Rabu, 24 Oktober 2012

ALIRAN STRUKTURALIS


                                   


1. Pengantar

Perkembangan linguistik pada saat ini sangatlah pesat. Dalam perkembangannya, terutama yang berhubungan dengan aliran linguistik, tentu saja akan menimbulkan masalah-masalah dalam linguistik atau yang berkaitan dengan linguistik. Berawal dari permasalahan-permasalahan tersebut, banyak sekali ilmuwan yang mengemukakan ide-idenya tentang cara memahami lingusitik lebih lanjut. Namun tanpa pengetahuan yang memadai mengenai linguistik, tentu saja akan banyak kendala dalam memahaminya. Oleh karena itu, pemahaman mengenai hakikat dan objek kajian linguistik merupakan pintu masuk untuk mendalami aliran-aliran linguistik.

Secara umum, perkembangan kajian linguistik tersebut dapat dilihat dari banyaknya teori dan penelitian yang telah dihasilkan serta munculnya bermacam gerakan dan aliran. Perkembangan teori-teori tersebut merata pada berbagai cabang-cabang linguistik, seperti pada fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, juga pragmatik. Bukan itu saja, penelitian-penelitian yang dilahirkan dari perkembangan teori tersebut juga melahirkan teori baru, sehingga penelitian yang dihasilkan tidak terlepas dari gerakan dan aliran yang memayungi dunia linguistik.

Teori linguistik adalah apa yang dikemukakan aliran linguistik tertentu dan aliran linguistik yang memiliki corak teori tertentu. Kriteria yang dipakai untuk membedakan dan mengelompokkan teori/aliran linguistik adalah kekhususan cara memahami bahasa dan corak analisisnya. Ada empat teori besar yang dikategorikan berdasarkan kriteria tersebut, (1) teori/aliran tradisional yang berdasarkan pada pola pemikiran filosofis dan bermula dari Plato dan Aristoteles, (2) teori/aliran struktural yang berlandaskan paham behaviorisme yang beranggapan bahwa jiwa seseorang dan hakikat sesuatu hanya bisa dideteksi lewat tingkah laku dan perwujudan lahiriahnya yang tampak, sehingga aliran struktural mengamati bahasa dan hakikatnya dalam perwujudan sebagai ujar (3) teori/aliran transformasional yang dipelopori oleh Noam Chomsky dan ini merupakan aksi penolakan atas konsep strukturalisme bahwa bahasa adalah faktor kebiasaan (4) aliran/teori tagmemik dan berangkat dari konsep tagmem yang merupakan bagian dari konstruksi gramatikal dengan empat macam kelengkapan spesifikasi ciri, yakni: slot, kelas, peran, dan kohesi.
Diskusi ini membataskan diri pada persoalan yang berkaitan dengan aliran struktural. Hal yang akan disinggung di sini antara lain (a) Sejarah Singkat Strukturalis (b) Ciri-Ciri Strukturalis (c) Keunggulan Strukturalis (d) Kelamahan Strukturalis (e) Doktrin Pokok Strukturalis (f) Perkembangan Lanjut  Strukturalis
2. Lahirnya Aliran Strukturalis[2]
Linguistik strukturalis berusaha mendiskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) dianggap sebagai bapak linguistik modern berdasarkan pandangan-pandangan yang dimuat dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles Bally dan Albert Sechehay tahun 1915. Dalam kaiannya denga bahasa Saussure  menegaskan bahwa bahasa sebenarnya dapat dikaji dengan teori yang mandiri yang disebutnya “Linguistique[3] untuk mengimbangi kajian bahasa melalui disiplin psikologi, filologi, dan filsafat.  
Strukturalisme merupakan arus penting dri pemikiran Eropa tahun 1960-an. Perhatian utma ditujukan pada penelitian berkaitan dengan cara dan mekanisme berbahasa yang mencakup tutur kata dan bunyi dalam kaitannya dengan sejarah, institusi sosial, dan konteks di mana sebuah bahasa berkambang.[4] Aliran Strukturalis atau Strukturalisme merupakan suatu pendekatan ilmu humanis yang mencoba untuk menganalisis bidang tertentu (misalnya, mitologi) sebagai sistem kompleks yang saling berhubungan. Ferdinand de Saussure (1857-1913)[5] dianggap sebagai salah satu tokoh penggagas aliran ini, meskipun masih banyak intelektual Perancis lainnya yang dianggap memberi pengaruh lebih luas. Aliran ini kemudian diterapkan pula pada bidang lain, seperti sosiologi, antropologi, psikologi, psikoanalisis , teori sastra dan arsitektur. Ini menjadikan strukturalisme tidak hanya sebagai sebuah metode, tetapi juga sebuah gerakan intelektual di Perancis tahun 1960-an.
Menurut Alison Assiter[6], ada empat ide umum mengenai strukturalisme sebagai bentuk ‘kecenderungan intelektual’. Pertama, struktur menentukan posisi setiap elemen dari keseluruhan. Kedua, kaum strukturalis percaya bahwa setiap sistem memiliki struktur. Ketiga, kaum strukturalis tertarik pada ‘struktural’ hukum yang berhubungan dengan hidup berdampingan bukan perubahan. Dan terakhir struktur merupakan ‘hal nyata’ yang terletak di bawah permukaan atau memiliki makna tersirat.
Strukturalisme memiliki berbagai tingkat pengaruh dalam ilmu sosial, dan pengaruh sangat kuat dapat terlihat di bidang sosiologi. Aliran Strukturalis menyatakan bahwa budaya manusia harus dipahami sebagai sistem tanda (system of signs). Robert Scholes mendefinisikannya sebagai reaksi terhadap keterasingan modernis dan keputusasaan. Para kaum strukturalis berusaha mengembangkan semiologi (sistem tanda). Ferdinand de Saussure adalah penggagas strukturalisme abad ke-20, dan bukti tentang hal ini dapat ditemukan dalam Course in General Linguistics, yang ditulis oleh rekan-rekan Saussure setelah kematiannya dan berdasarkan catatan para muridnya. Saussure tidak memfokuskan diri pada penggunaan bahasa (parole, atau ucapan), melainkan pada sistem yang mendasari bahasa (langue). Teori ini lalu muncul dan disebut semiologi. Namun, penemuan sistem ini harus terlebih dahulu melalui serangkaian pemeriksaan parole (ucapan). 
Dengan demikian, Linguistik Struktural sebenarnya bentuk awal dari linguistik korpus (kuantifikasi). Pendekatan ini berfokus pada  bagaimana sesungguhnya kita dapat mempelajari unsur-unsur bahasa yang terkait satu sama lain  ’sinkronis’ daripada ‘diakronis’. Akhirnya, dia menegaskan bahwa tanda-tanda linguistik terdiri atas dua bagian, sebuah penanda (pola suara dari sebuah kata, baik dalam proyeksi mental – seperti pada saat kita membaca puisi untuk diri kita sendiri dalam hati – atau sebenarnya, realisasi fisik sebagai bagian dari tindak tutur) dan signified (konsep atau arti kata). Ini sangat berbeda dari pendekatan sebelumnya yang berfokus pada hubungan antara kata dan hal-hal di dunia dengan referensinya.

3. Ciri-ciri Aliran Struktural
(a)    Berlandaskan pada paham behaviourisme. Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap (stimulus-response).
(b)   Bahasa berupa ujaran. Ciri ini menunjukkan bahwa hanya ujaran saja yang termasuk dalam bahasa. Dalam pengajaran bahasa teori struktural melahirkan metode langsung dengan pendekatan oral. Tulisan statusnya sejajar dengan gersture.
(c)    Bahasa merupakan sistem tanda (signifie dan signifiant) yang arbitrer dan konvensional. Berkaitan dengan ciri tanda, bahasa pada dasarnya merupakan paduan dua unsur yaitu signifie dan signifiant. Signifie adalah unsur bahasa yang berada di balik tanda yang berupa konsep di balik sang penutur atau disebut juga makna. Sedangkan signifiant adalah wujud fisik atau hanya yang berupa bunyi ujar.
(d)   Bahasa merupakan kebiasaan (habit). Berdasarkan sistem habit, pengajaran bahasa diterapkan metode drill and practice yakni suatu bentuk latihan yang terus menerus dan berulang-ulang sehingga membentuk kebiasaan.
(e)    Kegramatikalan berdasarkan keumuman.
(f)    Level-level gramatikal ditegakkan secara rapi. Level gramatikal mulai ditegakkan dari level terendah yaitu morfem sampai level tertinggi berupa kalimat. Urutan tataran gramatikalnya adalah morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat. Tataran di atas kalimat belum terjangkau oleh aliran ini.
(g)    Analisis dimulai dari bidang morfologi.
(h)   Bahasa merupakan deret sintakmatik dan paradigmatik
(i)     Analisis bahasa secara deskriptif.
(j)     Analisis struktur bahasa berdasarkan unsur langsung. Unsur langsung adalah unsur yang secara langsung membentuk struktur tersebut. Ada empat model analisis unsur langsung yaitu model Nida, model Hockett, model Nelson, dan model Wells.

4. Keunggulan Aliran Struktural
(a)    Aliran ini sukses membedakan konsep grafem dan fonem.
(b)   Metode drill and practice membentuk keterampilan berbahasa berdasarkan kebiasaan
(c)    Kriteria kegramatikalan berdasarkan keumuman sehingga mudah diterima masyrakat awam.
(d)   Level kegramatikalan mulai rapi mulai dari morfem, kata, frase, klausa, dan kalimat.
(e)    Berpijak pada fakta, tidak mereka-reka data.

5. Kelemahan Aliran Struktural
(a)    Bidang morfologi dan sintaksis dipisahkan secara tegas.
(b)   Metode drill and practice sangat memerlukan ketekunan, kesabaran, dang sangat menjemukan.
(c)    Proses berbahasa merupakan proses rangsang-tanggap berlangsung secara fisis dan mekanis padahal manusia bukan mesin.
(d)   Kegramatikalan berdasarkan kriteria keumuman , suatu kaidah yang salah pun bisa benar jika dianggap umum.
(e)    Faktor historis sama sekali tidak diperhitungkan dalam analisis bahasa.
(f)    Objek kajian terbatas sampai level kalimat, tidak menyentuh aspek komunikatif.

6. Pernyataan Pokok Aliran Strukturalis
Asumsi Saussure yang terkenal dan merupakan dasar kajiannya adalah bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realisasi asumsi tersebut, kajian pertama yang dilakukan Saussure adalah kajian terhadap struktur bahasa. Hal ini dilakukan karena Saussure menganggap bahwa bahasa sebagai satu struktur sehingga pendekatannya sering disebut Structural Linguistics. Kedua, Saussure mengembangkan pikirannya ke dalam enam dikotomi tentang bahasa, yaitu (a) dikotomi sinkronik dan diakronik, (b) dikotomi bentuk (form) dan substansi, (c) dikotomi Signifian dan signifie, (d) dikotomi langue dan Parole, (e) dikotomi individu dan sosial, dan (f) hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik.
Saussure mengistilahkan bahasa-bahasa sebagai fakta-fakta sosial. Fakta sosial adalah istilah dari pendiri sosiologi, Émile Durkheim, dalam Rules of Sociological Method (1895),[7] untuk mengacu pada fenomena gagasan-gagasan dalam ‘minda kolektif’ dalam suatu masyarakat, yaitu yang di luar fenomena psikologis dan maupun fisikal. Fakta sosial bisa berupa konvensi dan bisa aturan-aturan. Contoh fakta sosial yang konvensional adalah kecenderungan orang Amerika mengambil jarak fisik dengan lawan bicara. Contoh fakta sosial yang berupa aturan-aturan adalah sistem hukum suatu masyarakat. Bahasa bisa disetarakan dengan sistem hukum atau struktur konvensi. Datanya berupa fenomena-fenomena fisikal atau parole, sedangkan sistem umumnya adalah langue atau ‘bahasa’. Data konkret parole diproduksi oleh pengujar-pengujar secara indivual. Karena penguasaan bahasa setiap orang berbeda-beda, suatu bahasa tidak pernah lengkap pada diri seseorang; keberadaan lengkapnya secara sempurna hanya di dalam kolektivitas. Jadi, fakta sosial menurut Saussure bukan berupa minda kolektif maupun gagasan kolektif seperti yang diterangkan oleh Durkheim. Akibat perbedaan tersebut, muncul dua pendekatan, yaitu pendekatan ‘individualisme metodologis’ yang berseberangan dengan pendekatan Durkheim ‘kolektivisme metodologis’.
6.1 Sinkronik-Diakronik
Gagasan Saussure dapat dipakai sebagai acuan baru dalam studi bahasa, bahwa kajian linguistik hendaknya dilakukan secara diakronik dan sinkronik karena untuk dapat memotret pada suatu waktu tertentu diperlukan pemahaman tentang bahasa itu untuk satu rentangan waktu. Sebagai pemakai, bahasa dapat ditelaah dari “keberadaan” bahasa itu sendiri tanpa terikat oleh rentangan waktu yang berbeda. Kajian diakronik dianggap terlalu sederhana karena hanya mendeskripsikan peristiwa-peristiwa yang terpisah-pisah, sedangkan kajian sinkronik dipandang lebih rumit karena harus mendeskripsikan bahasa itu sendiri.
6.1.1 Sinkronik
Kata sinkronis berasal dari bahasa Yunani syn yang berarti dengan, dan khronos yang berarti waktu, masa. Dengan demikian, linguistik sinkronis mempelajari bahasa sezaman. Fakta dan data bahasa adalah rekaman yang diujarkan oleh pembicara, atau bersifat horisontal. Linguistik sinkronis adalah mempelajari bahasa pada suatu kurun waktu tertentu, misalnya mempelajari bahasa Indonesia di masa reformasi saja.
Saussure mengemukakan bahwa kajian bahasa secara sinkronis amat perlu, meskipun beliau banyak berkecimpung dalam kajian diakronis. Baginya, kajian sinkronis bahasa mengandung kesistematisan tinggi, sedangkan kajian diakronis tidak. Bagi penggunanya, sejarah bahasa tidak memberikan apa-apa kepada pengguna bahasa mengenai cara penggunaan bahasa. Ada yang perlu bagi pengguna bahasa, yaitu état de langue atau suatu keadaan bahasa. Suatu keadaan bahasa terbebas dari dimensi waktu dalam bahasa yang justru memiliki watak kesistematisan.
Kajian sinkronis justru lebih serius dan sulit. Sistem keadaan bahasa ‘sinkronik’ seperti sistem permainan catur. Setiap buah catur (setara dengan suatu unit bahasa) memiliki tempat tersendiri dan memiliki keterkaitan tertentu dengan buah catur lain, dan kekuatan serta pola gerak/jalan tersendiri. Suatu  keadaan bahasa (État de langue) adalah jaringan keterkaitan yang menentukan nilai suatu elemen benar-benar tergantung, langsung atau tak langsung pada nilai elemen-elemen yang lain.
6.1.2 Diakronik
Kata diakronis berasal dari bahasa Yunani, dia yang berarti melalui, dan khronos yang berarti waktu, masa. Dengan demikian, yang dimaksud dengan linguistik diakronis adalah subdisiplin linguistik yang menyelidiki perkembangan suatu bahasa dari masa ke masa.  Linguistik diakronis adalah semua yang memiliki ciri evolusi. Ada berbagai contoh untuk melukiskan dualisme intern (sinkronis dan diakronis),
(a)    Kata Latin “cripus” (berombak, bergelombang, keriting), menimbulkan kata dasar Perancis crép-, yang membentuk kata kerja crépir ‘melepa’, dan décrépir, ‘mengupas lepa’. Pada suatu waktu, bahasa Perancis meminjam kata Latin décrepitus, ‘usang karena usia’, untuk membentuk décrépit; tetapi ternyata orang melupakan asal kata ini.
(b)   Bupati dari kata Sansekerta bhu = bumi atau tanah dan kata Sansekerta patti = kepala atau penguasa sehingga bupati berarti kepala tanah, penguasa tanah, tuan tanah, kepala daerah
(c)    Kalkulasi: dari kata bahasa Latin Calculus = kerikil atau batu kecil, batu kecil untuk menghitung. Dahulu orang menghitung dengan menggunakan krikil kemudian berkembang menjadi sipoa atau sempoa dan yang paling modern orang menghitung dengan menggunakan kalkulator.  Jadi, kalkulasi, kalkulator dilihat secara diakronis merupakan kata yang latin calculus yang mengalamai evolusi.
Jika seseorang hanya melihat sisi diakronis bahasa, maka yang ia lihat bukan lagi langue, melainkan sederet “peristiwa” yang notabene merupakan parole. Linguistik diakronis akan menelaah hubungan-hubungan di antara unsur-unsur yang berturutan dan tidak dilihat oleh kesadaran kolektif yang sama, dan yang satu menggantikan yang lain tanpa membentuk sistem di antara mereka. Sebaliknya, linguistik sinkronis akan mengurusi hubungan-hubungan logis dan psikologis yang menghubungkan unsur-unsur yang hadir bersama dan membentuk sistem, seperti dilihat dalam kesadaran kolektif yang sama.
6.2 Bentuk-substansi
Dikotomi antara bentuk dengan substansi, Saussure menekankan bahwa kajian linguistik harus ditinjau dari segi bentuk dan substansi. Bagi Saussure, substansi penting, namun bentuk lebih penting. Oleh karena itu, dalam kajian bahasa, nilai suatu unsur (langsung atau tidak langsung) sangat bergantung pada nilai unsur lain.
6.3 Signifie-signifiant
Bahasa adalah alat komunikasi di dalam masyarakat yang menggunakan sistem tanda yang maknanya dipahami  secara konvensional oleh anggota masyaraat bahasa tersebut. Tanda bahasa terdiri atas dua unsur yang tak terpisahkan yaitu unsur citra akustik (bentuk) (signifiant/petanda) dan unsur konsep (signifie)/penanda). Hubungan kedua unsur ini didasari konvensi dalam  kehidupan sosial. Kedua unsur ini terdapat di dalam pikiran atau kognisi pemakai bahasa.
Saussure berpendapat bahwa bahasa meliputi suatu himpunan tanda satu lambang yang berupa menyatunya signifiant (signifier, bagian bunyi ujaran) dengan signifie (signified, bagian makna). Kedua bagian itu tidak dapat dipisahkan karena ujaran dan makna ditentukan oleh adanya kontras terhadap lambang-lambang lain dari sistem itu. Bahasa tanpa suatu sistem tidak akan ada dasar yang dapat dipergunakan untuk membedakan bunyi-bunyi yang ada ataupun konsep-konsep yang ada.
6.3.1 Signifie
Signifie merupakan kandungan mental atau citra mental suatu bahasa. Yang dimaksudkan dalam hal ini adalah makna suatu bahasa. Signifie (penanda) merupakan pengertian atau kesan makna yang ada dalam pikiran kita. Setiap tanda tidak dapat dipisahkan dari tanda yang lain karena baik lafal maupun maknanya dipahami atas perbedaanya dari yang lain.
Dari segi mental, bahasa merupakan suatu totalitas pikiran dalam jiwa manusia. Dari segi fisik, bahasa adalah getaran udara yang lewat suatu tabung dalam alat bicara manusia. Jadi, bahasa merupakan pertemuan antara totalitas pikiran dalam jiwa dan getaran yang dibuat manusia melalui alat-alat bicaranya. Misalnya gambar meja dilambangkan dengan meja (Indonesia), table (Inggris), Mensa (Latin).
Apabila ada orang berujar meja dan kita mendengar rentetan bunyi /m, e, j, a/ itulah yang disebut signifiant, sedangkan bayangan kita terhadap sebuah meja disebut signifienya, yaitu sebuah prabot rumah tangga/kantor berkaki, permukaannya datar, bisa berbentuk bundar, atau bersegi, dan deskripsi lainnya tentang meja.
 
6.3.2 Signifiant
Bahasa adalah sistem lambang dan lambang itu sendiri adalah kombinasi antara bentuk (signifiant) dan arti (signifie). Signifiant merupakan bentuk bahasa yang terkandung dalam sekumpulan fonem. Signifiant juga sebagai perwujudan akustik suatu bahasa atau wujud dasar sistem fonologi suatu bahasa. Jadi, signifiant (penanda) merupakan citra bunyi atau kesan psikologis bunyi yang timbul dalam pikiran kita.
6.4 Individu-sosial
Dikotomi antara individu dan sosial, Saussure mengatakan bahwa perilaku berbahasa anggota masyarakat sangat ditentukan oleh kelompoknya, meskipun ciri perilaku berbahasa masing-masing anggota berbeda antara satu dan lainnya. Perbedaan perilaku individu tidak akan menyimpang dari perilaku kolektif yang ada pada kelompok.
6.5 Langue-parole
Dikotomi antara langue dan parole dan dikotomi antara sintakmatik dan paradigmatik sebagai bukti bahwa bahasa merupakan realitas sosial. Sebagai realitas sosial bahasa sangat terikat oleh collective mind bukan individual mind. Sebagai collective mind, bahasa merupakan perpaduan antara parole dan langue. Parole mengacu pada tindak ujar dalam situasi yang sesungguhnya oleh masing masing individu. Langue ialah sistem bahasa yang dipakai secara bersama-sama oleh masyarakat penuturnya.
Gagasan Saussure tentang fakta sosial, langue, dan parole, menjadi pilar-pilar konsepnya mengenai struktur gagasan yang amat kontroversial. Para bahasawan tertarik berkomentar. Pendekatan Saussure kembali mengemuka ketika dihadapkan pada pandangan Noam Chomsky. Pandangan Chomsky (1964) yang amat berpengaruh adalah yang membedakan kompetence dari performance. Pembedaan tersebut tampak ada kemiripan dengan pembedaan langue dan parole oleh Saussure. Bahkan, Chomsky sendiri menyamakan konsep linguistic competence yang diperkenalkannya dengan konsep langue. Namun, sesungguhnya kedua konsep tersebut berbeda.
Konsep langue dan parole menyisakan masalah besar dalam sintaksis. Meskipun tidak disebut dalam bukunya, unit-unit (abstrak) yang bermakna sepeti morfem dapat dimasukkan ke dalam langue, masuk dalam sistem, disediakan untuk dipakai dengan jumlah terbatas. Morfem disediakan dalam langue dan dapat digunakan untuk membedakan suatu morfem dengan morfem yang lain. Sintaksis juga unit abstrak bermakna. Kita perlu membedakan dan memilih sintaksis satu dari sintaksis yang lain ketika hendak berkomunikasi. Bedanya dari morfem adalah bahwa jumlah struktur kalimat – sintaksis – tidak terbatas dan bisa terus bertambah. Jika demikian, sintaksis tidak masuk dalam langue, melainkan dalam parole.

6.5.1 Langue
Langue mengacu pada sistem bahasa yang abstrak. Sistem ini mendasari semua ujaran dari setiap individu. Langue bukanlah suatu ujaran yang terdengar, tulisan yang terbaca, melainkan suatu sistem peraturan yang umum dan mendasari semua ujaran nyata. Langue adalah totalitas dari sekumpulan fakta bahasa yang disimpulkan dari ingatan pemakai bahasa dan merupakan gudang kebahasaan yang ada dalam otak setiap individu.
Saussure mengatakan bahwa langue merupakan keseluruhan kebiasaan (kata) yang diperoleh secara pasif yang diajarkan dalam masyarakat bahasa dan memungkinkan para penutur saling memahami dan menghasilkan unsur-unsur yang dipahami penutur dan masyarakat. Langue adalah pengetahuan dan kemampuan berbahasa yang bersifat kolektif dan dihayati bersama oleh semua warga masyarakat. Langue bersenyawa dengan kehidupan masyarakat secara alami. Eksistensi langue memungkinkan adanya parole merujuk pada cara pembicara menggunakan bahasa untuk mengekspresikan dirinya. Jadi, masyarakat merupakan pihak pelestari langue.
Dalam langue terdapat batas-batas negatif (misalnya, tunduk pada kaidah-kaidah bahasa, solidaritas, asosiatif dan sintagmatif) terhadap apa yang harus dikatakannya apabila seseorang mempergunakan suatu bahasa secara gramatikal. Langue merupakan sejenis kode, suatu aljabar atau sistem nilai yang murni. Langue adalah perangkat konvensi yang kita terima, siap pakai, dari penutur-penutur terdahulu. Langue telah dan dapat diteliti; langue juga bersifat konkret karena merupakan perangkat tanda bahasa yang disepakati secara kolektif. Tanda bahasa tersebut dapat menjadi lambang tulisan yang konvensional.
Langue tidak bisa dipisahkan antara bunyi dan gerak mulut. Langue juga dapat berupa lambang-lambang bahasa konkret; tulisan-tulisan yang terindera dan teraba (terutama bagi tuna runggu). Langue adalah suatu sistem tanda yang mengungkapkan gagasan. Contoh: Pergi! Dalam kata ini, gagasan kita adalah ingin mengusir, menyuruh, Nah, kata pergi! dapat juga kita ungkapkan kepada tuna runggu dengan abjad tuna runggu, atau dengan simbol atau dengan tanda-tanda militer.
Langue seperti permainan catur, apabila buah caturnya dikurangi akan berubah dan bahkan permainan akan kacau, demikian halnya dalam langue. Jika struktur (sistem) kita ubah, maka akan kacau balau juga. Misalnya: saya makan nasi, jika kalimat ini diubah menjadi: nasi makan saya, kelihatannya kalimat tersebut, janggal.  
Langue perlu agar parole dapat saling dipahami; dan parole perlu agar langue terbentuk. Dengan kata lain, secara historis, fakta parole selalu mendahului langue. Bunyi kata: “pergi!” adalah parole, tetapi ia juga termasuk langue karena sistem tanda ada di sana dan maknanya pun ada. Langue hadir secara utuh dalam bentuk sejumlah guratan yang tersimpan di dalam setiap otak; kira-kira seperti kamus yang eksemplarnya identik (fotocopy), yang akan terbagi di kalangan individu. Jadi, langue adalah sesuatu yang ada pada setiap individu.
Langue bersifat kolektif: bersifat homogen, bahasan konvensional. Rumusnya: 1 + 1 + 1 + 1….= 1. Artinya, kata yang diucapkan oleh individu, diucapkan secara sama oleh orang banyak, begitu juga dengan maknanya, semua masyarakat bahasa tahu. Menurut Alwasilah[8], langue adalah tata bahasa + kosakata + sistem pengucapan. Langue bersifat stabil dan sistematis.
Terbentuknya langue juga dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya: penjajahan (bahasa) Penjajah mempengaruhi bahasa yang dijajah). Lebih jauh Saussure berpendapat bahwa langue diterima dengan pasif, tanpa memperkarakan dari mana langue tersebut berasal. Misalnya, kata “pinjam”: kita tidak perlu mengetahui dari mana kata ini berkembang dan kita tidak perlu tahu dari bangsa (suku) mana asalnya. Kata “pinjam” ini diketahui oleh semua masyarakat bahasa.
Walaupun kita tidak tahu dari mana asalnya, toh tidak menghambat kita untuk mempelajarinya. Harus diingat bahwa langue berubah, tetapi para penutur tidak mungkin mengubahnya; atau langue tertutup bagi interferensi, tetapi terbuka bagi perkembangan. Tanda-tanda yang membentuk langue bukan benda abstraksi, melainkan benda konkret. Contoh: pohon (yang konkret, ada batangnya, bisa kita lihat) dan “pohon” yang lain adalah bahasa yang terbentuk yang kita ucapkan, kita artikulasikan. Wujud bahasa hanya ada karena ada kerjasama antara penanda dan petanda. Dalam langue, sebuah konsep adalah kualitas dari substansi bunyi seperti suara tertentu merupakan kualitas dari konsep. Maka, konsep rumah, putih, melihat, merupakan bagian dari psikologi. Konsep itu hanya menjadi wujud bahasa jika diasosiasikan dengan gambar akustik (bisa dalam bentuk tulisan juga dalam bentuk bunyi).
6.5.2 Parole
Parole adalah bahasa tuturan, bahasa sehari-hari[9]. Intinya, parole adalah keseluruhan dari apa yang diajarkan orang, termasuk konstruksi-konstruksi individu yang muncul dari pilihan penutur dan pengucapan-pengucapan yang diperlukan untuk menghasilkan konstruksi-konstruksi ini berdasarkan pilihan bebas juga. Parole adalah perwujudan langue pada individu. Parole merupakan manifestasi individu dari bahasa. Parole bukan fakta sosial karena seluruhnya merupakan hasil individu yang sadar, termasuk kata apapun yang diucapkan oleh penutur; ia juga bersifat heterogen dan tak dapat diteliti. Dalam parole harus dibedakan unsur-unsur berikut.
Pertama, kombinasi-kombinasi kode bahasa (tanda baca) yang dipergunakan penutur untuk mengungkapkan gagasan pribadinya. Misalnya, perang, kataku, perang! Kalimat ini jika diucapkan oleh orang yang sama pun, kata Saussure, ia menyampaikan dua hal yang berbeda pada pelafalan (kata perang pertama dilafalkan secara berbeda dengan kata perang kedua). Kedua, mekanisme psikis-fisik yang memungkinkan seseorang mengungkapkan kombinasi-kombinasi tersebut. Parolelah yang membuat langue berubah: kesan-kesan yang kita tangkap pada saat kita mendengar orang lainlah yang mengubah kebiasaan bahasa kita. Jadi, antara langue dan parole saling terkait; langue sekaligus alat dan produk parole. Bersifat individu: semua perwujudannya bersifat sesaat dan heterogen dan merupakan perilaku pribadi. Parole dapat dirumuskan: (1’ + 1’’ + 1’’’ + 1’’’’…..). artinya, kata yang sama pun akan dilafalkan secara berbeda, baik orang yang sama maupun oleh banyak orang.
6.6 Sintakmatik-paradigmatik
Selanjutnya, hubungan paradigmatik merupakan hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengganti unsur dalam suatu lingkungan yang sama, sedangkan hubungan sintakmatik adalah hubungan yang menyatakan adanya kemampuan mengombinasikan ke dalam konstruksi yang lebih besar.
Bagi Saussure bahasa menggunakan tanda yang dimaknai secara konvensional. Tanda-tanda bahasa itu disusun dalam rangkaian yang disebutnya rangkaian sintagmatik. Dalam hal ini tanda bahasa ada dalam rangkaian sintakmatik yaitu rangkaian tanda yang berada dalam ruang dan waktu yang sama atau relasi in praesenstia.
6.6.1 Sintakmatik (Horizontal)
Hubungan sintakmatik adalah hubungan yang diperoleh jika satuan-satuan diletakkan bersama dalam satu tindak bicara. Unit-unit kebahasaan dapat digabungkan menjadi bangun yang lebih panjang.
Contoh. Budi menendang bola adalah deretan Budià menendangàbola. Urutan ketiga kata  ini bukan bersifat manasuka tanpa berpatokan pada kaidah (langue) bahasa Idonesia. Arah panah pada contoh tidak hanya  memperlihatkan urutan (bahasa  yang linear)  tetapi hubungan sintaksis subjek—predikatà objek. Meskipun urutan itu diubah, fungsi gramatikal tetap misalnya BolaàBudià tendang; Tendangà bolaàBudi. Terlihat di sini bahwa fungsi gramatikal bahasa tidak selalu terikat pada aspek linearitas. Kata-kata dalam sebuah bahasa berada dalam relasi sintagmatik tersusun dalam sebuah struktur.
Pada kalimat Budi menendang bola  terbentuk dari unsur Budi, menendang, bola yang masing-masing menempati ruang kosong yang kemudian disebut gatra. Kaidah (langue) bahasa Indonesia gatra dapat diisi dengan unsur bahasa tertentu saja. Jadi, gatra adalah ruang kosong  yang terdapat sebelum, di tengah, dan sesudah   panah. Pada contoh kita sebut gatra [1] à [2] à [3]. Dalam sintaksis [1], [2], [3] disebut fungsi sintaksis dan dalam hal ini setiap fungsi itu dapat diisi oleh kata tertentu sesuai dengan kaidah. Dalam contoh yang sama Budià menendangà bola, gatra [1] yang diisi Budi bisa diisi Ali, Candra, Damar, Dia, Mereka, Adik, dll. Tetapi kata-kata itu tidak dapat berada di ruang dan waktu yang sama. Kata-kata itu hanya bisa diasosiasikan  secara in absentia. Hubungan  itu dikatakan hubungan asosiatif atau kata-kata itu berada dalam relasi asosiatif.  Kata-kata yang mengisi gatra tergolong kata sejenis atau disebut berada dalam paradigma yang sama. Hal yag sama bisa berlaku untuk kata menendang bisa diisi kata mengambil, melempar, menyembunyikan, membuang;  bola bisa isi dengan kata batu, kelapa, piring. Relasi asosiatif ini kemudian disebut relasi paradigmatik. Pada tataran langue stiap penutur  bahasa menguasai  semacam piranti atau jejaring unsur-unsur bahasa yang tergolong-golong dalam paradigma  dan unsur-unsur itu saling membedakan. Jejaring inilah ang disebut sebagai sistem bahasa.

6.6.2 Paradigmatik (vertikal)
Hubungan paradigmatik adalah hubungan derivatif atau inflektif serangkaian bentuk jadian dengan bentuk dasar dari unit bahasa. Hubungan paradigmatik adalah hubungan antarelemen yang dapat saling menggantikan dalam slot yang sama dalam struktur kebahasaan, seperti yang tampak pada matriks dibawah ini.
Budi (S)
Menendang (P)
Bola (O)
S
Ali
P
memotong
O
kayu
S
Candra
P
memukul
O
kucing
S
Damar
P
menendang
O
Batu
S
Dia
P
mengambil
O
roti
S
Mereka
P
melempar
O
mangga
S
Ibu
P
menjahit
O
baju
S
......
P
.......
O
......

7. Aliran Lain yang mengembangkan Konsep Struktural
Pendekatan ini juga diikuti oleh sarjana-sarjana pada dekade berikutnya, seperti Franz Boas (1858–1942) sarjana Antropologi Amerika kelahiran Jerman; Edward Sapir (1884 – 1939) sarjana Antropologi dan Linguistik; dan Leornard Bloomfield (1887 – 1949) sarjana Linguistik yang akhirnya tergabung dalam aliran linguistik struktural. Para sarjana tersebut mengembangkan kajian bahasa pada bahasa lain yang belum pernah diselidiki sebelumnya, bahkan mengembangkannya dengan membentuk aliran-aliran baru dalam kajian linguistik. Aliran yang berafiliasi pada aliran stuktural ini antara lain
Aliran Praha
Aliran praha terbentuk pada tahun 1926 atas prakarsa salah seorang tokohnya, yaitu Vilem Mathesius (1882 – 1945). Dalam bidang fonologi aliran Praha inilah yang pertama-tama membedakan dengan tegas akan fonetik dan fonologi. Fonetik mempelajari bunyi-bunyi itu sendiri, sedangkan fonologi mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem. Sumbangan aliran ini dalam dalam bidang fonologis (mempelajari fungsi bunyi tersebut dalam suatu sistem) dan bidang sintaksis dengan menelaah kalimat melalui pendekatan fungsional.
Aliran Glosematik
Aliran Glosematik lahir di Denmark, tokohnya antara lain : Louis Hjemslev (1899 – 1965), yang meneruskan ajaran Ferdinand de Saussure. Hjemslev juga menganggap bahasa sebagai suatu sistem hubungan, dan mengakui adanya hubungan sintagmatik dan hubungan paradigmatik. Namanya menjadi terkenal karena usahanya untuk membuat ilmu bahasa menjadi ilmu yang berdiri sendiri, bebas dari ilmu lain, dengan peralatan, metodologis, dan terminologis sendirian.
Aliran Firthian
Aliran firthian, nama John R. Firth (1890 – 1960) guru besar pada Universitas London sangat terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Karena itulah, aliran yang dikembangkannya dikenal dengan nama aliran Prosodi. Nama John R. Firth terkenal karena teorinya mengenai fonologi prosodi. Fonologi prosodi adalah suatu cara untuk menentukan arti pada tataran fonetis.
Linguistik Sistemik (Sistemic Linguistics)
Aliran linguistik sistemik tidak dapat dilepaskan dari nama M.A.K Halliday, yaitu salah seorang murid Firth yang mengembangkan teori Firth mengenai bahasa, khususnya yang berkenaan dengan segi kemasyarakatan bahasa. Sebagai penerus Firth dan berdasarkan karangannya Categories of the Theory of Grammar, maka teori yang dikembangkan oleh Halliday dikenal dengan nama Neo-Firthian Linguistics atau Scals and Category Linguistics. Namun kemudian ada nama baru, yaitu Systemic Linguistics (SL). Pokok pandangan aliran ini adalah: (1) SL memberikan perhatian penuh pada segi kemasyarakatan bahasa (2) SL memandang bahasa sebagai pelaksana (3) SL mengutamakan pemerian ciri-ciri bahasa tertentu beserta variasinya (4)SL mengenal adanya gradasi/kontinum (5)SL menggambarkan tiga tataran utama bahasa.
Aliran Leonard Bloomfield dan Strukturalis Amerika
Faktor yang menyebabkan berkembangnya aliran strukturalisme ini (1) masa itu para linguis di Amerika menghadapi masalah yang sama, yaitu banyak sekali bahasa Indian di Amerika yang belum diperlukan (2) Sikap Bloomfield yang menolak mentalistik sejalan dengan iklim filsafat yang berkembang pada masa itu di Amerika, yaitu filsafat behaviorisme (3)  Di antara linguis-linguis itu ada hubungan yang baik, karena adanya The Linguistics Society of America, yang menerbitkan majalah Language; wadah tempat melaporkan hasil kerja mereka. Ciri aliran strukturalis Amerika ini adalah cara kerja mereka yang sangat menekankan pentingnya data yang objektif untuk memberikan suatu bahasa. Disebut aliran Bloomfield karena bermula dari gagasan Bloomfield. Disebut juga sebagai aliran taksonomi karena aliran ini menganalisis dan mengklasifikasikan unsur-unsur bahasa berdasarkan hubungan hierarkinya.
Aliran Tagmemik
Aliran ini dipelopori oleh Kenneth L. Price, seorang tokoh dari Summer Institute of Linguistics, yang mewarisi pandangan-pandangan Bloomfeld, sehingga aliran ini juga bersifat strukturalis, tetapi juga antropologis. Menurut aliran ini satuan dasar dan sintaksis adalah tagmem (susunan). Tagmem adalah korelasi antara fungsi gramatikal atau slot dengan sekelompok bentuk-bentuk kata yang dapat saling diperlukan untuk mengisi slot tersebut.Tagmem ini tidak dapat dinyatakan dengan fungsi-fungsi saja. Seperti subjek + predikat + objek dantidak dapat dinyatakan dengan bentuk-bentuk saja, seperti frase benda + frase kerja + frase benda, melainkan harus diungkapkan kesamaan dan rentetan rumus seperti: S : FN + P : FV + O : FN artinya,  fungsi subjek diisi oleh frase nominal diikuti oleh fungsi predikat yang diisi oleh frase verbal dan diikuti pula oleh fungsi objek yang diisi oleh frase nominal.

***

Sumber Rujukan

Beilharz, Peter. 2002.  Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Chaedar A. Alwasilah.1993. Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa.
Chaer, Abdul. 2003. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta
Fayyadl, Muhammad Al. 2011. Derrida. Yogyakarta: Lkis.
Giddens Anthony, 2009. Problematika Utama dalam Teori Sosial: Aksi, Struktur dan Kontradiksi dalam Analisis Sosial. Dariyatno (Pentj.), Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Hoed Benny H. 2008. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: FIB UI.
Saussure, Ferdinand de. 1988. Pengantar Linguistik Umum. Terjemahan Cours de Linguistique Generale oleh Rahayu S. Hidayat. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Verhaar, JWM. 2010. Asas-Asas Linguistik Umum, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press.


[1] Bahan ini disipakan untuk diskusi dalam Kuliah Linguistik Lanjut, Senin, 22 Oktober 2012, pada Program Pascasarjana UM.
[2] Ferdinand de Saussure, Pengantar Linguistik Umum, .Jogyakarta: Gajah Mada University Press, 1993, hal. 1-55
[3] Persoalan ini secara lebih rinci diulas Benny H.Hoed, Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Jakarta: FIB UI, 2008, hal.45-73.
[4] Muhammad Al Fayyadl, “ Melampaui Strukturalisme, Menuju Emansispasi Teks” dalam Derrida, Yogyakarta: Lkis, 2011, hal.29-71
[5] Ferdinand de Saussure, Op.Cit., Loc., Cit.
[6] Gagasan Alison Assiter ini dapat ditemukan pada artikelnya “ Althusser dan Strukturalisme”  dalam jurnal British Sociology, vol.35 no.2, Blackwell Publishing, 1984.
[7] Beryl Langer, “Emile Durkheim”  dalam Peter Beilharz, Teori-Teori Sosial: Observasi Kritis terhadap Para Filosof Terkemuka, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2002, hal.101-110.
[8] Chaedar A. Alwasilah.Linguistik Suatu Pengantar. Bandung: Angkasa Bandung, 1993
[9] Bandingkan Verhaar,JWM. Asas-Asas Linguistik Umum, Jogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2010, hal.3-4.