Sabtu, 09 Juni 2012

EBTA/EBTANAS atau EBTA/Ebtanas



37. EBTA/EBTANAS atau EBTA/Ebtanas

Dua bentuk kata yang dijadikan judul di atas sama-sama merupakan kependekan dari bentuk lengkap Evaluasi Belajar Tahap Akhir/ Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional. Bentuk yang panjang ini sering disingkat dengan dua model di atas. Sepintas keduanya dapat dikatakan sebagai bentuk ringkas dalam wujud kembar. Kita dapat menderetkan sebanyak-banyaknya bentuk kembar yang biasa ditemukan dalam tindak berbahasa (khususnya bahasa tulis). Kita kenal bentuk:; KORPRI-Korpri (Korps Pegawai Republik Indonesia); BIDES-Bides (Bidan Desa); MUSPIDA-Muspida (Musyawarah Pimpinan Daerah); POLRI-Polri (Polisi Republik Indonesia) IPTEK-Iptek (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi)
 Berhadapan dengan bentuk kembar seperti ini, dapat saja membingungkan, terutama kalau orang mempersoalkan bentuk yang baku menurut kaidah penulisan singkatan dan akronim dalam bahasa Indonesia. Sebagai bentuk kembar, orang tergoda dan terkecoh untuk memilih bentuk penulisan yang benar, walaupun mengacu bentuk panjang sama.
Bentuk-bentuk ringkas seperti contoh di atas dalam dunia bahasa dikenal dengan istilah akronim. Dalam tindak berbahasa, sering orang menyamakan atau mengindentikkan begitu saja   istilah singkatan dan akronim. Dua istilah itu, merupakan dua hal yang memiliki perbedaan. Buku Pedoman Umum Pembentukan Istilah yang dihasilkan oleh Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa terbitan Grasindo, 1993 Bab ke-5 membedakan secara tegas pengertian dua istilah itu.
Singkatan ialah istilah yang tulisannya dipendekkan dengan tiga kemungkinan (a) bentuk tulisannya terdiri atas satu huruf atau lebih dan dilisankan secara lengkap (km untuk kilometer, cm untuk sentimeter); (b) bentuk tulisannya terdiri atas satu atau lebih huruf dan dilisankan  huruf demi huruf (TKW untuk Tenaga Kerja Wanita, MC untuk Master of Ceremony (juru acara); (c) bentuk yang ringkas dengan cara melesapkan sebagian unsurnya (lab untuk laboratorium, harian untuk surat kabar harian).
Akronim adalah singkatan berupa gabungan huruf awal, suku kata, atau pun gabungan kombinasi huruf dan suku kata yang diperlakukan sebagai kata. Contoh akronim rudal untuk peluru kendali; tilang untuk bukti pelanggaran; Kadis untuk Kepala Dinas. Berdasarkan contoh-contoh di atas dapat disimpulkan bahwa akronim juga merupakan singkatan. Jadi, setiap akronim sekaligus merupakan singkatan tetapi tidak setiap singkatan disebut akronim. Singkatan cakupannya lebih luas daripada akronim.
Kembali pada masalah penulisan singkatan dan akronim seperti contoh pada judul di atas. Kita mempersoalkan penulisan singkatan sekaligus akronim EBTA/EBTANAS atau EBTA/Ebtanas. Manakah dari dua cara penulisna ini yang benar? Kalau kita melihat proses pembentukan singkatan sekaligus akronim EBTA diasalkan dan dibentuk dengan mengambil huruf awal setiap kata dalam bentuknya yang panjang yaitu Evaluasi Belajar Tahap Akhir. Sedangkan bentuk singkat sekaligus akronim EBTANAS dan Ebtanas sama-sama diasalkan dari bentuk panjang yang sama yaitu Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional. Kalau kita konsisten dengan apa yang kita perlakukan pada bentuk EBTA, maka bentuk panjang Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional harus ditulis menjadi *EBTANas. Penulisan seperti ini menyalahi prinsip praktis dan estetika sehingga harus ditulis menjadi Ebtanas. Pengambilan tiga aksara awal paka kata Nasional (Nas) mengharuskan penulisan huruf kapital di depan kata itu takhluk untuk diubah menjadi huruf kecil. Ketidakteraturan pengambilan aksara atau suku kata untuk membentuk singkatan dan akronim itu mengharuskan penulisannya diubah.
Dengan penjelasan ini, kita bisa memilih bentuk  Korpri untuk  (Korps Pegawai Republik Indonesia); Bides untuk (Bidan Desa); Muspida untuk (Musyawarah Pimpinan Daerah); Polri untuk (Polisi Republik Indonesia); Iptek untuk (Ilmu Pengetahuan dan Teknologi) bukan *KORPRI; *BIDES; *MUSPIDA; *POLRI; *IPTEK.
Ini hanya beberapa contoh. Pembaca diberi kesempatan untuk melihat dan mencermati penulisan singkatan dan akronim dalam media massa kita yang menunjukkan gejala akronimania yang dibentuk menurut selera dan naluri mencari jalan pintas dengan singkatan. Hal ini memang spele, kecil, dan sederhana tetapi kita tentu sadar bahwa kapal karam justru karena adanya cela-cela kecil yang tidak dicermati dan dibenahi tempat merembes masuknya air. Ketelitian dan kecermatan dalam memilah, membedakan lalu memilih yang benar juga menjadi ukuran kecerdasan. Termasuk kecerdasan berbahasa.**

Tidak ada komentar:

Posting Komentar