata tunggal atau satu.
Konsep Jamak (plural) dan tunggal (singular) dalam tata bahasa biasanya memberi keterangan pada kata berkategori nomina (benda) dan tidak memberi keterangan pada kata berkategori verba (kerja). Penggunaan jamak pada contoh di atas justru memberi keterangan pada verba. Itulah yang menimbulkan kesan ketidaklaziman dan menuntut kehadiran unsur substitusi dengan mengambil sinonim kata jamak sesuai konteks wacana. Penanya memberi alternatif substitusi kata jamak itu dengan kata banyak atau sering.
Penggantian seperti ini tentu saja dapat diterima dengan mempertimbangkan dasar argumentasi di balik penggantian itu. Pemahaman penanya akan kata jamak yang sinonim dengan kata banyak atau sering mengharuskannya mengganti kata jamak itu dengan kata banyak atau sering. Kami pada dasarnya menerima  argumentasi seperti itu apalagi kalau bertolak dari konsep kesesuaian penempatan kata (kolokasi) jamak dengan kata berkategori verba.  Jamak menuntut  penggunaan kata berkategori nomina, bukan verba. Apakah dengan ini masalahnya sudah terjawab?
Penjelasan di atas memang kelihatannya cukup memadai tetapi sebenarnya tidak semudah itu kita mengganti kata jamak itu dengan unsur sinonimnya. Penggunaan kata jamak di atas dapat dipertahankan tanpa harus merasa tidak lazim. Mengapa? Karena kata jamak itu bercorak polisemi artinya memiliki banyak arti. Dalam Kamus Sinonim tercantum dua arti pokok untuk kata jamak yaitu (1) lazim, tidak aneh, biasa, wajar, umum (2) banyak, majemuk, ganda (Harimurti, 1989:54). Lebih dari itu, KBBI (1989:348) memuat 4 makna dasar kata jamak yakni (1) lazim, tidak aneh, lumrah (2) bentuk kata yang menyatakan lebih dari satu atau banyak (3) wajar (4) berkaitan dengan urusan keagamaan.
Setelah merunut makna leksikal kata jamak dan melihat keseluruhan konteks penggunaannya pada kutipan (a) dan (b) di atas, kita dapat memastikan bahwa kata jamak yang dipakai penulis berita mengacu pada makna yang pertama dan bukan pada makna kedua. Kita patut bersyukur karena sebenarnya pemakaian kata ‘jamak’ dalam dua berita itu sungguh memberikan kita informasi dan pengetahuan bahwa kata jamak  yang berarti banyak itu hanyalah pengertian kedua setelah pengertian dasarnya yang pertama. Kalau sampai ada yang merasa penggunaaan kata ’jamak’ itu tidak lazim itu samata-mata karena orang hanya membatasi pengertian kata itu pada arti banyak.
Jadi, pembaca boleh saja mengartikan jamak itu sebagai banyak tetapi jangan lupa arti dasarnya. Arti dasar itulah yang digunakan dalam contoh di atas. Jamak artinya biasa, lazim, wajar.  Kita dapat mengubah kalimat di atas menjadi kalimat (c) dan (d) berikut:
(c)    Hal serupa  biasa (lazim, wajar)  terjadi di mana-mana.
(d)   Biasa (lazim, wajar)  terlihat: anggota Dewan telah menjadi subordinat dari pejabat-pejabat eksekutif. **

Tidak ada komentar:

Posting Komentar