Minggu, 02 September 2012

PRAGMATIK



Bahasa adalah fakta partikular dimiliki dan digunakan manusia. Bahasa digunakan untuk aneka kepentingan sehingga menjadi bermakna bagi manusia. Pragmatik sebagai bagian kajian imu kebahasaan pada dasarnya mendeskripsikan penggunaan bahasa untuk kepentingan praktis. Memperhatikan kajian pragmatik yang merujuk pada persoalan bahasa dan penggunaannya, secara tidak langsung bersentuhan dengan pragmatisme yang berpandangan setiap fakta partikular termasuk bahasa dengan segala permasalannya dinilai penting untuk dibicarakan kalau berguna untuk manusia (Hadiwijoyo,1980:130-131).
Dibandingkan dengan cabang kajian kebahasaan lainnya fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik, pragmatik tergolong kajan kebahasaan yang paling muda. Kajian pragmatik lahir untuk mengatasi pelbagai masalah kebahasaan yang tidak dapat dijelaskan secara memadai oleh kajian sebelumnya. Pragmatiklah yang memberikan penjelasan yang lebih utuh terhadap persoalan pemakaian bahasa yang dianggap tidak cocok dengan standar kajian cabang linguistik lainnya. Untuk membuktikan keunggulan Pragmatik dibandingkan cabang linguistik lainnya, berikut diperikan contoh  pemakaian bahasa
(a). Ssstttttt....
(b). kiri
(c). sementara dipesan
(d). ini tiga kali satu
Konstruksi  (a), (b), (c), dan (d) tidak dapat dijelaskan secara mendalam dengan kajian lain.  Fonologi hanya bisa menjelaskan sebatas bunyi s dan t pada konstruksi (a) tanpa mempersoalkan makna perpaduan dua bunyi konsonan itu. Morfologi hanya bisa menjelaskan  konstruksi (b) sebagai unsur bahasa yang disebut morfem bebas atau kata. Berhadapan dengan konstruksi (c) dan (d), bidang sintaksis hanya bisa menjelaskan bahwa keduanya merupakan kelompok kata atau frase.
Pragmatik memandang keempat konstruksi itu sebagai bahasa bermakna. Konstruksi kebahasaan itu mengandung makna ketika semua konstruksi itu ditempatkan dalam konteksnya. Konteks merupakan unsur pokok kajian pragmatik (The central topics of linguistic pragmatics are those aspek of meaning  which are dependent of context (Cruce, 2006,3). Keempat konstruksi itu akan bermakna tertentu bila ditempatkan dalam konteks misalnya (a) orang ribut dekat ruangan ujian (b) penumpang bus hendak turun (c) pemilik warung terlambat melayani pelanggan (d) dokter memberi resep obat kepada pasien.
Substansi Pragmatik adalah “makna bahasa”; bagaimana manusia menciptakan, mengubah, dan menelaah sesuatu dan membuatnya menjadi bermakna. Pragmatik yang mengkaji bahasa terkait penggunaannya, sebagai cabang ilmu bahasa perlu dirumuskan hakikatnya. Pragmatik adalah ilmu bahasa yang menekankan hubungan penggunaan  bahasa secara nyata  dengan penggunanya dan bukan bahasa dalam konteks pembicaaan para ahli bahasa  (Mey, 1994:5). Pragmatik sebagai kajian bahasa dan penggunaannya mensyaratkan adanya  unsur penting dalam pragmatik seperti informasi, enkoding, konvensi, konteks, dan praanggapan (Cummings, 2007:2-8).  
Pragmatik yang mengkaji bahasa dalam penggunanya didukung pula beberapa konsep dan teori antara lain teori Tindak Tutur (John Austin) yang membedakan ujara konstatif dan ujaran performatif. Teori tindak tutur ini selanjutnya berkembang menjadi tindak lokusi, ilokusi, dan perlokusi dan diteguhkan dengan pelbagai kaidah konstitutifnya Searle berupa kaidah isi, persiapan, ketulusan, dan esensi tindak berbahasa. Kebermaknaan bahasa dalam pragmatik muncul pula dalam gagasan Grice melalui Teori Implikatur dan Teori Kerjasama antara penutur dan mitratutur. Wujud kerjasama itu seara teoretis dirumuskan Levinson (1983) dalam empat maksim komunikasi yaitu kualitas, kuantitas, relevansi, dan cara (Cummings, 2007: 8-24)
Kriteria maksim relevansi dalam pandangan Grice dan Levinson diperkuat lagi dengan adanya teori Relevansi Dan Sperber dan Deirdre Wilson terkait komunikasi dan tindak berbahasa. Suatu komunikasi (tindak berbahasa) dinilai relevan dalam konteksnya hanya kalau komunikasi itu berefek kontekstual. Dampak kontekstual suatu komunikasi berbanding lurus dengan relevansinya (Cummings, 2007: 24-25; Sperber dan Wilson, 2009: v).
Persoalan relevansi terkait konteks  erat kaitannya dengan acuan yang memungkinkan tindak berbahasa itu bermakna. Konstruksi (a) s.d. (d) di atas bermakna setelah konstruksi itu ditempatkan dalam konteksnya masing-masing. Acuan pada konteks seperti inilah yang dikenal sebagai deiksis wacana dalam kajian pragmatik (Cummings, 2007:31-49). Deiksis dibedakan menjadi deiksis persona,  waktu, tempat, wacana).
Pragmatik yang dianggap sebagai kotak sampah untuk pelbagai masalah bahasa (Mey, 1994:12) pada akhirnya menjadi kajian kebahasaan yang penting dan perlu karena jasa kajian Pragmatik masalah kebahasaan yang tidak dapat dijelaskan melalui kajian kebahasaan sebelumnya mendapatkan jawaban dan penjelasan yang utuh. Kajian pragmatik membantu pemahaman manusia sebagai pengguna bahasa karena pragmatik bercorak multidisipliner. Pragmatik berpotensi membebaskan pemakai bahasa dari kekaburan penggunaan bahasa dalam kehidupan nyata.
Buku Rujukan

Cruce, Alan. 1988. A Glossary of Semantics and Pragmatics. Edinburgh: Edinburgh University Press.
Cummings, Louis. 1999. Pragmatik Sebuah Perspektif Multidisipliner. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Harun Hadiwijono. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 2. Yogyakarta: Kanisius.
Mey, L. Jacob. 1994. Pragmatics: An Introduction. Cambridge: Blackwell Publishers Inc.
Sperber, Dan Dierdre Wilson. 2009. Teori Relevansi Komunikasi dan Kognisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar