38. Vaksinasi, Sertifikasi, Miskinisasi
Batasan perihal berita yang paling mudah dipahami pernah dirumuskan Lord
Northcliff dari Inggris. If a
dog bites a man, it is not news, but if a man bites a dog it is news. Kalau anjing
menggigit manusia itu bukan berita, tetapi kalau manusia menggigit anjing
(tentu bukan yang sudah menjadi daging) itu adalah berita. Ketika bencana penyakit rabies melanda kawasan Flores, batasan itu tentu
layak diragukan kebenarannya. Alasannya terlampau sederhana. Anjing yang dahulu
menjadi objek gigitan manusia (tentu setelah menjadi daging) kini berbalik
kiblat. Manusia dijadikan objek gigitan
(meskipun manusia belum menjadi daging). Aksi binatang yang berubah kiblat ini tentu
membingungkan. Untuk mengantisipasi kebingungan itu, manusia- yang kini- harus
menerima balas dendam bangsa anjing dipaksa untuk mengakrabi kata baru vaksinasi.
Ketika sebagian warga masyarakat kejangkitan virus rabies, fenomena
gigit-menggigit dengan taruhan nyawa seakan-akan menjadi sandiwara berkarakter
tragedik merambah luas dalam wujud perang tanding. Tanah sejengkal dijadikan
titik awal bagi penglahiran alur tragedi perang tanding. Bersamaan dengan
fenomena perang tanding merebut tanah, muncul pula kata baru yang kedua bagi
masyarakat kita: sertifikasi.
Masalah rabies dan tragedi perang tanding belum berakhir muncul masalah
lain yang tidak kalah tragisnya. Masyarakat yang seharusnya mendapat bantuan
berupa beras karena masih menyandang predikat memalukan ‘miskin’ tetap bertahan
pada predikat tidak terpuji itu. Bahkan, nama mereka dijual murah untuk
mendukung mereka yang sudah berpunya ‘kuasa dan jabatan’. Kondisi seperti ini,
melahirkan kata baru yang ketiga untuk kita miskinisasi seperti
dipakai saudara saya: Maxi Regus dalam salah satu artikel Opininya dalam Flores
Pos beberapa waktu lalu.
Dalam ketiga contoh kasus di atas kita temukan tiga kata: Vaksinasi,
Sertifikasi, dan Miskinisasi. Ketiga kata ini
merupakan kata bentukan masing-masing dari bentuk dasar Vaksin, Sertifikat, dan
Miskin. Vaksin dan Sertifikat masuk ke dalam kategori kata Benda (Nomina) dan
miskin berkategori kata sifat
(adjektif). Bentuk vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi adalah kata bentukan
yang ditransformasikan dari bentuk dasar. Perhatikan contoh-contoh berikut:
(a) Pihak rumah sakit
mengaku kehabisan vaksin sehingga vaksinasi terhadap penderita rabies
mengalami hambatan.
(b) Karena Lukas Cengi
tidak dapat menunjukkan lembaran sertifikat bukti kepemilikan tanah yang sah,
pemerintah terpaksa mengupayakan sertifikasi lahan pertanian secara
tertib.
(c) Ketidakpedulian
pihak berwewenang terhadap rakyat miskin di pedesaan merupakan satu
bentuk miskinisasi gaya
pejabat.
Pembentukan kata
vaksinasi dari kata vaksin (a) dan sertifikasi dari kata sertifikat (b)
tampaknya berbeda dengan pembentukan kata miskinisasi untuk kata miskin (c).
Pada contoh (a) bentuk dasar vaksin
hanya diberi akhiran asi sedangkan pada contoh (b) terjadi pelesapan
fonem [t] pada bentuk dasar lalu diberi akhiran si. Contoh (c) bentuk
dasar miskin diberi akhiran isasi. Pemakaian akhiran asi dan si
pada contoh (a) dan (b) tidak lazim dalam pembentukan kata bahasa Indonesia . Hal ini dapat dibuktikan dengan sulitnya menemukan kata-kata lain dengan
proses pembentukan yang sama.
Lain halnya pemakaian akhiran isasi pada kata miskin seperti pada
contoh (c) banyak dikenal dalam bahasa Indonesia. Kita mengenal bentuk imunisasi,
Neonisasi, Sosialisasi, dan sebagainya. Akhiran isasi
dalam bahasa Indonesia bermakna (a) sejajar dengan makna afiks pe-/-an yaitu
usaha atau proses me. Soasialisasi misalnya, sejajar dengan
usaha/proses pemasyarakatan, Bentuk afiksisasi pe-/-an itu sejajar pula dengan
bentuk me-/-kan; (b) menyatakan hal yang berhubungan dengan. Neonisasi
misalnya sejajar dengan kata peneonan; atau hal yang berhubungan dengan
penggunaan penerangan listrik pada suatu daerah, pemakaian neon.
Bagaimana dengan kata vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi? Dengan
mencermati uraian di atas, jelas kiranya bagi kita bahwa bentuk vaksinasi yang
dimaknai sebagai proses memberi vaksin seharusnya mengambil bentuk vaksinisasi
bukan vaksinasi. Usaha menyertifikatkan tanah, penyertifikatan sebagai
proses seharusnya mengambil bentuk sertifikatisasi bukan sertifikasi.
Usaha memiskinkan rakyat yang paralel dengan pemiskinan
secara tepat sejajar dengan kata miskinisasi dan tentu bukan miskinasi.
Akhirnya kita akan menerima kalimat (d) dan (e) berikut
ini berdasarkan
(d)
Pihak rumah sakit
mengaku kehabisan vaksin sehingga vaksinisasi terhadap penderita rabies
mengalami hambatan.
(e)
Karena Lukas Cengi
tidak dapat menunjukkan lembaran sertifikat bukti kepemilikan tanah yang sah,
pemerintah terpaksa mengupayakan sertifikatisasi lahan pertanian secara
tertib.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar