Minggu, 12 Januari 2014

Ringkasan Cerpen Oktober 2012

1. Kurma Kiai Karnawi

Cerpen Kurma Kiai Karnawi menampilkan tokoh Kiai Karnawi sebagai pemimpin spiritual yang memeilki banyak keunggulan. Sebagai pemimpin religius Karnawi dapat menjadi tokoh anutan karena kepribadiannya yang sederhana, terbuka, suka menolong, rendah hati. Kekuatan spiritual tokoh Kiai Karnawi memungkinkan begitu banyak orang memohonkan pertolongannya saat menghadapi aneka masalah dalam kehidupan. Keunggulan pribadi sebagai tokoh spiritual Karnawi dikukuhkan lagi karena ia memiliki sesuatu yang berkekuatan luar biasa. Ia memiliki buah kurma ajaib. Kurma itu didapatkan sang kiai dari pohon kurma yang ditanam sendiri oleh sang Nabi. Hanya kiai Karnawi yang dapatkan kurma seperti itu karena ia mengetahui persis pohon kurma yang ditanam sang nabi itu melalui ujian yang dilakukan nabi Khidir terhadapnya yang hadir dalam mimpi.

Kekuatan kurma itu memungkinkan Kiai Karnawi bisa menyelamatkan seorang yang sakit berat, nyaris mati karena menderita sakit yang diduga karena dianggap kena teluh (disantet), membantu seorang ibu yang tidak bisa melahirkan pada waktunya, mengeluarkan peluru yang bersarang di kepala seorang bocah ketika terjadi kerusuhan antara warga yang menilak lahan mereka oleh pengusaha asing. Selain itu, ada banyak kesaksian lain yang diceritakan tentang keunggulan kiai Karnawi dengan buah kurma yang dimilikinya.

Umar Rais, seorang pengusaha mebel yang tergolong sukses, pernah menyampaikan kepada sopir pribadinya, Hanafi, perihal rencananya menjadi salah seorang calon walikota. Niat Umar Rais untuk ikut bertarung dalam pemilihan walikota, ditanggapi dingin oleh Hanafi. Hanafi menyampikan pendiriannya dengan mengingatkan sang majikan bahwa terlibat dalam politik itu merepotkan dan akan lebih susah. Banyak politikus menjadi bermasalah dan menjadi incaran KPK, dan Hanafi tidak ingin Rais berurusan dengan KPK. Umar Rais tetap pada pendiriannya karena dia yakin kolaborasi antara pengusaha dan politikus akan jauh lebih menguntungkan. Pengusaha harus dekat dengan politikus kalau mau mendapat proyek yang menguntungkan. Begitu Rais meyakinkan Hanafi.

Semangat Umar rais mencalonkan diri dalam pemilihan walikota juga dilatarbelakakngi kedekatannya dengan Kiai Karnawi. Untuk meyakinkan Hanafi Rais dengan entengnya berkata bahwa ia mencalonkan diri bukan atas kehendaknya sendiri melainkan karena telah mendapatkan restu dari Kiai Karnawi. Ia yakin Karnawi yang telah merestuinya akan melapangkan jalannya meraih kursi walikota. Lagi pula kekuatan buah kurma milik sang kiai dapat dijadikan sebagai sesuatu yang tidak terkalahkan dalam pertarung menjadi walikota. Sehari menjelang pemilihan walikota Hanfi diminta Rais mendatangi kiai Karnawi untuk meminta satu biji kurma. Sang kiai memberikan buah kurma itu kepada Hanafi untuk diteruskan kepada Umar Rais.

Hanafi yang menerima buah kurma itu tampaknya yakin kalau Rais memakan buah kurma itu ia akan terpilih menjadi walikota. Dalam hati Hanafi masih menolak pencalonan manjikannya itu. Ia meolak karena akan terima dampak jika majikan terpilih. Dia pasti lebih direpotkan sebagai sopir. Kerepotan itu sudah Hanafi rasakan selama hari-hari persiapan menjelang pemilihan. Setiap hari harus ke mana-mana mengantar bahan kampanye termasuk amplop-amplop berisi uang. Hanafi, tak rela untuk keadaan seperti itu sehingga ia berniat menggagalkan majikannya menjadi walikota. Hanafi mengakali sang majikan dengan menggantikan buah kurma milik kiai dengan kurma yang dijual di tepi jalan. Buah kurma yang diterima dari kiai dimakan Hanafi dan kepada majikan diserahkan kurma yang dibelinya. Pada akhir cerita Hanafi tampaknya bingung karena dalam penghitungan suara Umar Rais dinyatakan unggul dan terplih menjadi walikota.





2.Muammar Memilih Jalan Sendiri

Cerpen karya Sori Siregar berjudul ”Muamar Memilih Jalan Sendiri” mengisahkan kehidupan satu keluarga yang hidup di satu negeri yang baru. Keluarga itu tediri dari lima orang Maludin dan Maryam sebagai orangtua dan ketiga anak mereka Muamar, Fatur dan Fayed. Fatur dan Fayed dilahirkan di negeri yang baru yang jauh dari negeri asalnya. Keluarga Maludin tampaknya senang berada di negeri yang baru bukan saja karena pendapatannya sebagai guru SMA lebih besar tetapi terlebih karena ia bisa hidup di lingkungan yang relatif menyenangkan. Kegembiraan keluarga Maludin disempunakan pula dengan adanya sistem pendidikan gratis di negeri yang baru ini. Mereka tidakmengalami kesulitan untuk membiaya pendikan ketiga anak mereka. Pendidan dan sekolah gratis melengkapi kebahagiaan pasangan maludin dan Maryam ini.

Maludin dan Maryam tergolong orangtua yang taat pada ajaran agama dan hal itu telah mereka tunjukkan dalam mendidik ketiga anak mereka. Ketaatan pada ajaran dan norma agama itu dibawa sejak dari negeri asalnya dan tidak berubah ketika berada di negeri yang baru yang lebih mementingkan otak. Ketika putra sulung mereka, Muamar, memasuki perguruan tinggi barulah terasa adanya biaya pendidikan sebagai hal yang membebani keluarga. Meskipun demikian, ada jalan keluar karena pihak bank bisa memeri keringanan dengan jaminan pekerjaan Maludin.

Saat Muamar memasuki semester empat, muncul hal yang tampaknya menguji keyakainan keluarga Maludin. Saat itu Muamar sering membawa seorang gadis bernama Joyce ke rumah orangtuanya. Sebagai keluarga yang taat beragama dan untuk menyatakan bentuk tanggung jawab terhadap pendidikan anak Maludin meminta Muamar menjelaskan arti kehadiran Joyce ke rumah mereka. Muamar menjelaskan bahawa kehadiran Joyce di rumah keluarga dalam rangka mengenal keluarga lebih dekat. Penjelasan Muamar mengundang ayahnya untuk menjelaskan bahwa kalau kalau mau mengenal lebih dekat kelaurga itu artinya hubungan anatara Muamar dan Joyce bukan sekadar teman akrab tetapi seolah-olah sudah resmi menjadi pacar. Muamar memahami apa yang dijelaskan ayahnya yang memang tidak ingin keyakinan ayahnya ternoda oleh perilaku Muamar.

Sepekan kemudian, pada malam hari, secara mengejutkan Muamar membawa Joyce ke rumah dan membuat Maludin merasa dipermaikan Muamar. Malam itu Muamar dipanggil ke ruang kerja ayahnya dan diingatkan agak keras perihal tindakan muamar yang membawa perempuan ke rumah pada malam hari seperti itu. Setelah diingatkan malam itu Muamar akhirnya meninggalkan rumah orangtuanya bersama perempuan yang dibawanya. Tindakan sang ayah ini dianggap Muamar sebagai bentuk pikiran yang picik, kuno. Cara pandang kedua orangtuanya dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman dan tidak sesuai dengan semangat kehidupan di kota tempat tinggal mereka yang lebih mengutamakan rasio daripada ajaran dan keyakinan.

Muamar merasa cara pikir dan sikap keluarganya harus diubah. Untuk itu, Muamar menelepon ayahnya. Dalam pembicaraan via telepon itu, Muamar secara tegas menyampaikan kepada ayahnya bahwa ia akan meninggalkan iman dan keyakinannya dan keyakinan keluarganya. Mendengar keputusan Muamar seperti itu Maludin terpaku karena begitu mudahnya Muamar memutuskan sesuatu karena masalah yang seharusnya bisa dicarikan jalan keluarnya. Sebagai orang yang taat pada keyakinannya Maludin tidak memaksakan kehendaknya kepada anaknya karena itu urusan Muamar dengan Tuhan. Karean itu, Maludin lebih memilih membiarkan anaknya, Muamar memilih jalan itu tanpa harus mengubah sikap dan keyakinan Maludin sebagai orangtua. Maludin memilih kehilangan anaknya daaripada mengingkari keyakinan yang dipeluknya puluhan tahun.

Ketika Maryam menanyakan Muamar yang jarang datang ke rumah, dengan berat hati, Maludin menceritakan bahwa melalui telepon Muamar telah memutuskan meninggalkan keyakinannya dan kemungkinan memutuskan hubungan keluraga seandainya tidak ada lagi ikatan dengan bank yang menjamin biaya kuliahnya. Cerita sang suami itu hanya bisa diatanggapi Maryam yang dalam hati bergumam: ”anak kesayanagku telah memilih jalannya sendiri.”





3. Muammar Memilih Jalan Sendiri

Cerpen karya Sori Siregar berjudul ”Muamar Memilih Jalan Sendiri” mengisahkan kehidupan satu keluarga yang hidup di satu negeri yang baru. Keluarga itu tediri dari lima orang Maludin dan Maryam sebagai orangtua dan ketiga anak mereka Muamar, Fatur dan Fayed. Fatur dan Fayed dilahirkan di negeri yang baru yang jauh dari negeri asalnya. Keluarga Maludin tampaknya senang berada di negeri yang baru bukan saja karena pendapatannya sebagai guru SMA lebih besar tetapi terlebih karena ia bisa hidup di lingkungan yang relatif menyenangkan. Kegembiraan keluarga Maludin disempunakan pula dengan adanya sistem pendidikan gratis di negeri yang baru ini. Mereka tidakmengalami kesulitan untuk membiaya pendikan ketiga anak mereka. Pendidan dan sekolah gratis melengkapi kebahagiaan pasangan maludin dan Maryam ini.

Maludin dan Maryam tergolong orangtua yang taat pada ajaran agama dan hal itu telah mereka tunjukkan dalam mendidik ketiga anak mereka. Ketaatan pada ajaran dan norma agama itu dibawa sejak dari negeri asalnya dan tidak berubah ketika berada di negeri yang baru yang lebih mementingkan otak. Ketika putra sulung mereka, Muamar, memasuki perguruan tinggi barulah terasa adanya biaya pendidikan sebagai hal yang membebani keluarga. Meskipun demikian, ada jalan keluar karena pihak bank bisa memeri keringanan dengan jaminan pekerjaan Maludin.

Saat Muamar memasuki semester empat, muncul hal yang tampaknya menguji keyakainan keluarga Maludin. Saat itu Muamar sering membawa seorang gadis bernama Joyce ke rumah orangtuanya. Sebagai keluarga yang taat beragama dan untuk menyatakan bentuk tanggung jawab terhadap pendidikan anak Maludin meminta Muamar menjelaskan arti kehadiran Joyce ke rumah mereka. Muamar menjelaskan bahawa kehadiran Joyce di rumah keluarga dalam rangka mengenal keluarga lebih dekat. Penjelasan Muamar mengundang ayahnya untuk menjelaskan bahwa kalau kalau mau mengenal lebih dekat kelaurga itu artinya hubungan anatara Muamar dan Joyce bukan sekadar teman akrab tetapi seolah-olah sudah resmi menjadi pacar. Muamar memahami apa yang dijelaskan ayahnya yang memang tidak ingin keyakinan ayahnya ternoda oleh perilaku Muamar.

Sepekan kemudian, pada malam hari, secara mengejutkan Muamar membawa Joyce ke rumah dan membuat Maludin merasa dipermaikan Muamar. Malam itu Muamar dipanggil ke ruang kerja ayahnya dan diingatkan agak keras perihal tindakan muamar yang membawa perempuan ke rumah pada malam hari seperti itu. Setelah diingatkan malam itu Muamar akhirnya meninggalkan rumah orangtuanya bersama perempuan yang dibawanya. Tindakan sang ayah ini dianggap Muamar sebagai bentuk pikiran yang picik, kuno. Cara pandang kedua orangtuanya dianggap tidak mengikuti perkembangan zaman dan tidak sesuai dengan semangat kehidupan di kota tempat tinggal mereka yang lebih mengutamakan rasio daripada ajaran dan keyakinan.

Muamar merasa cara pikir dan sikap keluarganya harus diubah. Untuk itu, Muamar menelepon ayahnya. Dalam pembicaraan via telepon itu, Muamar secara tegas menyampaikan kepada ayahnya bahwa ia akan meninggalkan iman dan keyakinannya dan keyakinan keluarganya. Mendengar keputusan Muamar seperti itu Maludin terpaku karena begitu mudahnya Muamar memutuskan sesuatu karena masalah yang seharusnya bisa dicarikan jalan keluarnya. Sebagai orang yang taat pada keyakinannya Maludin tidak memaksakan kehendaknya kepada anaknya karena itu urusan Muamar dengan Tuhan. Karean itu, Maludin lebih memilih membiarkan anaknya, Muamar memilih jalan itu tanpa harus mengubah sikap dan keyakinan Maludin sebagai orangtua. Maludin memilih kehilangan anaknya daaripada mengingkari keyakinan yang dipeluknya puluhan tahun.

Ketika Maryam menanyakan Muamar yang jarang datang ke rumah, dengan berat hati, Maludin menceritakan bahwa melalui telepon Muamar telah memutuskan meninggalkan keyakinannya dan kemungkinan memutuskan hubungan keluraga seandainya tidak ada lagi ikatan dengan bank yang menjamin biaya kuliahnya. Cerita sang suami itu hanya bisa diatanggapi Maryam yang dalam hati bergumam: ”anak kesayanagku telah memilih jalannya sendiri.”







4. Banjir di Cibaresah

Kisah Banjir yang diangkat melalui cerpen ini menimpa Maksum dan Kasdul. Keduanya di menjadi tokoh yang mengalami nasib malang akibat bgambarkan sebagai orang yang mengalami nasib buruk akibat banjir yang melanda Cibaresah. Kisah bencana banjir ini berdampak besar karena banyak warga yang menjadi korban baik karena banjir maupun karena pelbagai macam binatang buas juga masuk ke kampung saat banjir. Di gambarkan bahwa ketika banjir, banyak buaya masuk ke kampung dan memangsai penduduk khususnya kaum peremuan. Istri Kasdul dan anak gadisnya menjadi korban. Hal yang sama menimpa Maksum.

Banjir di Cibaresah membuat desa berubah. Di mana-mana terlihat segala macam binatang hutan baik yang besar maupun binatang kecil. Ada macan belang, srigala, ular, tomcat , tikus, anjing, ulat, kecoa, cacing. Juga tampak setan-setan yang menakut-nakuti warga seolah ingin mengusir warga secepatnya meninggalkan dan mengosongkan kampung. Dari sekian bintang itu muncul pula kupu-kupu yang aneh karena bisa menggigit dan sasaran gigitannya hanyalah laki-laki. Laki-laki yang tergigit kupu-kupu langsung menjadi gila, lupa ingatan, pergi kemana-man lupa pulang menginat istri dan anak mereka.

Binatang-binatang itu meninggalkan hutan dan semua masuk kampung memangsai manusia yang luput dari bencana banjir. Maksum dan Kasdul yang merasa bertanggungjawab untuk menyelamatkan warga yang tersisa dari terjangan banjir dan serangan binatang buas. Kasdul dan maksum bertekad dan penuh keberanian mendatangi kepada desa. Bagi mereka, keberanian demi kebaikan umum harus dibuktikan dengan mendatangi kepala desa karena kepala desalah yang lebih bertanggung jawab dalam mengatasi banjir serta munculnya binatang buas yang berkeliaran dan mengancam kehidupan masyarakat desa.

Niat baik Maksum dan Kasdul tidak terwujud karena sebelum mereka tiba di rumah kepala desa, mereka telahgala binatan mendengar bunyi binatang buas dan tampaknya semua jenis binatan buas dan bintanag hutan itu telah mengepung rumah sang kepala desa.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar