Sabtu, 09 Juni 2012

Vaksinasi, Sertifikasi, Miskinisasi



38. Vaksinasi, Sertifikasi, Miskinisasi

Batasan perihal berita yang paling mudah dipahami pernah dirumuskan Lord Northcliff dari Inggris. If a  dog bites a man, it is not news, but if a man bites a dog it is news. Kalau anjing menggigit manusia itu bukan berita, tetapi kalau manusia menggigit anjing (tentu bukan yang sudah menjadi daging) itu adalah berita. Ketika bencana penyakit rabies melanda kawasan Flores, batasan itu tentu layak diragukan kebenarannya. Alasannya terlampau sederhana. Anjing yang dahulu menjadi objek gigitan manusia (tentu setelah menjadi daging) kini berbalik kiblat. Manusia  dijadikan objek gigitan (meskipun manusia belum menjadi daging). Aksi binatang yang berubah kiblat ini tentu membingungkan. Untuk mengantisipasi kebingungan itu, manusia- yang kini- harus menerima balas dendam bangsa anjing dipaksa untuk mengakrabi kata baru vaksinasi.
Ketika sebagian warga masyarakat kejangkitan virus rabies, fenomena gigit-menggigit dengan taruhan nyawa seakan-akan menjadi sandiwara berkarakter tragedik merambah luas dalam wujud perang tanding. Tanah sejengkal dijadikan titik awal bagi penglahiran alur tragedi perang tanding. Bersamaan dengan fenomena perang tanding merebut tanah, muncul pula kata baru yang kedua bagi masyarakat kita: sertifikasi.
Masalah rabies dan tragedi perang tanding belum berakhir muncul masalah lain yang tidak kalah tragisnya. Masyarakat yang seharusnya mendapat bantuan berupa beras karena masih menyandang predikat memalukan ‘miskin’ tetap bertahan pada predikat tidak terpuji itu. Bahkan, nama mereka dijual murah untuk mendukung mereka yang sudah berpunya ‘kuasa dan jabatan’. Kondisi seperti ini, melahirkan kata baru yang ketiga untuk kita miskinisasi seperti dipakai saudara saya: Maxi Regus dalam salah satu artikel Opininya dalam Flores Pos beberapa waktu lalu.
Dalam ketiga contoh kasus di atas kita temukan tiga kata: Vaksinasi, Sertifikasi, dan Miskinisasi. Ketiga kata ini merupakan kata bentukan masing-masing dari bentuk dasar Vaksin, Sertifikat, dan Miskin. Vaksin dan Sertifikat masuk ke dalam kategori kata Benda (Nomina) dan miskin berkategori  kata sifat (adjektif). Bentuk vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi adalah kata bentukan yang ditransformasikan dari bentuk dasar. Perhatikan contoh-contoh berikut:
(a)   Pihak rumah sakit mengaku kehabisan vaksin sehingga vaksinasi terhadap penderita rabies mengalami hambatan.
(b)   Karena Lukas Cengi tidak dapat menunjukkan lembaran sertifikat bukti kepemilikan tanah yang sah, pemerintah terpaksa mengupayakan sertifikasi lahan pertanian secara tertib.
(c)    Ketidakpedulian pihak berwewenang terhadap rakyat miskin di pedesaan merupakan satu bentuk miskinisasi gaya pejabat.
Pembentukan kata vaksinasi dari kata vaksin (a) dan sertifikasi dari kata sertifikat (b) tampaknya berbeda dengan pembentukan kata miskinisasi untuk kata miskin (c). Pada contoh (a)  bentuk dasar vaksin hanya diberi akhiran asi sedangkan pada contoh (b) terjadi pelesapan fonem [t] pada bentuk dasar lalu diberi akhiran si. Contoh (c) bentuk dasar miskin diberi akhiran isasi. Pemakaian akhiran asi dan si pada contoh (a) dan (b) tidak lazim dalam pembentukan kata bahasa Indonesia. Hal ini dapat dibuktikan dengan sulitnya menemukan kata-kata lain dengan proses pembentukan yang sama.
Lain halnya pemakaian akhiran isasi pada kata miskin seperti pada contoh (c) banyak dikenal dalam bahasa Indonesia. Kita mengenal bentuk imunisasi, Neonisasi, Sosialisasi, dan sebagainya. Akhiran isasi dalam bahasa Indonesia bermakna (a) sejajar dengan makna afiks pe-/-an yaitu usaha atau proses me. Soasialisasi misalnya, sejajar dengan usaha/proses pemasyarakatan, Bentuk afiksisasi pe-/-an itu sejajar pula dengan bentuk me-/-kan; (b) menyatakan hal yang berhubungan dengan. Neonisasi misalnya sejajar dengan kata peneonan; atau hal yang berhubungan dengan penggunaan penerangan listrik pada suatu daerah, pemakaian neon.
Bagaimana dengan kata vaksinasi, sertifikasi, dan miskinisasi? Dengan mencermati uraian di atas, jelas kiranya bagi kita bahwa bentuk vaksinasi yang dimaknai sebagai proses memberi vaksin seharusnya mengambil bentuk vaksinisasi bukan vaksinasi. Usaha menyertifikatkan tanah, penyertifikatan sebagai proses seharusnya mengambil bentuk sertifikatisasi bukan sertifikasi. Usaha memiskinkan rakyat yang paralel dengan pemiskinan secara tepat sejajar dengan kata miskinisasi dan tentu bukan miskinasi. Akhirnya kita akan menerima kalimat (d) dan (e) berikut ini berdasarkan
(d)   Pihak rumah sakit mengaku kehabisan vaksin sehingga vaksinisasi terhadap penderita rabies mengalami hambatan.
(e)    Karena Lukas Cengi tidak dapat menunjukkan lembaran sertifikat bukti kepemilikan tanah yang sah, pemerintah terpaksa mengupayakan sertifikatisasi lahan pertanian secara tertib.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar