“Aku
datang - entah dari mana,
aku
ini - entah siapa,
aku
pergi - entah ke mana,
aku
akan mati - entah kapan,
aku
heran bahwa aku gembira”.
(Martinus dari Biberach)[1].
1.Pengantar
Kutipan yang mengawali bahan diskusi ini
sebenarnya bisa diringkas menjadi satu kata yaitu kata “HERAN”. Heran,
mengeherani sesuatu biasanya melahirkan aneka pertanyaan tidak terbatas pada
pertanyaan yang hanya terkessan sepele, sederhana tetapi juga sampai pada
pertanyaan yang rumit dan mendasar. Manusia bertanya karena mengerani sesuatu
dan karena ada pertanyaan orang berusaha menemukan jawabannya. Sikap mengherani
lalu bertanya serta mencari jawaban seperti inilah, yang ditengarai sebagai
titik awal gerakan manusia dalam mengembangkan pengetahuan. Di sini, pertanyaan
adalah masalah dan masalah itu menuntut jawaban manusia.
Istilah masalah di sini kemudian muncul
dan ditempatkan dalam salah satu tahap aktivitas mengembangkan pengetahuan
dengan pelbagai disiplin kajiannya. Metode Penelitian Kuantitatif sebagai
sebuah model kerja terkait pengembangan ilmu pengetahuan juga mengikuti
tahap-tahap tertentu. Dengan kata lain,
kita mengakui adanya ilmu khusus yang mempelajari langkah dan prosedur sebuah penelitian. Mengafirmasi keberadaan
langkah dan proses yang dilalui dalam penelitian sekaligus menegaskan bahwa Metode Penelitian
Kuantitatif memiliki landasan dan kerangka epistemologis[2] seperti
halnya ilmu-ilmu lain.
2.
Pengertian Masalah dan Perumusan Masalah Penelitian
Kata
“masalah” yang dipadukan dengan kata penelitian di sini tidak
dimaksudkan sebagai atribut yang dilekatkan pada kata penelitian seperti kata
masalah yang yang dipadukan dalam rumusan masalah sosial, masalah politik,
masalah pendidikan, dll. Rujukan masalah pada contoh ini bermakna lebih luas
artinya segala hal yang berkaitan dengan kehidupan sosial, kehidupan politik,
dunia pendidikan. Kata masalah dalam konteks “Masalah Penelitian” merujuk pada
salah satu bagian, salah satu tahap dalam penelitian ilmiah dalam ilmu yang
namanya Metode Penelitian Kuantitatif.
Masalah dalam konteks penelitian dapat
diartikan semua faka dan fenomena kehidupan yang mengherankan dan merangsang
sikap ingin tahu berupa pertanyaan yang memungkinan seseorang melakukan aksi
dalam rangka menemukan jawaban atas apa
yang diherani dan memenuhi rasa ingin tahunya dengan mengikuti prosedur standar
yang persyaratkan oleh bidang kajian tertentu. Kata masalah dalam konteks
penelitian dapat dibatasi sebagai fakta atau fenomena yang dapat dijadikan
pijakan untuk suatu aksi yang disebut penelitian. Dengan kata lain penelitian
baru bisa dilakukan kalau jelas apa masalahnya.
Setiap
penelitian selalu berangkat dari masalah, namun masalah yang dibawa peneliti dalam
penelitian kuantitatif dan kualitatif berbeda. Dalam penelitian kuantitatif,
masalah yang dibawa haruslah jelas, sedangkan dalam penelitian kualitatif
bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan[3]. Penelitian ini diawali
dengan merumuskan masalah-masalah penelitian. Masalah penelitian ini dirumuskan
secara operasional, dalam arti konsep-konsep yang dipilih harus dapat diukur
secara kuantitatif. Masalah penelitian dijawab secara teoretis dengan cara
mengacu pada teori-teori yang telah ada. Berdasarkan teori-teori yang dijadikan
landasaan untuk menyusun hipotesa, kemudian dibuktikan kebenarannya di dalam
penelitian.
Kesadaran akan adanya masalah dan
keirinduan manusia membebaskan diri dari masalah menyiratkan adanya dua kondisi
yang berbeda antara apa yang dialami sebagai kenyataan ril dengan apa yang dirindukan
sebagai yang ideal; kesenjangan antara kenyataan dan cita-cita; antara apa yang
disebut sebagai das sein dan dan sollen.[4]
Masalah penelitian dalam kaitanya dengtan topik penelitian merupakan bagian
dari topik penelitian sehingga cakupannya lebih spesifik daripada topik yang
lebih umum dan luas.
Masalah penelitian dalam konteks ilmu
pengetahuan harus dirumuskan secara tepat sehingga pembicaraan tentang
perumusan masalah penelitian menjadi bagian yang harus menjadi perhatian
peneliti. Perumusan masalah penelitian adalah upaya menyatakan secata tegas dan
jelas pertanyaan-pertanyaan yang mau ditemukan jawabannya. Perumusan masalah
dalam penelitian merupakan pernyataan yang lengkap dan rinci mengenai ruang
lingkup persoalan yang akan diteliti berdasarkan proses pengenalan atau
identifikasi masalah dan pembatasan
masalah.[5]
3.
Pentingnya Perumusan Masalah
Jenis, tipe, dan cakupan masalah yang
ditemukan dalam kehidupan amat beragam.
Hal yang sama berlaku untuk masalah yang dipilih untuk dikaji secara ilmiah
dalam sebuah penelitan berkualifikasi ilmiah. Masalah yang beragam itu harus
dibatasi agar peneliti dapat secara cepat dan tepat sampai pada tujuan penelitiannya.
Rumusan masalah hendaknya disusun secara singkat, padat, jelas, dan dituangkan
dalam bentuk kalimat tanya. Rumusan masalah yang baik akan menampakkan
variabel-variabel yang diteliti, jenis atau sifat hubungan antara
variabel-variabel tersebut, dan subjek penelitian. Selain itu, rumusan masalah
hendaknya dapat diuji secara empiris, dalam arti memungkinkan dikumpulkannya
data untuk menjawab pertanyaan yang diajukan. Tuntutan ini sesuai dengan
karakteristik sebuah penelitian kuantitatif.
Masalah ibarat jantung penelitian karena
penelitian hanya mungkin kalau adanya masalah. Konsekuanesinya kualitas suatu
penelitian amat ditentukan oleh kecermatan dan ketepatan perumusan masalahnya.
Untuk itu, beberapa hal berikut hendaknya menjadi pertimbangan peneliti dalam
merumuskan masalah penelitian[6].
(1)
Masalah yang dirumuskan itu berkaitan
dengan masalah yang baru agar tidak terkesan adanya duplikasi penelitan
(2)
Masalah yang diteliti itu representatif
sebagai masalah sehingga membantu proses pelaksanaannya di lapangan
(3)
Masalah yang dirumuskan itu harus dapat
mendorong semanagt ingin tahu yang dikaitakan dengan aktivitas intelektual
(4)
Masalah yang dirumuskan harus
mempertimbangkan aspek ketersediaan data dan kecocokan metode yang digunakan peneliti
(5)
Masalah yang dirumuskan harus
mempertimbangkan waktu dan biaya.
Selaian itu, untuk mempertajam proses
perumusan masalah penelitian, peneliti hendaknya mempertimbangkan beberapa
pertanyaan penting untuk menghilangkan
keragu-raguan. Masalah penelitian
tersebut didefinisikan secara jelas. Sampai ke mana luas masalah yang
akan dipecahkan.
(1)
Apakah masalah itu sungguh-sungguh
penting untuk diteliti?
(2)
Apakah masalah yang diteliti nyata dan menarik
untuk orang lain?
(3)
Apakah masalah yang dirumuskan sungguh
membawa peneliti pada solusi?
(4)
Apakah formulasi hipotesis masalah yang
dirumuskan dapat diuji?
(5)
Apakah dengan perumusan masalah itu
peneliti dapat menentukan sampel yang dapat digeneralisasi?
(6)
Apakah masalah itu dapat
menginformasikan instrumen pengumpul data?
(7)
Apakah masalah yang diteliti memberi
sumbangan bagi kehidupan praktis dan perkembangan pengetahuan?
Bertolak dari beberapa pertanyaan kritis di atas
tampak jelas bahwa dalam kegiatan penelitian masalah yang terumuskan mengemban
fungsi antara lain:
(1) Masalah merupakan pijakan aktivitas penelitian
(2) Masalah menjadi acuan dan tuntunan bagi peneliti
untuk tetap fokus pada penelitiannya
(3) Masalah yang terumuskan berimplikasi pada
unsur-unsur lain dalam penelitian misalnya jenis data yang diperlukan,
penentuan sampel, penentuan instrumen penelitian, dll.
(4) Masalah membantu peneliti dalam menetapkan sumber
atau subyek penelitian
Hal
yang perlu lakukan peneliti dalam upaya merumuskan masalah penelitian secara
baik dirumuskan Singh[7] yang
mencatat sepuluh hal yang berkaitan dengan perumusan masalah penelitian yaitu
(1) pengumpulan data yang berkaitan dengan masalah (2) mengamati fakta yang relevan
(3) menelusuri keterkaitan antara fakta yang mungkin dapat menjadi kunci bagai
masalah yang sulit (4) memberikan pelbagai kemungkinan penjelasan untuk masalah
yang sulit (5) menentukan, memastikan masalah yang relevan melalui pengamatan
dan analisis (6) temukan hubungan antara penjelasan yang memberi pemahaman bagi
pemecahan masalah (7) temukan hubungan antara kenyataan dengan penjelasan
tentang masalah (8) merumuskan pertanyaan yang dijadikan dasar analisis masalah
(9) mendata hal yang tidak terkait dengan masalah penelitian (10) singkirkan
semua penjelasan yang tidak relevan dengan masalah penelitian.
4.
Sumber Masalah untuk Penelitian[8]
Menentukan masalah untuk suatu
penelitian ilmiah bukanlah hal mudah karena menuntut tanggungjawab dan
komitmen, mengorbankan waktu dan tenaga untuk suatu aktivitas ilmiah yang penting. Singh
mencatat enam sumber utama yang bisa dijadikan masalah dalam penelitian yaitu (1) pengalaman pribadi peneliti
misalnya yang berkaitan dengan pendidikan dengan segala permasalahannya (2) sumber lain terkait dengan merujuk pada hal yang sering diteliti oleh para pengamat
lain sebagaimana yang dituangkan dalam buku dan jurnal ilmiah (3) sumber
ditentukan peneliti sendiri setelah melakukan pengamatan yang cermat dan
intensif sesuai dengan bidang keahliannya (4)
sumber masalah berkaitan dengan inovasi baru, perkembangan teknologi,
perubahan budaya (5) masalah yang sering menjadi pembicaraan para ahli dan
pengalaman lapangan yang menuntut penanganan secepatnya (6) melanjutkan masalah
yang ditemukan dalam penelitian sebelumnya oleh peneliti yang sama.
5.
Rambu-rambu Perumusan Masalah
Ada banyak masalah yang bisa diteliti tetapi dalam
konteks pengembangan ilmu pengetahuan, masalah dalam penelitian ilmiah harus
memenuhi kriteria keilmuan. Perumusan masalah penelitian dikatakan baik kalau
memenuhi beberapa kriteria berikut:
(1)
Perumusan masalah tidak menggunakan
kata-kata yang bermakna taksa atau ambigu
(2)
Perumusan masalah singkat, lengkap agar
mudah dipahami
(3)
Perumusan masalah harus mengabdi pada
kepentingan praktis
(4)
Batasan dan pernyataan masalah harus
didasarkan pada argumentasi ilmiah
(5)
Perumusan masalah harus dapat diuji
secara ilmiah
(6)
Masalah yang termuskan bersifat khusus,
jelas, terfokus, dan merupakan
pertanyaan penelitian
(7)
Masalah yang dirumuskan harus bernilai
penelitian(orisinalitas) yang ditandai dengan adanya pernyataan berkaitan
dengan hal yang penting, aktual, teruji secara ilmiah dan dirumuskan dalam
kalimat Pertanyaan[9].
(8)
Masalah yang dirumuskan harus memiliki
visibilitas yang berarti apa yang dirumuskan itu susuai dengan ketersediaan
data di lapangan sehingga menjawab pertanyaan yang terformulasikan.
(9)
Masalah yang terumuskan harus sesuai
dengan kualifikasi keilmuan peneliti
6.
Tipe dan Karateristik Pernyataan Masalah Penelitian
Dilihat dari tujuan penelitian masalah
penelitian dibedakan menjadi tiga tipe yaitu masalah penelitian eksploratif,
deskriptif, dan eksplanatif. Tipe pertama mengeksplorasi fenomena sosial dan
menemukan permasalahan yang baru.Tipe deskriptif menggambarkan karakter sebuah
variabel, kelompok atau gejala sosial yang berlangsung dalam masyarakat. Tipe
eksplantif berupaya menggabungkan beberapa fenomena, menjelaskan hubungan pola
yang berbeda-beda tetapi berkaiatan satu sama lain.
Disadari, tahap memilih masalah untuk
penelitian merupakan langkah yang sulit sehingga diperlukan petunjuk praktis
yang menuntun peneliti dalam memilih masalah penelitian. Pernyataan tentang Masalah
Penelitian harus berkarakteristik mempertanyakan hubungan dua atau
lebih variabel (Relationship between Variables) (2) dinyatakan
secara tegas, jelas dalam pertanyaan
yang tidak ambigu (The Problem Stated in Question Form);
(3) pertanyaan harus merujuk pada kemungkinan pengumpulan data atau dapat
dibuktikan secara empiris (Empirical Testability);(4) bebas dari
kriteria etika dan moral (Avoidance of Moral or Ethical Judgements)[10]
7.
Kesimpulan
(1)
Unsur masalah dalam sebuah penelitian
baik penelitian kualitatif maupun penelitian kuantitif memegang peranan penting
ibarat “jantung” pada manusia yang menentukan dan mengendalikan semua aktivitas
bagian tubuh lainnya.
(2)
Penelitian sebagai kerangka kerja ilmiah
tunduk pada ketentuan ilmiah dan masalah dalam konteks penelitian harus
ditemukan, dikumpulkan, diidentifikasi, dipilah, dipilih dirumuskan secara tepat agar memberi arah yang tepat kepada peneliti
dalam rangka mewujudkan tujuan yang diharapkan dalam sebuah penelitian.
(3)
Pertanyaan itu masalah dan masalah itu
pertanyaan. Pertanyaan menjadi bagian penting dari aktivitas ilmiah yang
disebut penelitian. Karena ia penting dan berada pada tataran ilmiah maka
pembicaraan tentang masalah dalam penelitian tentu bukannya sekadar bertanya.
***
SUMBER
RUJUKAN
Encyclopedia of Philosophy.2003. Concise
Routledge: Taylor and Francis.
Kerlinger, Fredn
N. 1964. Foundations of Behaviour Research: Educational and Psychologycal
Inquiry.Holt: New York.
Martono ,
Nanang. 2010. Metode Penelitian
Kuantitatif . Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. 2000. Malang: Universitas Negeri Malang.
Singh, Yogesh
Kumar. 2006. Fundamental of Research
Methodology and Statistic. New Delhi: New Age International Publisher.
Sugiyono.
2011. Metode Penelitian Kuantitatif
Kualitatif dan R&D
Bandung:Alfabeta
wikipedia.org/wiki/Martinus_von_Biberach diunduh 7
September 2012.
[1] Naskah asli berbahasa Jerman Ich leb und ich waiß nit, wie
lang; Ich stirb und waiß nit wann; Ich far und waiß nit, wahin Mich wundert,
daß ich froelich bin atau Bahasa Inggrisnya: I
live and don't know how long, I'll die and don't know when, I am going and
don't know where, I wonder that I am happy.
[2] Epistemologi
ialah cabang filsafat yang menyelidiki asal mula, susunan, metode-metode dan
sahnya pengetahuan.. Secara etimologis, epistemologi merupakan kata gabungan
yang diangkat dari dua kata dalam bahasa Yunani: episteme dan logos. Episteme
artinya pengetahuan; logos lazim dipakai untuk menunjukkan adanya pengetahuan
sistemik. Epistemologi diartikan sebagai kajian sistematik mengenai
pengetahuan. Epistemologi is one the core areas of philosophy. It is concerned
with the nature, sources and limits of knowledge. There is a vast array of view
about those topics, but one virtually universal presupposition is that
knowledge is true belie, but not mere true belief (Concise Routledge Encyclopedia of Philosophy, Taylor and
Francis, 2003)
[3] Bdk. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan
R&D . Bandung:Alfabeta. hlm. 8
[4] Nanang Martono dalam Metode Penelitian Kuantitatif (2010, 25-28) melihat masalah dalam konteks
penelitian lebih condong pada kajian
sosilogis karena membatasi masalah itu
sebagai adanya fenomena sosial yang menampikan adanya jurang antara apa yang
ideal dengan kenyataan.
[5] Pengertian Pembatasan Masalah
ini dapat dibandingkan dengan batasan menurut Pedoman Penulisan Karya Ilmiah yang berlaku di lingkungan
Universitas Negeri Malang (2000) halaman 12.
[6] Bdk.Nanang Martono, op., cit. hlm. 29-30
[7] Bdk.Yogesh Kumar Singh. 2006. Fundamental of Research Methodology and
Statistic. New Delhi: New Age International Publisher. Hlm.23-24. Pada
bagain ini Singh menjelaskannya dalam bagian Identifikasi masalah.
[8] Ibid., loc.cit.
[9] Butir 7 sampai 9 bisa bandingkan
dengan apa yang diuraikan Fredn
N.Kerlinger (1964) dalam Foundations of
Behaviour Research: Educational and Psychologycal Inquiry atau bisa dibaca
pada Nanang, Op.cit.hlm.32
[10] Singh, Op.Cit., hlm.29
Tidak ada komentar:
Posting Komentar