Sabtu, 01 Oktober 2016

Tinggal Landas atau Lepas Landas



Tinggal Landas atau Lepas Landas
Rm.Bone Rampung
Keprodi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
STKIP Santu Paulus Ruteng



Senin, 21 Maret 2016 pukul 16,21’17” seeorang pembaca setia Flores Pos mengirimkan sebuah pesan singkat dan bertanya tentang penggunaan frase  “Tinggal landas”. Pertanyaan pembaca media  bermotto, “dari Nusa Bunga untuk Nusantara” ini tampaknya merujuk pada polemik atas tulisan kolom Bentara Flores Pos, Senin (7/3). Pada kolom itu tertulis, “Ende Tinggal Landas?”  sebagai judul dan dalam ulasan lanjutannya muncul dua bentuk yaitu ‘tinggal landas’ dan ‘tanggal landas’.  Pada paragraf pertama bentuk yang dipakai ‘tinggal landas’ sedangkan pada paragraf kedua, ketiga, keempat dipakai bentuk ‘tanggal landas’.  Dua bentuk itu memang tampaknya membingungkan pembaca, tetapi jika rujukannya pada judul maka sebenarnya bentuk yang diulas hanya satu yaitu ‘tinggal landas’.
Deskripsi makna leksikal yang diberikan pada kolom itu tampaknya cukup memadai tentang  kata ‘tinggal’ dan kata ‘landas’.  Kata kunci pemaknaan terletak pada kata ‘tinggal’ dan makna yang berterima atau yang patut diterima, persis seperti yang diulas pengasuh ‘Bentara’.  ‘Tinggal’ memang berarti (1) masih tetap di tempatnya (2) sisanya (3) ada di belakang, terbelakang (4) tidak naik kelas (5) sudah lewat (6) lewat (7) diam (8) selalu, tetap (9) melupakan (10) tidak usah berbuat apa-apa (11) bergantung kepada, terserah kepada, terpulang kepada (12) sesuatu yang didiami. Pemaknaan yang amat tepat ini jelas menyentil rasa para pejabat yang loyal kepada atasan mereka (mungkin juga bupati Ende ) yang tanpa keraguan mencanangkan  ‘kematian’ warganya untuk tetap di tempat.
Semula kami agak ragu-ragu dan bertanya benarkah seorang bupati memilih diksi ‘tinggal landas’ untuk warga yang dikomandaninya?  Benarkan slogan dan jargon mentereng ini sebagai program strategis pemerintahan Kabupaten Ende? Keraguan itu mendorong kami untuk mencoba merunut asal-usul pemakaian frase’ tinggal landas’ itu.  Paling kurang kami temukan dalam laporan. Laporan Wartawan Pos Kupang, Romualdus Pius (Selasa 15/3) dengan judul berita ‘ SKPD di Ende Paparkan Rencana Kerja’ bertempat di Aula Lantai 2 Kantor Bupati Ende. Dilaporkan, bahwa tema kegiatan itu adalah, “Dengan Strategi Quick Wins Kita Wujudkan Kabupten Ende Tinggal Landas Pada Tahun 2016”.
 Lebih meyakinkan lagi penggunaan ‘tingggal landas’ ini terbaca pada portal resmi pemerintah Kabupaten Ende di bawah judul, “ Ende Tinggal Landas Antisipatif Perubahan”. Di hadapan peserta Rakor Pengembangan dan Pemberdayaan Koperasi  dan UMKM Tingkat Kabupaten Ende di aula Hotel Flores Mandiri Jln. Melati, Senin (29/2)  bupati mengatakan bahwa  dalam perkembangan ekonomi yang berjalan demikian cepat dan upaya percepatan pencapaian target kinerja pembangunan di Kabupaten Ende maka perlu kiat dan inovasi serta komitmen pemerintah daerah Kabupaten Ende   dengan mencanakan tahun 2016 sebagai tahun perubahan yaitu Ende Tinggal landas menuju NTT Baru dan Indonesia Hebat (http://portal.endekab.go.id/home/40-berita/1903-ende-tinggal-landas-antisipatif-perubahan.html).
Persoalannya mengemuka ketika frase ‘Tinggal landas’ diklaim dimaknai berlawanan dengan niat pemerintah. Persoalannya, ini bukan perkara interpretasi tetapi begitulah makna yang sebenarnya. Masalah pokoknya justru pejabat teratas di tingkat kabupaten agaknya kurang cermat dalam berbahasa. Celakanya, mereka yang loyal kepadanya akan mendukung jargon yang salah sehingga kesalahannya semakin meluas. Perilaku berbahasa (para pejabat) yang kurang cermat menjadi bahan pelajaran yang paling berharga dari kasus ini.
Pembaca, lalu mengajukan pertanyaan kepada kami, “Mana yang benar Tinggal Landas atau Lepas Landas”. Jawabannya, mudah cermati  saja lema (istilah untuk yang biasanya kita sebut sebagai kata) ‘tinggal’ dan lema ‘lepas’. Manakah dari kedua lema ini yang bisa dijodohkan sebagai ‘pasangan’ yang legal untuk lema ‘landas’ Pada lema tinggal kita tidak menemukan bentuk perluasan dengan lema ‘landas’. Sebaliknya, kalau kita merunut lema ‘lepas’ pasti kita temukan lema ‘landas’. Itu artinya, bentuk yang berterima sesuai dengan kaidah adalah ‘lepas landas’.
Lema ‘lepas’ itu secara leksikal berarti (1) dapat bergerak(lari) ke mana-mana, tidak tertambat (2) bebas dari ikatan, tidak terikat lagi (3) lolos dari kandang (kurungan, kerangkeng) (4) melarikan diri (5) bebas dari hukuman (6) tidak ada sangkut –pautnya lagi, tidak ada ikatan lagi (7) copot, tidak pada tempatnya lagi (8) tanggal tentang gigi (9) bebas, berdiri sendiri (10) tidak melekat lagi, hilang (11) sesudah, sehabis. Lema ‘lepas’ yang mendapat jodoh yang pas yaitu lema ‘landas’  membentuk ‘pasutri’ yang harmonis namanya ‘lepas landas’. “Lepas landas’ berarti  lepas dari landasan, pada waktu bergerak meninggalkan landasan (tentang pesawat terbang).
Kalau maksud sang bupati melepaskan rakyat Ende dari segala yang tidak terpunji maka seharusnya pasutri yang dipilih bukan ‘tinggal landas’ melainkan pasutri ‘lepas landas’. Kesalahan seperti ini jamak terjadi karena orang terlampau latah dan menganggap remeh pada hal kecil. Lema ‘tinggal’ dan ‘lepas’  sepintas itu dianggap sinonim (bermakna hampir sama) tetapi dalam penggunaannya perlu kecermatan dan menghindari sikap berbahasa yang semberono. Ingat, benar dan betul itu sinonim, tidak dan bukan juga sinonim tetapi tidak bisa dipakai sesuka hati untuk suatu jargon nirmakna. Orang bisa mengatakan ‘Ia memperjuangkan kebenaran, tetapi tidak bisa diganti ia memperjuangkan kebetulan’. Orang  bisa mengatakan ‘ia tidak cantik tetapi tidak bisa diganti ia bukan cantik’.
Semoga kita semua dan para pembaca terbantu dengan penjelasan ini dan teristimewa para pejabat publik menjadi pengguna bahasa yang patut dianut sehingga menjadi pejabat anutan bukan pejabat panutan karena selama ini banyak orang menggunakan kata panutan. Karena itu, jangan sekedar  mengumbar jargon karena kata sekedar juga salah dan yang benar adalah sekadar.  Berita tentang Ende membuat kita mendapat pencerahan dan kita menunggu pejabat lain yang cermat berbahasa. (Dipublikasikan Folres Pos, Sabtu, 9 April 2016)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar