37. EBTA/EBTANAS atau EBTA/Ebtanas
Dua bentuk kata yang dijadikan judul di atas sama-sama merupakan kependekan
dari bentuk lengkap Evaluasi Belajar Tahap Akhir/ Evaluasi Belajar Tahap Akhir
Nasional. Bentuk yang panjang ini sering disingkat dengan dua model di atas.
Sepintas keduanya dapat dikatakan sebagai bentuk ringkas dalam wujud kembar.
Kita dapat menderetkan sebanyak-banyaknya bentuk kembar yang biasa ditemukan
dalam tindak berbahasa (khususnya bahasa tulis). Kita kenal bentuk:;
KORPRI-Korpri (Korps Pegawai Republik
Indonesia); BIDES-Bides (Bidan Desa); MUSPIDA-Muspida (Musyawarah
Pimpinan Daerah); POLRI-Polri (Polisi
Republik Indonesia) IPTEK-Iptek (Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi)
Berhadapan dengan bentuk kembar
seperti ini, dapat saja membingungkan, terutama kalau orang mempersoalkan
bentuk yang baku menurut kaidah penulisan singkatan dan akronim dalam bahasa
Indonesia. Sebagai bentuk kembar, orang tergoda dan terkecoh untuk memilih
bentuk penulisan yang benar, walaupun mengacu bentuk panjang sama.
Bentuk-bentuk ringkas seperti contoh di atas dalam dunia bahasa dikenal
dengan istilah akronim. Dalam tindak berbahasa, sering orang menyamakan atau
mengindentikkan begitu saja istilah
singkatan dan akronim. Dua istilah itu, merupakan dua hal yang memiliki
perbedaan. Buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang dihasilkan oleh
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa terbitan Grasindo, 1993 Bab ke-5
membedakan secara tegas pengertian dua istilah itu.
Singkatan ialah istilah yang tulisannya dipendekkan dengan tiga kemungkinan
(a) bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih dan dilisankan secara lengkap
(km untuk kilometer, cm untuk sentimeter); (b) bentuk tulisannya
terdiri atas satu atau lebih huruf dan dilisankan huruf demi huruf (TKW untuk Tenaga
Kerja Wanita, MC untuk Master of Ceremony (juru acara); (c)
bentuk yang ringkas dengan cara melesapkan sebagian unsurnya (lab untuk
laboratorium, harian untuk surat kabar harian).
Akronim adalah singkatan berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau pun
gabungan kombinasi huruf dan suku kata yang diperlakukan sebagai kata. Contoh
akronim rudal untuk peluru kendali; tilang
untuk bukti pelanggaran; Kadis untuk Kepala
Dinas. Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat
disimpulkan bahwa akronim juga merupakan singkatan. Jadi, setiap akronim
sekaligus merupakan singkatan tetapi tidak setiap singkatan disebut akronim.
Singkatan cakupannya lebih luas daripada akronim.
Kembali pada masalah penulisan singkatan dan akronim seperti contoh pada
judul di atas. Kita mempersoalkan penulisan singkatan sekaligus akronim
EBTA/EBTANAS atau EBTA/Ebtanas. Manakah dari dua cara penulisna ini yang benar?
Kalau kita melihat proses pembentukan singkatan sekaligus akronim EBTA
diasalkan dan dibentuk dengan mengambil huruf awal setiap kata dalam bentuknya
yang panjang yaitu Evaluasi Belajar Tahap Akhir.
Sedangkan bentuk singkat sekaligus akronim EBTANAS dan Ebtanas sama-sama
diasalkan dari bentuk panjang yang sama yaitu Evaluasi Belajar Tahap
Akhir Nasional. Kalau kita konsisten dengan apa yang kita
perlakukan pada bentuk EBTA, maka bentuk panjang Evaluasi Belajar
Tahap Akhir Nasional harus ditulis menjadi *EBTANas.
Penulisan seperti ini menyalahi prinsip praktis dan estetika sehingga harus
ditulis menjadi Ebtanas. Pengambilan tiga aksara awal paka kata Nasional (Nas)
mengharuskan penulisan huruf kapital di depan kata itu takhluk untuk diubah
menjadi huruf kecil. Ketidakteraturan pengambilan aksara atau suku kata untuk
membentuk singkatan dan akronim itu mengharuskan penulisannya diubah.
Dengan penjelasan ini, kita bisa memilih bentuk Korpri untuk
(Korps Pegawai Republik Indonesia);
Bides untuk (Bidan Desa); Muspida untuk (Musyawarah Pimpinan
Daerah); Polri untuk (Polisi Republik
Indonesia); Iptek untuk (Ilmu Pengetahuan
dan Teknologi) bukan *KORPRI; *BIDES; *MUSPIDA;
*POLRI; *IPTEK.
Ini hanya beberapa contoh. Pembaca diberi kesempatan untuk melihat dan
mencermati penulisan singkatan dan akronim dalam media massa kita yang
menunjukkan gejala akronimania yang dibentuk menurut selera dan naluri
mencari jalan pintas dengan singkatan. Hal ini memang spele, kecil, dan
sederhana tetapi kita tentu sadar bahwa kapal karam justru karena adanya
cela-cela kecil yang tidak dicermati dan dibenahi tempat merembes masuknya air.
Ketelitian dan kecermatan dalam memilah, membedakan lalu memilih yang benar
juga menjadi ukuran kecerdasan. Termasuk kecerdasan berbahasa.**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar