40. Mempestakan; Memerotes
Kalau kita termasuk orang yang berniat
menambah wawasan melalui aktivitas membaca (budaya baca) dan dengan itu lebih
cermat membolak-balik koran atau surat kabar, mungkin kita akan menjumpai
kalimat-kalimat (a) s.d. (d) berikut ini:
(a) Umat katolik diminta untuk tidak mempestakan Komuni Suci
Pertama.
(b) Pedagang kaki lima menduduki kantor DPR, memerotes
pemindahan lokasi jual-beli.
(c) Beberapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sering mengeritik
pejabat yang korup.
(d) Mahasiswa biasanya mengkontrak rumah selama mengikuti
kuliah di perguruan tinggi.
Secara sepintas, mungkin kita akan menilai
keempat kalimat itu bukan hanya baik ditinjau dari aspek pragmatik, proses
komunikasi, tindak tutur (speech act)
tetapi juga benar ditinjau dari aspek ketaatasasan pada kaidah kebahasaan.
Kalau keempat kalimat di atas dikaji dalam konteks morfologi (proses
pembentukan kata) maka kita akan menemukan kesalahan proses membentuk kata yang
terkandung di dalam keempat kalimat di atas.
Pada keempat kalimat di atas, kita jumpai
kata mempestakan, memerotes, mengeritik, dan mengkontrak.
Bentuk dasar dari kata-kata itu adalah pesta, protes, kritik, dan
kontrak. Bentuk mempestakan, memerotes, mengeritik, mengkontrak secara spontan
dapat ‘dianggap’ sebagai bentuk yang mengalami proses morfologis (afiksisasi).
Bentuk mempestakan ‘dianggap’ sebagai bentukan dari bentuk dasar pesta
dan diberi afiks (konfiks) meN-/-kan; bentuk memerotes, mengeritik,
dan mengkontrak diduga sebagai bentukan dari bentuk dasar protes, kritik, kontrak
yang diberi afiks (prefiks) meN-.
Kalau kita mencermati bentuk dasar
masing-masing kata tersebut, kita dapati dua bentuk atau pola yang berbeda
terutama bentuk lahiriah kata (cara penulisan). Kelompok pertama pesta dan kontrak.
Kelompok kedua protes dan kritik. Proses morfologis kata pesta
sama dengan kata pukul, pikul, pancing. Proses morfologis kata kontrak sama
dengan kata kirim, kenal, kabar, kubur. Proses morfologis kata protes sama
dengan kata praktik, prihatin, prakarsa. Proses morfologis kata kritik sama
dengan kata khusus, khawatir, khayal.
Proses afiksisasi terhadap kata berpola
pertama mengikuti kaidah ini: Bila imbuhan meN- atau meN-/-kan
dilekatkan pada kata yang diawali konsonan /p/ dan /k/ maka imbuhannya akan
mengambil variasi bentuk (alomorf) mem- dan meng-. Juga terjadi
pelesepan bunyi [p] dan bunyi [k]. Pikul diberi imbuhan meN- menjadi
memikul; kenal diberi imbuhan meN- menjadi mengenal. Proses morfologis
bentuk kata pola kedua jelas berbeda meskipun pola itu, berkata dasar sama-sama
diawali konsonan /p/ dan /k/. Apa yang membuat keduanya berbeda? Sederhana
saja. Perhatikanlah bunyi yang mengikuti konsonan itu. Apakah bunyi vokal atau
justru bunyi konsonan lagi? Kita temukan di sini ada konsonan yang letaknya
berurutan (gugus konsonan). Gugus konsonan itu biasa disebut kluster.
Afiksasi terhadap kata dasar dengan gugus
konsonan seperti itu tidak menyebabkan terjadinya proses pelesapan bunyi pada
bentuk dasar meskipun kaidah nasalisasi tetap berlaku yaitu munculnya alomorf mem-
untuk kata dasar bergugus konsonan awal /p/ dan meng- untuk kata dasar
bergugus konsonan awal /k/.
Berdasarkan uraian seperti di atas, kita
lalu menyimpulkan bahwa bentuk kata mempestakan, memerotes, mengeritik, mengkontrak
pada kalimat (a) s.d. (d) di atas jelas salah. Bentuk yang benar nyata dalam
kalimat (e) s.d. (h) berikut:
(e) Umat katolik diminta untuk tidak memestakan Komuni Suci
Pertama.
(f) Pedagang kaki lima menduduki kantor DPR, memprotes
pemindahan lokasi jual-beli.
(g) Berapa Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sering mengkritik
pejabat yang korup.
(h) Mahasiswa biasanya mengontrak rumah selama mengikuti
kuliah di perguruan tinggi.
terima kasih pak penjelasannya sungguh bermanfaat karena kekeliruan di atas memang membingungkan.
BalasHapus