Jumat, 03 Agustus 2012

Memperpanjang Waktu


Hari Jumat, tanggal  19 Februari 2004 yang lalu kami sempat menghadiri pertemuan bernuansa pendidikan. Para kepala sekolah mulai jenjang TK sampai dengan SMA termasuk pimpinan Perguruan Tinggi Katolik dari pelbagai yayasan di Manggarai hadir sebagai peserta. Narasumber, Prof. DR.Josef Sumarsono, didatangkan dari Komisi Pendidikan KWI. Pertemuan yang diprakarsai Pimpinan Yayasan Sukma Pusat ini, membahas pelbagai hal yang terkait masalah pendidikan. Hal yang hendak disampaikan dalam ulasan ini bukanlah berita tentang kegiatan itu melainkan hal yang berkaitan dengan penggunaan bahasa dalam pertemuan itu.
Melalui ulasan rubrik bahasa edisi ini kami hanya menurunkan masalah penggunaan bahasa umumnya dan secara khusus berkaitan dengan dinamika pertemuan itu. Ada beberapa wacana yang sempat kami catat dan perlu diulas dalam rubrik ini. Wacana dimaksud berujud kalimat yang diucapkan juru acara, moderator, dan pembawa acara seperti kami kutip berikut ini:
(a)       Kesempatan pertama kami serahkan waktu kepada ketua panitia penyelenggara (diucapkan oleh juru acara).
(b)       Untuk tidak memperpanjang waktu, kami kembalikan waktu dan kesempatan kepada pembawa acara (maksudnya juru acara)(diucapkan ketua panitia).
(c)        Demikian saja beberapa informasi dari kami kesempatan dan waktu kami kembalikan kepada moderator. (diucapkan narasumber)
(d)       Setelah kita mendengarkan penjelasan narasumber, maka sekarang kita diberi kesempatan dan waktu untuk berdiskusi. (diucapkan moderator)
(e)        Terima kasih atas waktu dan kesempatan yang diberikan kepada kami. (diucapkan peserta pertemuan).
Wacana seperti contoh di atas sudah jamak kita dengar dan jarang sekali kita persoalkan.  Kita begitu terbiasa mendengar wacana seperti itu sehingga kita tidak dapat melihat dan merasakan hal salah pada kalimat seperti itu (minimal kalau wacana itu kita tempatkan pada tataran logika berbahasa). Pada kalimat di atas sebenarnya kita dapat menemukan kesalahan. Apa dan di mana sebenarnya  kesalahan itu kita dapatkan? Untuk itu  melihat kembali secara cermat kalimat-kalimat di atas.
Kata ‘waktu’ dan kata ‘kesempatan’ dalam bahasa Indonesia dikategorikan sebagai sinonim (dari kata sin artinya sama atau serupa dan onim artinya nama).  Sinonim diartikan sebagai kata yang dikelompokkan dengan kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum. Dengan kata lain, kata yang bermakna pusat yang sama tetapi bernilai rasa yang berbeda. Bermakna denotasi yang sama tetapi bermakna konotasi yang berbeda (Tarigan, 1990:17).
Pada kelima contoh di atas, kata waktu dan kesempatan dipakai secara bervariasi dilihat dari penempatannya dalam kalimat. Bentuk pertama ditulis kesempatan dan waktu [kalimat (a), (c), dan (d)] dan bentuk kedua ditulis waktu dan kesempatan [kalimat (b) dan (e)]. Pemakaian kata ‘kesempatan’ dan ‘waktu´ pada contoh (a) tidak dapat dipertukarkan atau saling menggantikan tempatnya meskipun keduanya bersinonim. Lain halnya dengan contoh (c) dan (d), kata ‘kesempatan’ dan waktu dapat dipertukarkan tempatnya. Demikian juga dapat berlaku pada contoh kalimat (b) dan (e). Mengapa pada contoh (a) tidak dapat dipertukarkan? Jawabannya karena letak atau penempatan dua kata itu berjauhan letaknya dalam kalimat sehingga kalau dipertukarkan maka akan muncul kalimat yang kedengarannya tidak lazim.  Akan muncul kalimat: *Waktu pertama kami serahkan kesempatan kepada ketua panitia penyelenggara.
Lalu, bagaimana caranya agar kalimat ini diperbaiki? Mengingat, kedua kata (kesempatan dan waktu) itu sinonim, maka kalimat itu harus diubah dengan menghilangkan dalah satu dari dua kata itu. Kita akan temukan dua kemungkinan (i)  Kesempatan pertama kami serahkan kepada ketua panitia penyelenggara atau (ii) Pertama kami serahkan waktu kepada ketua penyelenggara.
Setelah kita mengikuti proses pembenahan kalimat (a) seperti ini, kita dapat melihat bahwa kalimat (b) s.d. (e) juga harus dibenahi. Pada contoh (b) kita berhadapan dengan masalah logika berbahasa. Kelompok kata ‘untuk tidak memperpanjang waktu’ pada kalimat: Untuk tidak memperpanjang waktu, kami kembalikan waktu dan kesempatan kepada pembawa acara kedengarannya tidak logis. Mengapa? Karena waktu itu mengalir terus sedangkan yang diperpanjang atau diperpendek sebenarnya adalah pembicaraan, acara, aktivitas yang berlangsung dalam waktu. Jadi, bukan waktunya yang diperpanjang atau diperpendek tetapi aktivitas berbicaranya. Makna logis dari kalimat (b) itu sebenarnya mau mengatakan kepada kita bahwa ketua panitia ingin mempersingkat acara sambutannya. Kalimat (b) dapat diubah menjadi:  Untuk tidak memperpanjang pembicaraan, sambutan ini, kami kembalikan waktu kepada pembawa acara.
Model pembenahan terhadap contoh (a) dan (b) di atas dapat kita terapkan pula pada contoh (c), (d), dan (e). Cara  membenahi kalimat-kalimat itu harus mempertimbangkan penggunaan kata bersinonim seperti yang dijelaskan di atas. Kata ‘kesempatan’ dan kata ‘waktu’ yang tertulis pada dalam ketiga kalimat itu dapat saling menggantikan.  Jadi kata kesempatan dapat ditukar dengan kata waktu dan sebaliknya kata waktu diganti dengan kata kesempatan. Hal yang harus selalu diingat berkaitan dengan kemungkinan saling menggantikan di sini tidak dimaksudkan bahwa dua kata tersebut dipakai secara paralel seperti contoh-contoh yang ditampilkan di atas.
Saling menggantikan dalam konteks contoh tadi berarti  alternatif karena makna umum, makna pusat, makna denotasi  kata itu sama, kita hanya diperbolehkan memilih salah satu. Kalau kita memilih kesempatan berarti menghindari penggunaan kata waktu atau sebaliknya. Dengan demikian ketiga kalimat terakhir itu dapat dibenahi sehingga masing-masing menjadi: (c) Demikian saja beberapa informasi dari kami kesempatan kami kembalikan kepada moderator. (d) Setelah kita mendengarkan penjelasan narasumber, maka sekarang kita berkesempatan untuk berdiskusi. (e) Terima kasih atas waktu yang diberikan kepada kami.
Sekaranglah waktunya kita mempersingkat pembicaraan kita supaya kita jangan lalu berkata waktu kita diperpanjang. Hal yang diukur dengan kata panjang dan pendek, singkat dan lama hanyalah aktivitas kita yang berlangsung dalam waktu. Kalau setelah membaca ulasan ini kita masih berucap ‘memperpanjang waktu’ itu sama artinya kita tidak menghargai waktu karena kita sebenarnya memperlama, memperpanjang deretan kesalahan kita dalam berbahasa.**  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar