Jumat, 26 April 2013

BELAJAR APRESIASI MELALUI MINDMAP

PEMBELAJARAN ANALISIS DAN APRESIASI SASTRA CERPEN
DENGAN KERANGKA MIND MAP BERGAMBAR

1. Latar Belakang Masalah
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) jejang SMA untuk mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia mencantumkan Standar Komptensi (SK) dan beberapa Komptensi Dasar (KD) yang berkaitan dengan analisis dan apresiasi. Penjabarannya dirumuskan dalam Silabus pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia untuk kelas X, XI, dan XII. Ada enam SK pada kelas X (SK 6: Membahas cerita pendek melalui kegiatan diskusi; SK 7: Memahami wacana sastra melalui kegiatan membaca puisi dan cerpen dan SK16: Mengungkapkan pengalaman diri sendiri dan orang lain ke dalam cerpen. Untuk kelas XI: pada SK 13: Memahami pembacaan cerpen. Untuk Kelas XII ada pada SK 7: Memahami wacana sastra puisi dan cerpen dan SK 8: Mengungkapkan pendapat, informasi, dan pengalaman dalam bentuk resensi dan cerpen. Standar Komptensi untuk ketiga kelas kemudian masing-masing dijabarkan ke dalam Komptensi Dasar (KD) berkaitan dengan pembicaraan tentang analisis dan apresiasi. Selanjutnya dalam silabus kelas XII dicantumkan pula SK yang berkaitan dengan dengan analisis dan apresiasi yang dinyatakan dalam KD 7dan 8. Penjabaran dan upaya perwujudan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang dituangkan dalam silabus pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia berkaitan dengan analisis dan apresiasi, tergolong kompleks bagi para pebelajar.

Kompleksitas materi yang berkaitan dengan analisis dan apresiasi ini menyulitkan pebelajar dalam memahani analisis dan apresiasi secara baik. Pemahaman yang baik para pebelajar terhadap analisis dan apresiasi hanya mungkin kalau proses pembelajarannya dilakukan sesuai dengan karakter mata pelajaran dan tuntutan paradigma pendidikan. Pergeseran paradigma pendidikan dari guru sebagai pusat menjadi siswa sebagai pusat berdampak pada persoalan teknik, metode, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran. Teknik, metode, pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran bahasa Indonesia diabdikan pada kebermaknaan proses. Artinya, pebelajar tidak lagi belajar tentang bahasa (analisis dan apresiasi) tetapi belajar berbahasa (memahami, menyusun analisis dan apresiasi) yang dikaitkan dengan kehidupannya nyata.

Konsep kebermaknaan pembelajaran bahasa pada umumnya dapat diwujudkan melalui penciptaan kondisi yang memungkinkan munculnya karakteristik pembelajaran yang ditandai dengan adanya aktivitas pebelajar, munculnya hal baru yang bercorak inovatif selama proses berlangsung, terpicunya daya kreasi pebelajar melalui proses yang dikuti. Di sini pebelajar belajar to talk by talking, to read by reading, to write by writting (Cox, 1996:16). Karakteristik aktif, inovatif, dan kreatif pebelajar akan menunjang efektivitas pencapaian tujuan pembelajaran yang pada akhirnya menyenangkan. Karakteristik seperti ini kemudian dirumuskan sebagai pembelajaran aktif, inovatif, kreatif, efektif, dan menyenangkan (PAIKEM). Konsep “Mind Mapping” dapat digunakan untuk pembelajaran tentang analisis dan apresiasi dalam pelajaran bahasa Indonesia di SMA dalam rangka pembelajaran yang PAIKEM ini (Suprijono, 2012:ix).

Jumlah soal Ujian Nasional bahasa Indonesia yang berkaitan dengan materi analisis dan apresiasi dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Sekadar contoh, untuk UN 2011/2012 daya serap atau ketuntasan untuk materi yang berkaitan dengan analisis dan apresiasi cerpen untuk Kabupaten Kota Blitar Provinsi Jawa Timur daya serap juran IPA untuk Kabupaten Kota Blitar hanya 73,52%, untuk Provinsi Jawa Timur hanya 17,12% dan secara nasional hanya 67,40%. Untuk jurusan IPS daya serapnya 65,43% untuk kabupaten Kota Blitar, 65,99% untuk Propinsi Jawa Timur dan 64,35% secara nasional (Diolah dari Laporan Pengolahan Ujian Nasional tahun 2011/2012 yang dibuat Pusat Penilaian, BSNP, Balitbang Kemdikbud). Data ini menunjukkan bahwa tingkat pencapaian masih berada jauh di bahwa tuntutan Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) nasinal minimal 75%. Hasil analisis soal Ujian Nasional bahasa Indonesia yang berkaitan dengan daya serap untuk materi analisis dan apresiasi yang dilakukan pusat kurikulum nasional menunjukkan rendahnya kompetensi siswa pada soal tentang analisis dan apresiasi. Data ini menggambarkan adanya masalah berkaitan dengan pembelajaran analisis dan apresiasi yang harus segera diatasi.

2. Rumusan Masalah
Berdasaarkan apa yang digambar di atas dapat dipastikan bahwa proses pembelajaran sastra di sekolah belum menjawabi tuntutan pencapaian komptensi yang dipersyaratkian oleh kurikulum secara nasional. Salah satu sebab yang bisa ditelusuri, berkaitan dengan metode, pendekatan, dan teknik yang digunakan dalam pembelajaran apresiasi dan analisis sastra. Pertanyaan pokok sebagai masalah adalah: Apakah pembelajaran dengan teknik Mind Mapping dapat meningkatkan efektivitas pencapaian kompetensi siswa dalam pembelajara apresiasi di sekolah?

3. Kerangka Teoretis tentang Otak dan Konsep Mind Map
Pertanyaan yang dirumuskan sebagai masalah di atas pada hakikatnya berkaitan dengan perkembangan struktur otak dan sistem kerja otak yang menentukan tingkat keberhasilan dalam meraih kompetensi yang dipersyaratan pada jejang pendidikan tertentu oleh siswa. Karena itu, berikut digambarkan secara singkat perkembangan otak manusia dan sistem kerja otak itu dalam kaitannya dengan gagasan tentang peta konsep, peta pikiran.

3.1 Perkembangan Otak Manusia dan Proses Belajar
Salah satu pertumbuhan yang telah diselidiki oleh para ahli palaeneourologi menunjukkan bahwa evolusi otak dari primat Austrolopithecus sampai dengan manusia masa kini telah berlangsung sekitar 3 juta tahun. Hal ini tampak paling tidak pada ukuran otak yang membesar dari 400 miligram menjadi 1400 miligram (Holloway 1996: 74; Dardjowidjojo, 2010:201) pada kurun waktu antara 3-4 juta tahun lalu. Dari munculnya Homo Erectus sampai dengan adanya Homo Sapiens pada sekitar 1,7 juta tahun yang lalu, ukuran otak telah berkembang hampir dua kali lipat, dari 800 miligram ke 1.500 miligram. Meskipun ukuran itu bukanlah satu-satunya indikator untuk mengukur perubahan fungsi, paling tidak ukuran itu memungkinkan akan adanya fungsi yang bertambah.

Perkembangan otak ini dapat dibagi menjadi empat tahap (Holloway 1996:85). Tahap pertama adalah tahap ini tampak pada Homo Erectus yang ditemukan di Jawa dan ditemukan di Cina. Tahap kedua adalah adanya perubahan reorganisasi pada otak tersebut. Perubahan ini terjadi pada masa Praaustrolopithecus ke Austrolopithecus Afarensis. Perubahan ketiga adalah munculnya sistem fiber yang berbeda-beda pada daerah-daerah tertentu melalui corpus callosum. Fiber-fiber ini dapat diibaratkan sebagai kabel listrik yang memberikan aliran-aliran elektrik untuk menggerakan atu melakukan sesuatu. Perkembangan terakhir adalah munculnya dua hemisfir yang asimitris. Dua tahap terakhir ini terjadi pada saat perubahan dari Homo Erectus ke Homo Sapiens.

Pelbagai penelitian terhadap proses kerja otak manusia menunjukkan bahwa otak manusia bekerja dengan pola tertentu. Ada semacam peta yang bekerja untuk membuat interkoneksi di seluruh tubuh manusia. Interkoneksi tersebut saling memberi dan menerima. Dengan demikian, manusia dapat melakukan seluruh pekerjaannya dengan baik. Bila otak tidak mampu melakukan itu semua, maka koordinasi dalam tubuh kita akan menjadi kacau. Akibatnya, kita tak mampu menyelesaikan seluruh kegiatan dengan baik.

Demikian pula bila kita ingin melakukan pekerjaan sehari-hari dengan baik, maka kita harus membuat sebuah sistem koordinasi dengan baik. Salah satu cara yang populer untuk membuat sistem koordinasi tersebut adalah dengan peta pikiran atau Mind Map. Dengan peta pikiran, seseorang dapat menyusun rencana kegiatan secara baik. Seorang guru diharapkan dapat memhamai sistem kerja otak yang berkaitan dengan peta pikiran karena konsep dan temuan tentang konsep peta pikiran dapat digunakan dalam merencanakan dan mengkoordinasikan kegiatan belajar mengajar dengan baik. Dengan peta pikiran pula, guru dapat menyiapkan diri secara maksimal dalam pembelajaran. Hal terpenting tentang peta pikiran ini, guru akan terbantu dalam menjelaskan sebuah materi pelajaran secara mudah, jelas, dan efektif. Apa pun yang akan dilakukan dalam proses belajar mengajar, peta pikiran akan membantu dalam merencanakan dan mengkoordinasikannya secara baik.

Menurut Yovan (2008), pembelajaran melibatkan pemikiran yang bekerja secara asosiatif, sehingga dalam setiap pembelajaran terjadi penghubungan antar satu informasi dengan informasi yang lain. Pembelajaran sangat erat kaitannya dengan penggunaan otak sebagai pusat aktivitas mental mulai dari pengambilan, pemrosesan, hingga penyimpulan informasi. Dengan demikian, pembelajaran merupakan proses sinergis antara otak, pikiran dan pemikiran untuk menghasilkan daya guna yang optimal.

Untuk mengoptimalkan hasil pembelajaran, proses pembelajaran harus menggunakan pendekatan keseluruhan otak. Menurut Potter (2002), ketika manusia berkomunikasi dengan kata-kata, otak pada saat yang sama harus mencari, memilah, merumuskan, merapikan, mengatur, menghubungkan, dan menjadikan campuran antara gagasan-gagasan dengan kata-kata yang sudah mempunyai arti itu dapat dipahami. Pada saat yang sama, kata-kata ini dirangkai dengan gambar, simbol, citra (kesan), bunyi, dan perasaan. Sekumpulan kata yang bercampur aduk tidak berangkai di dalam otak, keluar secara teratur, satu demi satu, dihubungkan oleh logika, diatur oleh tata bahasa, dan menghasilkan arti yang dapat dipahami.

Salah satu upaya yang dapat digunakan dalam membuat citra visual dan perangkat grafis lainnya sehingga dapat memberikan kesan mendalam adalah peta pikiran. Peta Pikiran merupakan teknik pencatat yang dikembangkan oleh Tony Buzan dan didasarkan pada riset tentang cara kerja otak. Peta Pikiran menggunakan pengingat visual dan sensorik alam suatu pola dari ide-ide yang berkaitan. Peta ini dapat membangkitkan ide-ide orisinil dan memicu ingatan secara mudah. Oleh karena itu, proses pembelajaran seharusnya dapat menggunakan teknik pencatatan peta pikiran sebagai salah satu cara belajar yang dapat dilatihkan kepada siswa. Penggunaan Peta Pikiran (Mind Map) dalam pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar dan kreativitas siswa.

Menurut Potter (2002), ada dua kategori umum tentang bagaimana kita belajar, yaitu pertama, bagaimana kita menyerap informasi dengan mudah (modalitas), dan kedua cara kita mengatur dan mengolah informasi tersebut (dominasi otak). Dengan demikian, cara belajar merupakan kombinasi dari bagaimana menyerap, lalu mengatur, dan mengolah informasi. Belajar berbasis pada konsep Peta Pikiran merupakan cara belajar yang menggunakan konsep pembelajaran komprehensif Total-Mind Learning (TML). Pada konteks TML, pembelajaran mendapatkan arti yang lebih luas. Bahwasanya, di setiap saat dan di setiap tempat semua manusia belajar, karena belajar merupakan proses alamiah. Semua makhluk belajar menyikapi berbagai stimulus dari lingkungan sekitar untuk mempertahankan hidup.

3.2 Memahami Konsep dan Cara Kerja Mind Map
Mind Map dalam penggunaannya sering disamakan dengan peta konsep (concept map). Perlu disadari bahwa Mind map berbeda dengan concept map. Mind map dalam bahasa Indonesia berarti peta pikiran (dari kata mind = pikiran, dan map = peta). Pengertian mind map, menurut sang pengembang, Tony Buzan, adalah suatu teknik mencatat yang menonjolkan sisi kreativitas sehingga efektif dalam memetakan pikiran (Tony Buzan dan Barry, 2004). Teknik mencatat melalui peta pikiran (mind map) ini dikembangkan berdasarkan bagaimana cara otak bekerja selama memproses suatu informasi. Selama informasi disampaikan, otak akan mengambil berbagai tanda dalam bentuk beragam, mulai dari gambar, bunyi, bau, pikiran, hingga perasaan. Selanjutnya melalui pembuatan mind map, informasi tadi direkam dalam bentuk simbol, garis, kata, dan warna. Mind map yang baik akan dapat menggambarkan pola gagasan yang saling berkaitan pada cabang-cabangnya.

Bentuk Dasar sebuah Mind Map dapat dilihat berdasarkan pola dan sistem pengembangan yang secara umum mengikuti tahap-tahap (1) Subjek yang menjadi perhatian utama (tema utama) mengalami kristalisasi dalam bentuk gambar yang ditempatkan di tengah mind map (2) Tema utama dari subjek memancar dari gambar di tengah mind map dalam bentuk cabang-cabang (3) Cabang-cabang dapat berupa gambar atau kata kunci yang dilukis atau ditulis pada garis yang saling berhubungan (4) Topik-topik dengan tingkat kepentingan lebih rendah digambar atau ditulis sebagai cabang-cabang yang lebih kecil (5) Cabang-cabang membentuk struktur yang saling berhubungan

Bentuk dasar Mind Map ini dalam konteks pembelajaran, dapat diaplikasikan dalam upaya mengorganisasikan materi pembelajaran ke dalam Mind Map yang ditandai dengan serentetan tindakan aktivitas guru atau siswa yaitu (1) menyiapkan dan menggunakan kertas kosong (2) membuat gambar tentang tema utama atau gagasan utama pada bagian tengah kertas yang telah disiapkan (3) menggunakan beragam warna untuk setiap cabang utama yang langsung terhubung pada tema atau gagasan utama (4) membuat atau manarik cabang-cabang tingkat kedua dari cabang utama (5) membuat atau menarik cabang-cabang tingkat ketiga dari cabang kedua, dan seterusnya (6) menggambar garis cabang sebagai garis melengkung (bukan garis lurus) (7) menuliskan satu kata kunci pada setiap baris yang tergambar (8) menggunakan gambar berupa simbol-simbol yang menarik pada setiap bagian yang mungkin (Buzan & Barry, 2008).

3.3. Manfaat (Kelebihan) dan Kekurangan Mind Map
Gambaran singkat tentang pengertian, hakikat, dan proses kerja Mind Map ini dapat dijadikan peluang untuk dimanfaatkan dalam konteks pembelajaran. Ada banyak manfaat sekaligus kelebihan yang dapat dicapai bila guru dan siswa menggunakan teknik mind map (peta pikiran) ini dalam kegiatan pembelajaran. Manfaat atau kelebihan itu antara lain:

(a) Mind map meningkatkan kreativitas dan aktivitas individu maupun kelompok. Bila siswa terbiasa menggunakan teknik mind map (peta pikiran) ini dalam mencatat dan memhamai informasi pembelajaran yang diterimanya, maka mereka akan lebih aktif dan kreatif. Penggunaan simbol, gambar, pemilihan kata kunci tertentu untuk dilukis atau ditulis pada mind map akan merangsang pola pikir kreatif para siswa.

(b) Mind map memudahkan otak memahami dan menyerap informasi dengan cepat. Catatan yang dibuat dengan teknik mind map dapat dengan mudah dipahami orang lain, apalagi oleh sang pembuatnya sendiri. Mind map membuat siswa harus dapat menentukan hubungan-hubungan antarkomponen mind map tersebut. Hal ini menjadikan mereka lebih mudah dan cepat memahami dan menyerap informasi.

(c) Mind map meningkatkan daya ingat. Catatan khas (bergambar, berwarna, hanya menggunakan kata kunci) yang dibuat dengan mind map karena sifatnya spesifik akan bermakna khusus bagi setiap siswa yang membuatnya (karena melibatkan penggunaan dan pembentukan makna atar komponen mind map). Hal ini akan meningkatkan daya ingat siswa terhadap informasi yang terkandung di dalam mind map itu.

(d) Mind map dapat mengakomodasi berbagai sudut pandang terhadap suatu informasi. Setiap siswa tentu akan mempunyai beragam sudut pandang terhadap suatu informasi yang disampaikan guru atau yang diterima dari sumber-sumber belajar lainnya. Beragamnya sudut pandang ini memungkinkan siswa untuk memaknai secara khas informasi tersebut dan dituangkan secara khas pada mind map mereka masing-masing.

(e) Mind map dapat memusatkan atau memfokuskan perhatian siswa. Selama proses pembuatan mind map perhatian siswa akan terpusat atau terfokus untuk memahami dan memaknai informasi yang diterimanya. Ini akan membuat kegiatan pembelajaran akan menjadi lebih efektif.

(f) Mencatat dengan teknik mind map menyenangkan. Menggambar adalah hal yang menyenangkan. Sistem kerja Mind Map memungkinkan itu terjadi. Teknik menulis menggunakan mind map menyenangkan bagi siswa, sejelek apapun kemampuan mereka menggambar simbol-simbol. Kegiatan yang menyenangkan yang diciptakan ini selanjutnya akan menimbulkan suasana positif dalam kegiatan pembelajaran di kelas.

(g) Mind map mengaktifkan seluruh bagian otak (kiri-kanan). Selama mencatat dengan teknik mind map kedua belahan otak akan dimaksimalkan penggunaannya. Siswa tidak hanya menggunakan belahan otak kiri terkait pemikiran logis, tetapi mereka juga dapat menggunakan belahan otak kanan dengan mengekspresikan perasaan dan emosi mereka dalam bentuk warna dan simbol-simbol tertentu selama membuat mind map (peta pikiran).

3.4 Kekurngan Mind Map
Sebagai salah satu teknik yang dipilih untuk digunakan dalam pembelajaran, mind map juga memiliki kelemahan antara lain:

(a) Mind map membutuhkan banyak perelengkapan alat tulis (misal spidol warna-warni). Mind map yang baik memerlukan banyak alat tulis, sehingga simbol-simbol, gambar-gambar, garis-garis, dan kata-kata yang dicantumkan dalam mind map menjadi menarik dan dan tampak atraktif.

(b) Mind map memerlukan latihan dan ketekunan sehingga siswa terbiasa dan mahir. Motivasi dan dorongan guru diperlukan sehingga siswa lebih berani dan makin aktif dan kreatif.

(c) Mind map memerlukan waktu relatif lama dari teknik mencatat biasa (bila siswa masih dalam tahap pemula), tetapi justru dapat menjadi teknik mencatat yang cepat jika mereka sudah terbiasa dan mahir menggunakan teknik mind map ini.

(d) Mind map membtuhkan tempat atau ruangan yang luas bagi siswa untuk menyelesaikan mind map.

(e) Bagi siswa yang tidak berbakat menggambar akan merasa kesulitan ketika harus melengkapi mind map dengan hiasan gambar, simbol, dan ilustrasi lainnya.

(f) Terbuka kemungkinan siswa menggunakan garis lurus ketika harus melukiskan garis-garis yang menghubungkan tema pokok dengan tema-tema pengembangnya.

4. Penggunaan Konsep Mindmap dalam Pembelajaran
Pemakaian Kerangka Mindmap (dengan kemungkinan pengembangannya Bergambar Simbol (KMBS) sebagai alat bantu yang digunakan guru diharapkan dapat lebih meningkatkan pencapaian komptensi siswa SMA dalam pembelajaran Analisis dan Apresiasi Sastra khususnya Cerita Pendek (Cerpen)

4.1 Tindakan dan Perlakuan
Rendahnya pencapaian dan daya serap peserta Ujian Nasional (UN) berkaitan dengan materi pembelajaran bahasa Indonesia khususnya soal-soal menyangkut analisis dan apresiasi karya sastra mengharuskan guru untuk mencari dan menemukan dasar masalahnya. Rendahnya daya serap seperti ini juga menggambarkan kurang tepatnya proses yang telah berlangsung baik berkaitan dengan isi materi maupun berkaitan dengan metode dan strategi pembelajaran yang dipilih. Untuk mengatasi persoalan seperti ini, diperlukan adanya pilihan tindakan dan perlakuan yang lain yang diasumsikan lebih baik bagi guru dan siswa dalam meningkatkatkan penguasaan komptensi yang berkaitan dengan analisis dan apresiasi.

3.2 Konstruktivis sebagai Dasar Penggunaan Mind Map
Landasan teoretis atau dasar filosofos paling dominan dalam menggunakan mind map adalah Konstruktivis karena pebelajar diharapkan mampu melakukan analisis dan apresiasi sesuai dengan jenis dan kaidah penysusunannya. Asumsi dasarnya, jika pebelajar mampu menganalisis dan mengapresiasi secara benar berdasarkan peta pikiran maka pebelajar akan lebih mudah memahami analisis dan apresiasi yang ditemukan dalam bacaan, wacana termasuk bacaan dan wacana yang biasanya muncul dalam soal ujian ujian akhir. Konstruksi yang dihasilkan berupa analisis dan apresiasi merupakan hasil kerja otak.

Temuan Buzan ini sebenarnya merupakan pengembangan lanjutan dari temuan yang berkaitan dengan aspek neurologis manusia. Dalam kaitannya dengan bahasa temuan Broca dan Wernicke tentang fungsi otak kiri dan otak kanan memberi sumbangan pada pemikiran Buzan (Dardjowidjojo, 2010: 201-213). Peta pikiran juga dikembangkan untuk memacu kecerdasan pebelajar yang kesulitan memahami pelajaran dan berkonsentrasi saat belajar, merasa tidak cukup waktu untuk belajar, sering bingung dan cemas saat ulangan, minat belajar kurang, dan persoalan-persoalan lainnya. Metodenya mengarahkan pebelajar untuk menuangkan, mencatat pikiran secara kreatif, efektif, kemudian dipetakan secara menarik, mudah, dan berdaya guna. Mempertimbangkan manfaatnya, temuan ini dapat dipakai dalam pembelajaran bahasa Indonesia umumnya dan dalam memahami analisis dan apresiasi pada khususnya.

Penggunaan peta pikiran sebagai alat bantu pembelajaran analisis dan apresiasi ini didasarkan pada pandangan konstruktivisme yang dikembangkan Lev.S. Vygotsky (1997:79-91) yang menekankan peran guru sebagai mediator yang menjembatani dua tingkatan kemampuan pebelajar. Gagasan Vygotsky yang relevan dengan proses belajar adalah konsepnya tentang zona perkembangan proksimal (zone of proximal development). Bagi Vigotsky, tingkat perkembangan kemampuan seseorang berada pada dua tingkatan yaitu kemampuan aktual (yang sudah dimiliki) dan kemampuan potensial (yang masih mungkin dikuasai). Kesenjangan antara tingkat aktual dan potensial inilah yang disebut zona proximal development. Untuk mencapai tingkat kemampuan potensial itu, siswa memerlukan tangga atau jembatan untuk mencapainya. Salah satu tangga itu adalah bantuan dari seorang guru yang berupa penggunaan metode dan teknik yang memungkinkan terwujudnya kemampuan potensial menjadi kemampuan yang aktual. Pebelajar tinghkat SMA telah memiliki aneka kemampuan aktual tentang analisis dan apresiasi tetapi dalam menyusun dan menganalisis analisis dan apresiasi bisa saja salah.

Dalam pembelajaran, teori Vygotsky ini lebih dikenal dengan istilah scaffolding (tangga-tangga penopang). Istilah tangga penopang ini lebih tepat karena fungsinya membantu meningkatkan pengetahuan dari yang potensial menjadi yang aktual. Dalam konteks pembelajar tangga penopang itu disiapkan dan dirancang guru. Teori Vygostky berimplikasi pada perubahan (1) setting kelas berbentuk pembelajaran kooperatif antar siswa, sehingga siswa berinteraksi berkaitan dengan masalah, materi, tugas-tugas dan saling memunculkan strategi-strategi pemecahan masalah yang berada dalam zona of proximal development (2) pebelajar diharapkan semakin lama semakin bertanggung jawab menyelesaian masalah pembelajarannya sendiri.

Seorang guru sebagai arsitek (Werang, tt.:4-6) diharapkan dapat memanfaatkan kerangka peta pikiran ini dalam pembelajaran termasuk guru mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia. Kerangka peta pikiran ini dimanfaatkan dalam merencanakan skenario pembelajaran dan mengkoordinasikan pembelajaran dengan baik. Dengan peta pikiran, guru dapat menyiapkan pebelajar untuk mengikuti pembelajaran yang memenuhi kriteria PAIKEM yang akhirnya bermuara pada pembelajaran yang kontekstual (Nurhadi & Senduk, 2009: 9-19).

Dalam bahasa tulis, analisis dan apresiasi merupakan bagian sebuah karangan. Setiap analisis dan apresiasi membentuk satu satuan pikiran atau ide. Satuan-satuan ide yang ditulis dalam sebuah karangan itulah yang kemudian disebut analisis dan apresiasi, Sebuah analisis dan apresiasi yang lengkap pada umumnya terdiri dari beberapa kalimat. Kalimat-kalimat tersebut saling berkait yang membentuk satu kesatuan pikiran/ide. Setiap satu kesatuan pikiran memiliki ide pokok atau pikiran pokok. Ide pokok inilah yang dijadikan sebagai dasar atau titik tolak pengembangan analisis dan apresiasi. Ramlan (1993:1) menyebutkan ide pokok tersebut dinyatakan sebagai pengendali sebuah analisis dan apresiasi.

Seperti halnya unsur bahasa pada umumnya, analisis dan apresiasi juga terdiri dari unsur bentuk bahasa (lahiriah) dan makna. Makna analisis dan apresiasi berupa ide, gagasan, pikiran, atau amanat, sedangkan bentuk bahasa berupa kata, frasa, atau kalimat. Makna sebuah analisis dan apresiasi ditentukan oleh unsur-unsur pembentuk analisis dan apresiasi dan bagaimana unsur-unsur (ide pokok, ide penjelas, kalimat-kalimat, konjungsi, dll.) dikonstruksi secara tepat. Untuk itulah, pebelajar membutuhkan sarana bantu dalam memahami analisis dan apresiasi yang sudah tertulis ketika membaca dan menganalisis analisis dan apresiasi. Hal yang sama dibutuhkan terutama ketika pebelajar harus menyusun sebuah analisis dan apresiasi.

Kemampuan memahami analisis dan apresiasi yang dibaca dan kemampuan membuat analisis dan apresiasi yang baik merupakan dua kemampuan yang berhubungan. Jika seorang pebelajar terbiasa memahami unsur analisis dan apresiasi yang dibacanya dalam buku-buku, majalah, teks lainnya maka ia tidak aian kusulitan menyusun sebuah analisis dan apresiasi. Kompetensi inilah yang paling banyak diujikan dalam Ujian Nasional.

3.3 Langkah-langkah (Memahami, Menganalisis dan Mengapresiasi)
Persiapan yang dilakukan Guru

(1) Menyiapkan beberapa guntingan, kliping, fotokopi naskah Cerita Pendek yang dianggap cocok (4-6 naskah disesuaikan dengan jumlah kelompok yang akan dibentuk) ketika kegiatan pembelajaran berlangsung

(2) Menyiapkan beberapa lembar kertas berkuran besar (dobel folio) sesuai dengan jumlah kelompok yang akan dibentuk saat proses pembelajaran dilaksanakan

(3) Menyiapkan satu contoh atau model Kerangka Mindmapping yang sekaligus menjadi kerangka teoretis dalam menganalisis dan mengaprsiasi karya sastra Cerpen (modeling)..

(4) Menyiapkan gambar, barang, benda yang dapat dijadikan simbol yang mewakili unsur tertentu dari karya sastra cerpen berdasarkan kerangka teoretis (unsur intrinsik). Gambar, benda, barang itu dilekatkan pada bagaian kerangka mindmap sesuai dengan unsur yang ada dalam cerpen.

(5) Menyiapkan perlengkapan lainnya (lem, tali,gunting dll) dan perlengkapan yang relevan untuk pemajangan hasil aktivitas pebelajar demi memperlancar proses saat pembelajaran.

Proses di Kelas
Kontekstualisasi Materi
(1) Guru menghubungkan kompetensi sebelumnya dengan kompensi yang hendak dipelajari

(2) Menjelaskan secara singkat tentang pentingnya materi yang akan dipelajari untuk memotivasi pebelajar

(3) Apersepsi untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat pengetahuan pebelajar tentang materi yang akan dipelajari. Bisa dalam bentuk tanya jawab.

(4) Guru mendeskripsikan kompetensi yang harus dikuasai siswa, yaitu kemampuan memahami dan menulis analisis dan apresiasi yang baik.

Kegiatan Inti
(1) Pebelajar dibagi ke dalam kelompok masing-masing 5-6 orang setiap kelompok

(2) Mengundi cerpen yang akan dianalisis dan diapresiasi dalam kelompok

(3) Setiap kelompok mendapatkan satu naskah cerita pendek yang diundi

(4) Guru menunjukkan kepada siswa sebuah kerangka Mindmaping yang belum dilengkapi dengan keterangan dan gambar yang menjadi kerangka analisis cerita pendek. Kemudian Guru mengisi ruang pada kerangka mindmaping itu dengan hal yang berikatan dengan unsusr intrinsik sastra (tema, alur, tokoh, latar, majas,dll).

(5) Guru menempelkan gambar atau barang yang akan mewakili atau sebagai simbol dari bagian yang mengisi kerangka mindmap itu. (Misalnya, menempelkan gambar hati, bunga mawar pada kerangka mindmap jika tema sebuah cerpen itu berkaitan dengan cinta dan kasih sayang)

(6) Setelah itu dalam kelompok siswa membuat kerangka mindma pada lembaran kertas yang tersedia.

(7) Seorang anggora kelompok membacakan cerpen yang telah dibagikan dan anggota lainnya menyimak dengan cermat.

(8) Hasil simakan anggota bisa langsung ditulis pada bagian kerangka (misalnya ketika mendengar nama tempat (rumah, laut, hutan) maka kata itu dituliskan pada kerangka yang berkaitan dengan latar tempat. Begitu selanjutnya untuk bagian lainnya sampai seluruh teks cerpen mendapat tempat pada kerangka yang tersedia.

(9) Selanjutnya kelompok melengkapi kata-kata pada kerangka itu dengan gambar,, ilustrasi yang sifatnya simbolis dan mewakili ide yang ada.

(10) Judul cerpen ditempatkan, dilekatkan, ditulis pada bagian sentral peta Mind map kelompok.

(11) Hasil kerja kelompok dipajankan kemudian dilaporkan kepada kelompok lain. Anggota kelompok bisa menjelaskan tentang keseluruhan cerita dengan bantuan gambar dan ilustrasi yang ada pada lembaran mindma yang terisi itu.

5. Contoh Penerapan
Sebagai contoh bagaimana menerapkan konsep yang ditawarkan di atas, berikut dilampirkan sebuah Ceritera Pendek berjudul “CERAI” karya Achmad Munif. Cerpen ini dapat dijadikan bahan untuk dianalisis dan diapresiasi dalam proses pembelajaran dengan teknik Mind map. Langkah-langkah yang dilakukan

(1) Setiap kelompok mendapatkan kopian teks cerpen untuk dibaca di dalam kelompok.

(2) Di dalam kelompok salah seorang membacakan cerpen dengan suara nyaring dan anggota lainnya menyimak sambil mencacat unsur-unsur intrinsik berdasarkan teori (alur, tokoh, latar, tema, konflik, diksi, sudut pandang)

(3) Setiap bagian/unsur yang dicatat dari hasil simakan anggota itu akan ditempatkan atau mengisi bagian Mind map yang telah disiapkan dalam kelompok. Pada bagian mind map Tokoh misalnya tercatat nama: Salim,Wini, Reni, Dewi, Yu Darsih, Gondo, Sakdiyah, RT, RW, Warga Kampung, Pelukis Wini. Semua tokoh ini dilenhkapi dengan gambaran sikap, wataknya. Demikian juga unsur-unsur intrinsik lainnya.

(4) Setelah semua unsur cerpen yang dibaca dan didengarkan itu telah diidentifikasi dan diklasifikasi berdasarkan kriterai unsur intrinsiknya semua bagian itu ditempelkan pada lembaran krangka mind map yang tersedia untuk setiap kelompok.

(5) Langkah berikutnya setiap kelompok harus menggantikan semua unsur yang sebelumnya ditulis berupa kata-kata diganti dengan benda, barang, sesuatu yang dijadikan simbol. Judul cerpen CERAI misalnya diganti dengan gambar hati yang terbelah. Juga tokoh Salim, Wini, dll sesuaid engan karakternya disimbolkan dengan satu benda tertentu.

(6) Hasil dari langkah (5) adalah bentuk mind map kelompok berupa barang-barang yang telah menjadi simbol untuk keseluruhan ceritera.

(7) Mind map kelompok berupa tempelan benda-benda itu dipresentasikan kepada kelompok lain da lam bentuk menceriterakan kembali dengan bahasa sendiri cerpen CERAI itu dengan bantuan atau dengan cara memaknai sesuatu/benda yang termuat pada mind map kelompok. Dengan cara ini guru dan kelompok lain dapat menegtahui tingkat pemahaman kelompok atas cerpen CERAI tersebut.

(8) Guru memberikan penilaian atas hasil kerja kelompok dan yang terbaik diberi penguatan berupa pujian atau hadiah.

***

Daftar Pustaka

BSNP. 2010/2011. Laporan Hasil Ujian Nasional tahun 2010/2011 (dalam bentuk softcopy). Jakarta: Balitbang Puspendik Kemdiknas.

BSNP. 2011/2012. Laporan Hasil Ujian Nasional SMA/SMA tahun Pelajaran 2011/2012. Jakarta: Pusat Penilian Pendidikan Kemdikbud.

Buzan, Tony dan Barry. 2008. Memahami Peta Pikiran. Bandung: Interaksara.

Cox, Carole. 1996. Teaching Language Arts (A Student-and Response-Contered Classroom). USA: Allyn and Bacon.

Dardjowidjojo, Soenjono. 2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Halloway, Ralph. 1996. Evolution of Human Brain dalam Lock dan Peters, eds.1996

Nurhadi dan Agus Gerrad Senduk. 2009. Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching and Learning/CTL).Malang: UM Press.

Porter, de Bobby. 2002. Quantum Learning. Bandung: Kaifa.

Porter, de Bobby, dkk. 2002. Quantum Teaching “Mempraktekkan Quantum Learning Di Ruang-Ruang Kelas”. Bandung: Kaifa.

Suprijono, Agus. 2012. Cooperative Learning: Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Vygotsky, Lev.S. 1997. “Interaction Between Learning and Development” dalam Mind and Sociaty. New York: W.H.Freeman and Company.

Werang, R. Blasius.tt. Profesi Keguruan. Malang: Elang Emas.

Yovan, Putra. 2008. Memori dan Pembelajaran Efektif. Bandung: Yrama Widya.


Lampiran  Cerpen


CERAI

Oleh: Achmad Munif

Sebagai tukang gambar cukup laris, hidup Salim lumayan. Bersama istri dan dua anaknya, ia hidup tidak kekurangan. Dalam arti bisa makan tiga kali sehari, memberi uang jajan kepada anak-anaknya dan membelikan perhiasan Wini, istrinya. Oleh karena itu wajar apabila Salim dan anak istrinya selalu rukun-rukun saja sehingga terkadang memancing iri tetangganya yang suka cekcok.

Tapi, yang namanya manusia, bisa saja berubah setiap saat. Salim juga begitu. Entah setan mana yang menggodanya sehingga ia melihat Wini tak secantik biasanya. Tiba-tiba ia merasakan perempuan yang dinikahi delapan tahun lalu itu membosankan, tidak menarik, bawel, dan suka mencampuri urusan suami. Di mata Salim, Wini sangat berbeda dengan Nyonya Reni, istri tetangganya yang luwes, Mbak Dewi anak sulung Pak RT yang merak ati. Atau Yu Darsih tukang jamu gendong yang bahenol dan setiap hari mampir ke rumah untuk menjajakan dagangannya. Apalagi dibanding perempuan-perempuan yang datang minta digambar. Bagi Salim Wini tidak ada apa-apanya. Maka Salim menjadi dingin terhadap istrinya.

Pada mulanya Wini tidak merasakan perubahan suaminya itu. Ia menganggap Salim hanya kelelahan karena terlalu banyak pesanan. Wini pun membiarkan saja sambil berusaha memahami sikap suaminya. Selama delapan tahun menjadi istri Salim, Wini sudah hafal sifat suaminya itu. Wini perempuan penyabar. Barangkali ia memang ditakdirkan menjadi istri yang tidak neko-neko. Wini juga tidak banyak permintaan. Bagi Wini, apa yang diberikan Salim sudah lebih dari cukup. Dan yang penting ia percaya Salim mencintainya. Keyakinan itu membuat Wini tidak mudah terpengaruh oleh omongan para tetangga. Maka kalau sekarang pandangan Salim berubah terhadap istrinya, sebenarnya bukan Wini yang berubah tetapi justru Salim sendiri. Terutama sejak karier Salim sebagai tukang gambar melejit.* * *

Pada suatu hari perasaan Wini bagaikan disambar petir di siang bolong. Pasalnya Salim dengan tegas akan menceraikannya. Tentu saja Wini tidak bisa menerima begitu saja keputusan itu sebab Salim tidak memberikan



alasan yang masuk akal. Salim hanya mengatakan antara dirinya dengan Wini sudah tidak ada kecocokan lagi.

“Rumah ini beserta isinya untuk kamu dan anak-anak. Aku akan membeli rumah di depan itu,” kata Salim kepada Wini pada suatu sore.

“Tapi, apa salah saya, Mas?”

“Kamu tidak salah. Saya menceraikan kamu bukan karena kamu salah.”

“Lalu?”

“Pokoknya kita bercerai, titik!”

Wini memang mendengar rumah berlantai dua di seberang jalan milik Pak Gondo itu akan dijual. Pak Gondo sekeluarga mau pindah ke Medan. Wini juga pernah mendengar bahwa cerai adalah perbuatan halal yang dibenci Tuhan. Namun, keinginan Salim untuk bercerai rupanya tidak bisa ditawar-tawar lagi. Bahkan, ibu Salim sendiri tidak mampu membujuknya.

“Kalau antara suami istri sudah tidak cocok lagi, lebih baik pisahan, Bu.”

“Delapan tahun kalian menikah. Baru sekarang kamu bilang tidak cocok. Ingat anak-anak kalian, Lim.”

“Soal anak mudah, Bu. Saya tidak akan lepas tangan.”

“Kamu akan menyesal nanti.”

“Sudahlah Bu, restui saja.”

Rencana perceraian Salim - Wini itu dalam waktu singkat tersebar ke seantero kampung. Semua menyesalkan kejadian itu. Hampir semua orang menganggap Salim aneh. Pak RT, Pak RW, dan para warga kampung lainnya menganggap keputusan Salim itu tidak masuk akal. Kurang apa Wini itu, pikir mereka. Seorang istri yang begitu setia dan sabar dicerai dengan semena-mena. Para ibu anggota arisan menganggap Salim benar-benar salah langkah. Dia sudah keblinger, otaknya ditaruh di dhengkul. Salim benar-benar tidak tahu diri. Apa sudah merasa jadi konglomerat?

Akhirnya, Salim menceraikan Wini. Salim jadi membeli rumah Pak Gondo dan segera menempatinya setelah ia menceraikan Wini. Salim merasa bebas sekarang. Mau berbuat apa saja tidak ada yang melarang. Dengan kebebasannya itu. Salim dikerubuti perempuan-perempuan cantik. Apalagi Salim sudah kaya sekarang. Banyak orang yang datang minta digambar, beberapa di antaranya pejabat tinggi dan para pengusaha besar. Sedang perempuan-perempuan yang berdatangan umumnya hanya ingin memoroti uangnya.***

Tapi, anehnya, Salim merasa terpukul ketika Wini menerima tawaran seorang pelukis terkenal untuk menjadi model dengan bayaran memadai. Salim menduga, pelukis itu hanya suka kepada kemolekan dan kecantikan Wini. Dan cara paling mudah adalah menjadikan Wini sebagai model. Semacam basa basi seorang lelaki yang menyukai seorang perempuan. Bagi Salim, Wini tidak memiliki karakter untuk jadi model. Mantan istrinya itu dianggap tidak tidak punya keistimewaan apa-apa. Salim tidak tahu pelukis itu dapat menangkap sesuatu yang menarik dalam diri Wini yang tidak dapat ditangkap selama ini. Sebagai model, dengan sendirinya Wini sering pergi dengan sang pelukis. Sedang dua anaknya dititipkan kepada mertuanya, yang tidak lain ibu Salim sendiri.

Jiwa Salim menjadi sedikit oleng. Apalagi ketika keresahan hatinya itu diutarakan kepada ibunya. Mak Sadiyah menanggapi keluh kesah Salim dengan sikap dingin. Hal itu sama sekali jauh dari harapan Salim.

“Kamu aneh, Lim. Wini itu bukan lagi menantu ibumu. Tidak ada hak Ibu untuk memarahinya.”

“Jadi Ibu setuju Wini pergi dengan pelukis itu?”

“Kalau demi kebaikan tidak ada alasan untuk tidak setuju. Apa salahnya jadi model. Salah kamu sendiri tidak pernah menjadikan dia model. Bekas istrimu itu juga butuh uang. Dan lagi daripada bengong di rumah.”

Namun, Salim tidak dapat menerima alasan ibunya. Ia mengingatkan ibunya bahwa para tetangga akan memandang rendah kepada Wini.

“Kamu juga sering membawa model ke rumah. Kalau ibu bilang tidak enak sama tetangga, kamu selalu bilang jangan hiraukan tetangga. Yang penting kamu tidak mengganggu mereka.”

“Kok Ibu lebih memihak Wini?”

“Ibu memihak yang menurut Ibu benar.”

Akhirnya Salim menyerah kalah berdebat dengan ibunya. Salim meninggalkan rumah ibunya dengan loyo.

Ternyata Wini semakin laris saja. Sebagai model, ia lepas dari tangan pelukis yang satu ke pelukis yang lain. Kini, Salim benar-benar penasaran. Apalagi setelah mengintip rumah Wini, ia melihat perabot-perabot rumah yang serba baru. Televisi yang dulu kecil dan hitam putih berubah jadi besar dan berwarna. Meja dan kursi juga serba baru. Wini juga membelikan sepeda untuk dua anaknya, masing-masing satu. Hal yang belum pernah dilakukan Salim. Dan anak-anak itu semakin menolak saja kalau ia dekati.

Salim curiga. Jangan-jangan Wini tidak hanya menjadi model. Jangan-jangan Wini sudah melupakan martabatnya sebagai perempuan baik-baik. Jangan-jangan Wini menyerah saja kalau dijahanami lelaki-lelaki itu demi untuk mendapatkan uang. Begitu banyak jangan-jangan menghantui benak Salim.

Ketika kecurigaannya itu diutarakan kepada ibunya, Mak Sakdiyah justru marah besar. Salim dianggapnya telah menyebarkan fitnah. Ibunya mengingatkan, kecemburuan memang dapat membengkokkan pikiran orang menjadi tidak normal. Mak Sakdiyah mengingatkan Salim bahwa fitnah itu lebih kejam daripda pembunuhan.

“Apa kamu punya bukti, Lim?”

Salim menggelengkan kepalanya perlahan.

Mak Sakdiyah menasihati Salim, kalau tidak punya bukti jangan berpikir macam-macam. Menuduh orang lain berbuat zina harus mempunyai bukti atau sedikit mempunyai empat orang saksi.

“Wini sekarang kaya, Bu.”

“Ibu tahu, lha wong dia sering kasih uang kepada ibu.”

“Dari mana dia peroleh kekayaan itu?”

“Kalau Gusti Allah mau memberikan rezeki, selalu saja ada jalan. Gusti Allah Maha Kaya dan Pemurah. Siapa tahu Gusti Allah kasihan kepada Wini karena kamu tidak lagi memberi uang belanja.”* * *

Akhirnya Salim percaya betul, mantan istrinya itu tetap berjalan di jalan yang benar. Apalagi setelah secara diam-diam Salim minta tolong teman-temannya agar memata-matai Wini. Mereka semua mengatakan, Wini memang tidak pernah keluar dari rel agama. Ternyata Salim cemburu dan ingin kembali kepada Wini, terutama setelah perempuan-perempuan yang memorotinya pergi satu demi satu.

Mak Sakdiyah tahu anak laki-lakinya itu ingin kembali rujuk dengan Wini. Mak Sakdiyah juga yakin kalau misalnya Salim mengajak rujuk Wini, bekas menantunya itu pasti mau. Sebab, Wini sendiri sering mengatakan masih mencintai Salim. Dan yang terpenting mencintai anak-anaknya. Karena itulah, ia selalu menolak setiap lamaran yang datang. Hanya Mak Sakdiyah tidak ingin cepat-cepat mengatakan kepada Salim. Ia tidak mau Salim besar kepala.

Mak Sakdiyah hanya ingin memberi pelajaran kepada Salim bagaimana caranya memperlakukan seorang istri.. ***


Rabu, 03 April 2013

MASALAH IMBUHAN BAHASA INDONESIA

Afiks atau imbuhan adalah bunyi yang ditambahkan pada sebuah kata - entah di awal, di akhir, di tengah, atau gabungan dari antara tiga itu - untuk membentuk kata baru yang artinya berhubungan dengan kata yang pertama.
Imbuhan digolongkan berdasarkan posisi penambahannya sebagai berikut:

1. awalan
2. sisipan
3. akhiran
4. konfiks

IMBUHAN AWALAN/ PREFIKS

Awalan adalah imbuhan yang diberikan di awal kata.

Contoh : me-, ber- di-, ke-, pe-, ter-



Awalan me –

Pemakaian awalan me- bervariasi yaitu mem-, men-, meny-, meng-, dan menge-

Contoh : melapor, membaca, menarik, menyanyi, menghitung, dan mengecat

Makna awalan me- :

1. Melakukan perbuatan/tindakan.

Contoh : mengambil, menjual.

2. Melakukan perbuatan dengan alat.

Contoh : memotong, menyapu.

3. Menjadi atau dalam keadaan.

Contoh : menurun, meluap.

4. Membuat kesan.

Contoh : mengalah, membisu.

5. Menuju ke.

Contoh : mendarat, menepi.

6. Mencari.

Contoh : mendamar, merotan.



Awalan di-

Awalan di mempunyai makna suatu perbuatan aktif. Awalan di- merupakan kebalikan dari awalan me- yang bermakna aktif.

Contoh : di + siram menjadi disiram

di + tanam menjadi ditanam

di + beli menjadi dibeli



Awalan ber-

Pemakaian awalan ber- mempunyai kaidah sebagai berikut.

1. Apabila diikuti kata dasar yang berhuruf (r) dan beberapa kata dasar yang suku pertamanya berakhir huruf (er), bentuk awalan ber berubah menjadi be-.

Contoh : ber + rantai menjadi berantai

ber + kerja menjadi bekerja

2. Apabila awalan ber- bertemu dengan kata dasar ajar, ber- berubah menjadi bel-

Contoh : ber + ajar menjadi belajar

3. Apabila awalan ber- diikuti kata dasar selain yang disebutkan di atas, ber- tetap tanpa perubahan.

Contoh : ber + lari menjadi berlari

ber + nyanyi menjadi bernyanyi

Makna awaln ber-

1. Mempunyai.

Contoh : beranak, berhasil

2. Memakai/menggunakan/mengendarai.

Contoh : bersepeda, bersepatu

3. Mengeluarkan.

Contoh : berkata, bertelur

4. Menyatakan sikap mental.

Contoh : berbahagia, berbaik hati.

5. Menyatakan jumlah.

Contoh : berdua, berempat.



AWALAN pe-(n)

Pemakaian awalan pe-(n) memiliki variasi sebagaimana yang berkalu pada awalan me-(n).

Makna awalan pe-(n) :

1. Menyatakan yang melakukan perbuatan.

Contoh : penulis, pembaca.

2. Menyatakan pekerjaan.

Contoh : perpanjang, perlebar.

3. Menyatakan alat.

Contoh : penghapus, penggaris.

4. Menyatakan memiliki sifat.

Contoh : pemaaf, pemalu.

5. Menyatakan penyebab.

Contoh : pemanis, pemutih



AWALAN ke-

Makna awalan ke-

1. Menyatakan kumpulan yang terdiri dari jumlah.

Contoh : kesebelasan.

2. Menyatakan urutan.

Contoh : kesatu, kedua, ketiga



Awalan ter-

1. Awalan ter- hampir sama dengan awalan di-. Awaln ter- berfungsi untuk membentuk kata kerja pasif.

Contoh : ter + tendang menjadi tertendang

1. ter + bakar menjadi terbakar

2. Awalan ter- ada pula yang termasuk golongan kata sifat.

Contoh : ter + pandai menjadi terpandai

3. ter + kecil menjadi terkecil

Makna awalan ter-

1. Sudah di atau dapat di.

Contoh : tertutup, terbuka.

2. Ketidaksengajaan.

Contoh : terbawa, terlihat.

3. Tiba-tiba.

Contoh : teringat, terjatuh.

4. Dapat atau kemungkinan.

Contoh : ternilai, terbagus.

5. Pelaing atau super.

Contoh : terpandai, tertua.



AWALAN pe-

Umumnya tidak bias digunakan secara mandiri. Pemakaian awlan per- membutuhkan imbuhan lain misalnya –kan dan –an.

Contoh : per-kan + kembang menjadi perkembangan

per-an + usaha menjadi perusahaan



AWALAN se-

Makna awalan se-

1. Menyatakan satu.

Contoh : selembar, seribu.

2. Menyatakan seluruh.

Contoh : sekota, sedesa.

3. Menyatakan sama.

Contoh : sepandai, seindah.

4. Menyatakan setelah.

Contoh : sekembali



SISIPAN (infiks)

Sisipan adalah imbuhan yang diberikan di tengah kata.

Contoh : -el, -em, dan –er.

Makna sisipan :

1. Menyatakan internsitas atau frekuensi.

Contoh : geletar, gemetar

2. Menyatakan banyak dan bermacam-macam.

Contoh : temali, gemerincing

3. Memiliki sifat yang disebut dalam kata dasarnya.

Contoh : temurun, gemilang, telunjuk, pelatuk, gelembung, telapak



AKHIRAN (sufiks)

Imbuhan yang diberikan di akhir kata.

Contoh : -kan, -I, -an, -kah, -tah, dan –pun.



Akhiran -i

Makna akhiran –I :

1. Mengandung arti membentuk kalimat perintah.

Contoh :

Turuti perintahnya !

2. Menyebabkan sesuatu jadi.

Contoh :

menyakiti hati, menghargai dia

3. Menyarakan intensitas (pekerjaan yang berulang-ulang)

Contoh :

menembaki, memukuli



Akhiran –kan

Makna akhiran –kan :

1. Secara umum mengandung arti perintah.

Contoh :

Dengarkan baik-baik !

2. Menyatakan sebagai alat atau membuat dengan.

Contoh :

menusukkan pisau, melemparkan batu

3. Menyebabkan atau menjadikan sesuatu.

Contoh :

membesarkan, menjatuhkan

4. Menyatakan arti bahwa suatu pekerjaan dilakukan untuk orang lain.

Contoh :

meminjamkan, mengembalikan

5. Mentransitifkan kata kerja ke dinding

Contoh :

memantulkan



Akhiran –an

Makna akhiran –an

1. Menyatakan tempat.

Contoh : pangkalan, kubangan

2. Menyatakan alat.

Contoh : ayunan, timbangan

3. Menyatakan hal atau cara.

Contoh : didikan, pimpinan

4. Menyatakan akibat, hasil perbuatan.

Contoh : hukuman, balasan

5. Menyatakan sesuatu yang di.

Contoh : catatan, suruhan

6. Menyatakan seluruh, kumpulan.

Contoh : lautan, sayuran

7. Menyatakan menyerupai.

Contoh : anak-anakan, kuda-kudaan

8. Menyatakan tiap-tiap.

Contoh : tahunan, mingguan

9. Menyatakan mempunyai sifat.

Contoh : asinan, manisan



Akhiran –isme dan –isasi

Merupakan jenis imbuhan serapan.

Makna akhiran –isme adalah paham atau ajaran :

Contoh : komunisme, animisme, liberalisme

Makna akhiran –isasi adalah proses atau menjadikan sesuatu.

Contoh : swastanisasi, lebelisasi



Akhiran – i , – iah, – is, – wi

Merupakan jenis imbuhan serapan.

- i berasal dari bahasa Inggris.

- iah, – is, – wi berasal dari bahasa Arab

Makna akhiran – i, – iah, – is, – wi adalah membentuk kata sifat.

Contoh : insani : memiliki sifat keinsanian

alamiah : memiliki sifat alamiah, natural

agamais : menujukkan sifat orang yang taat beragama

manusiawi : bersifat kemanusiaa



AWALAN DAN AKHIRAN (konfiks)

Awalan dan akhiran adalah imbuhan yang berupa gabungan dari awalan dan akhiran.

Contoh : me-kan, pe-an, ber-an, se-nya, meper-kan

Awalan dan Akhiran me-kan, dan memper-kan


Makna me-kan:

1. Melakukan pekerjaan orang lain.

Contoh : Adik memesankan ibu makanan.

2. Menyebabkan atau membuat jadi.

Contoh : Lemparan bola itu memecahkan kaca jendela kamar.

3. Melakukan perbuatan.

Contoh : Gajah menyemburkan air dari belalainya.

4. Mengarahkan.

Contoh : Ayah meminggirkan kendaraannya.

5. Memasukkan.

Contoh : Polisi memenjarakan penjahat itu di tahanan POLDA.


Makna memper-kan :

1. Menyebabkan atau membuat jadi :

Contoh : Rini mempertotonkan kebolehannya bermain biola.


Awalan dan Akhiran ber – an

Makna :

1. Menyatakan jumlah pelaku yang banyak.

Contoh : berdatangan, berterbangan

2. Menyatakan perbuatan yang berulang-ulang

Contoh : bergulingan, berlompatan

3. Menyatakan hubungan antara dua pihak.

Contoh : bersamaan, bersebelahan, berduaan.

4. Menyatakan hubungan timbal balik.

Contoh : bersahutan, bersalaman



Awalan dan Akhiran pe – an

Makna :

1. Menyatakan hal

Contoh : pendidikan, penanaman

2. Menyatakan proses atau perbuatan.

Contoh : pendaftaran, penelitian.

3. Menyatakan hasil.

Contoh : pengakuan, peghasilan

4. Menyatakan tempat.

Contoh : penampungan, pemandian

5. Menyatakan alat.

Contoh : penglihatan, pendengaran



Awalan dan Akhiran per- an

Makna :

1. Menyatakan tempat.

Contoh : perhentian, perusahaan

2. Menyatakan daerah.

Contoh : perempatan, pertigaan

3. Menyatakan hasil perbuatan.

Contoh : pertahanan, perbuatan

4. Menyatakan perihal.

Contoh : perbukuan, perkelahian

5. Menyatakan banyak.

Contoh : persyaratan, persaudaraan



Awalan dan Akhiran se –nya

Makna :

1.Menyatakan makna tingkatan yang paling tinggi yang dapat dicapai.

Contoh : sebagus-bagusnya, setinggi-tingginya

2. Sering disertai dengan kata ulang.

Contoh : sebaik-baiknya, semerah-merahnya



Imbuhan ke-an

Imbuhan ke-an tidak pernah berubah bentuknya dalam kondisi yang mana pun. Imbuhan ini juga disebut imbuhan gabung atau konfiks.



Fungsi Imbuhan ke-an

Beberapa fungsi imbuhan ke-an adalah sbb.:

1. membentuk kata benda abstrak, misalnya keberanian, ketentraman, keindahan, dan sebagainya.

2. membentuk kata kerja pasif, misalnya kehujanan, kehilangan, keracunan, dan sebagainya.

3. membentuk kata sifat, misalnya keibuan, kebapakan, kekanak-kanakan, dan sebagainya.



Makna Imbuhan ke-an

Imbuhan ke-an mengandung beberapa makna menurut kata yang diimbuhinya, antara lain, menyatakan:

1. hal atau keadaan, misalnya pada kata berikut ini:

a. Ia tidak memiliki keberanian untuk bertanding.

b. Kecantikannya membuat banyak orang tergila-gila.

2. agak atau terlalu, misalnya pada kata berikut ini:

a. Sayur itu keasinan.

b. Setelah bekerja seharian dia tampak kelelahan.

3. terkena, misalnya pada kata berikut ini:

a. Ia sakit karena kehujanan.

b. Duduklah di bawah pohon biar tidak kepanasan.

4. tempat, misalnya pada kata berikut ini:

a. Orang-orang berkumpul di kelurahan.

b. Dia tidak berada di kediamannya.

5. menyerupai atau memiliki sifat seperti, misalnya pada kata berikut ini:

a. Gadis itu tampak keibuan.

b. Janganlah kekanak-kanakan.

6. sangat merasakan, misalnya pada kata berikut ini:

a. Dia tampak kesakitan.

b. Gunakan selimut biar tidak kedinginan.





Penggunaan Imbuhan

Kata dasar yang penulisannya sering kurang tepat ketika diberi imbuhan gabungan, antara lain naik, tunjuk, dan kata yang di belakangnya huruf /k/ .

Misalnya, kata dasar naik mendapat imbuhan ke-an, ada yang menuliskannya [kenaikkan]. Padahal prefiks ke- tidak dapat bergabung dengan sufiks –kan.

Prefiks ke- hanya dapat bergabung dengan sufiks -an dan dengan –i pada kata ketahui.

Dengan demikian, penulisannya yang benar adalah kenaikan.

Jika kata dasar itu diberi imbuhan gabungan me-kan, ada juga yang menulis [menaikan]. Prefiks me-tidak dapat bergabung dengan sufiks –an. Penulisannya yang benar adalah menaikkan.

Kalau mendapat imbuhan di-kan menjadi dinaikkan.

Begitu pula, kata naik yang mendapat akhiran –kan menjadi naikkan. Prefiks Sisipan Sufiks Imbuhan Gabungan

ber- -el- -kan ber-kan

per- -em- -i ber-an

me- -er- -nya di-kan

di- di-i

ter- diper-

ke- diper-kan

se- diper-i

pe- ke-an

me-kan

me-i

memper-

memper-kan

memper-i

pe-an

per-an

per-kan

per-i

se-nya

ter-kan

ter-i





Pembentukan Kata-kata Bahasa Indonesia

Ada banyak ragam pembentukan kata dalam Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata dibentuk dengan cara menggabungkan beberapa komponen yang berbeda. Untuk memahami cara pembentukan kata-kata tersebut kita sebaiknya mengetahui lebih dahulu beberapa konsep dasar dan istilah seperti yang dijelaskan di bawah ini. Untuk mempersingkat dan memperjelas pembahasannya, kami menggunakan kata-kata yang tidak bersifat gramatikal atau teknis untuk menjelaskan kata-kata tersebut sebanyak mungkin. Kami tidak membahas tentang infiks (sisipan yang jarang digunakan), reduplikasi dan kata-kata majemuk yang berafiks.



Definisi Istilah

kata dasar (akar kata) = kata yang paling sederhana yang belum memiliki imbuhan, juga dapat dikelompokkan sebagai bentuk asal (tunggal) dan bentuk dasar (kompleks), tetapi perbedaan kedua bentuk ini tidak dibahas di sini.

fiks (imbuhan) = satuan terikat (seperangkat huruf tertentu) yang apabila ditambahkan pada kata dasar akan mengubah makna dan membentuk kata baru. Afiks tidak dapat berdiri sendiri dan harus melekat pada satuan lain seperti kata dasar. Istilah afiks termasuk prefiks, sufiks dan konfiks.

prefiks (awalan) = afiks (imbuhan) yang melekat di depan kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

sufiks (akhiran) = afiks (imbuhan) yang melekat di belakang kata dasar untuk membentuk kata baru dengan arti yang berbeda.

konfiks (sirkumfiks / simulfiks) = secara simultan (bersamaan), satu afiks melekat di depan kata dasar dan satu afiks melekat di belakang kata dasar yang bersama-sama mendukung satu fungsi.

kata turunan (kata jadian) = kata baru yang diturunkan dari kata dasar yang mendapat imbuhan.

keluarga kata dasar = kelompok kata turunan yang semuanya berasal dari satu kata dasar dan memiliki afiks yang berbeda.


Afiks Bahasa Indonesia yang Umum

prefiks: ber-, di-, ke-, me-, meng-, mem-, meny-, pe-, pem-, peng-, peny-, per-, se-, ter-

sufiks: -an, -kan, -i, -pun, -lah, -kah, -nya

konfiks: ke - an, ber - an, pe - an, peng - an, peny - an, pem - an, per - an, se - nya

Penggunaan Afiks

Mempelajari proses pembentukan kata-kata dan metode pembubuhan afiks merupakan kunci untuk memahami makna kata-kata turunan dan belajar membaca teks Bahasa Indonesia. Sebagian besar kata yang terdapat dalam surat kabar dan majalah Indonesia berafiks. Jika seseorang mengerti makna kata dasar, ia dapat mengerti makna sebagian besar kata yang berasal (diturunkan) dari kata dasar itu dengan menggunakan kaidah umum untuk masing-masing jenis afiks.

Jika kita dapat menerima sedikit kekeliruan dalam penggunaan afiks, kita dapat menyederhanakan pembahasan tentang afiks (imbuhan). Dalam mengklasifikasikan jenis kata (nomina, verba, adjektiva, dan lain-lain) kami menggunakan kaidah pengklasifikasian kata menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Edisi Kedua - 1991) yang disusun dan diterbitkan oleh Pemerintah Indonesia. Penjelasan di bawah adalah untuk menguraikan hasil penambahan afiks (imbuhan) kepada kata dasar, bukan untuk menjelaskan bilamana afiks digunakan. Dalam kamus ini tidak diuraikan tentang asal kata dasar (etimologi). Perlu diperhatikan bahwa penjelasan di bawah ini lebih berhubungan dengan perbuatan (aksi) dalam suatu kalimat - siapa yang melakukan aksi itu, hasil perbuatan, arah perbuatan atau tindakan dan apakah tindakan itu merupakan fokus utama dalam kalimat atau bukan.



Frekuensi Penggunaan Afiks

Dalam kamus ini terdapat 38.308 entri (tidak termasuk singkatan, akronim dan entri kata majemuk) dimana 22.022 berafiks dan 16.286 tidak berafiks. Menurut persentase, 57% berafiks dan 43% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 9 entri dalam kamus ini, 5 kata berafiks dan 4 kata lainnya tidak.

Pada tahun 1998, secara tidak formal, kami menganalisis 10.000 kata Bahasa Indonesia dari terbitan yang umum di Indonesia. Dari 10.000 kata tersebut, terdapat 2.887 atau kira-kira 29% kata berafiks dan 7.113 atau 71% tidak. Dengan kata lain, untuk tiap 100 kata di surat kabar atau majalah, Anda mungkin dapat menemukan 29 kata yang berafiks dan 71 kata tidak berafiks. Tingkat penggunaan masing-masing afiks diuraikan di bawah ini.



Aplikasi Afiks

ber- : menambah prefiks ini membentuk verba (kata kerja) yang sering kali mengandung arti (makna) mempunyai atau memiliki sesuatu. Juga dapat menunjukkan keadaan atau kondisi atribut tertentu. Penggunaan prefiks ini lebih aktif berarti mempergunakan atau mengerjakan sesuatu. Fungsi utama prefiks "ber-" adalah untuk menunjukkan bahwa subyek kalimat merupakan orang atau sesuatu yang mengalami perbuatan dalam kalimat itu. Banyak verba dengan afiks "ber-" mempunyai kata yang sama dengan bentuk adjektiva dalam Bahasa Inggris. Sekitar satu dari tiap 44 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.



me-, meng-, menge-, meny, mem-: menambah salah satu dari prefiks ini membentuk verba yang sering kali menunjukkan tindakan aktif di mana fokus utama dalam kalimat adalah pelaku, bukan tindakan atau obyek tindakan itu. Jenis prefiks ini sering kali mempunyai arti mengerjakan, menghasilkan, melakukan atau menjadi sesuatu. Prefiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 13 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki salah satu dari prefiks ini.



di- : Prefiks ini mempunyai pertalian yang sangat erat dengan prefiks "me-." Prefiks "me-" menunjukkan tindakan aktif sedangkan prefiks "di-" menunjukkan tindakan pasif, di mana tindakan atau obyek tindakan adalah fokus utama dalam kalimat itu, dan bukan pelaku. Sekitar satu dari tiap 40 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.



pe- : Prefiks ini membentuk nomina yang menunjukkan orang atau agen yang melakukan perbuatan dalam kalimat. Kata dengan prefiks ini juga bisa memiliki makna alat yang dipakai untuk melakukan perbuatan yang tersebut pada kata dasarnya. Apabila kata dasarnya berupa kata sifat, maka kata yang dibentuk dengan prefiks ini memiliki sifat atau karakteristik kata dasarnya. Sekitar satu dari tiap 110 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini.



ter- : Sekitar satu dari tiap 54 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penambahan afiks ini menimbulkan dua kemungkinan.

(1) Jika menambahkan ke kata dasar adjektif, biasanya menghasilkan adjektif yang menyatakan tingkat atau kondisi paling tinggi (ekstrim) atau superlatif. (misalnya: paling besar, paling tinggi, paling baru, paling murah)

(2) Jika menambahkan ke kata dasar yang bukan adjektif, umumnya menghasilkan verba yang menyatakan aspek perfektif, yaitu suatu perbuatan yang telah selesai dikerjakan. Afiks ini juga bisa menunjukkan perbuatan spontanitas, yaitu suatu perbuatan yang terjadi secara tiba-tiba atau tidak disengaja (misalnya aksi oleh pelaku yang tidak disebutkan, pelaku tidak mendapat perhatian atau tindakan natural). Fokus dalam kalimat adalah kondisi resultan tindakan itu dan tidak memfokuskan pada pelaku perbuatan atau bagaimana kondisi resultan itu tercapai.



se-: menambah prefiks ini dapat menghasilkan beberapa jenis kata. Prefiks ini sering dianggap sebagai pengganti “satu” dalam situasi tertentu. Sekitar satu dari tiap 42 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki prefiks ini. Penggunaan paling umum dari prefiks ini adalah sebagai berikut:

1. untuk menyatakan satu benda, satuan atau kesatuan (seperti “a” atau “the” dalam Bahasa Inggris)

2. untuk menyatakan seluruh atau segenap

3. untuk menyatakan keseragaman, kesamaan atau kemiripan

4. untuk menyatakan tindakan dalam waktu yang sama atau menyatakan sesuatu yang berhubungan dengan waktu



-an : menambah sufiks ini biasanya menghasilkan kata benda yang menunjukkan hasil suatu perbuatan. Sufiks ini pun dapat menunjukkan tempat, alat, instrumen, pesawat, dan sebagainya. Sekitar satu dari tiap 34 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.


-i : menambah sufiks ini akan menghasilkan verba yang menunjukkan perulangan, pemberian sesuatu atau menyebabkan sesuatu. Sufiks ini sering digunakan untuk memindahkan perbuatan kepada suatu tempat atau obyek tak langsung dalam kalimat yang mana tetap dan tidak mendapat pengaruh dari perbuatan tersebut . Sufiks ini pun menunjukkan di mana dan kepada siapa tindakan itu ditujukan. Sekitar satu dari tiap 70 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.



-kan: menambah sufiks ini akan menghasilkan kata kerja yang menunjukkan penyebab, proses pembuatan atau timbulnya suatu kejadian. Fungsi utamanya yaitu untuk memindahkan perbuatan verba ke bagian lain dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 20 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.



-kah : menambah sufiks ini menunjukkan bahwa sebuah ucapan merupakan pertanyaan dan sufiks ini ditambahkan kepada kata yang merupakan fokus pertanyaan dalam kalimat. Sufiks ini jarang digunakan.



-lah : sufiks ini memiliki penggunaan yang berbeda dan membingungkan, tetapi secara singkat dapat dikatakan bahwa sufiks ini sering digunakan untuk memperhalus perintah, untuk menunjukkan kesopanan atau menekankan ekspresi. Hanya sekitar satu dari tiap 400 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki sufiks ini.



ke-an : Konfiks ini yang paling umum digunakan dan sekitar satu dari tiap 65 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini. Konfiks ini adalah untuk:

1. membentuk nomina yang menyatakan hasil perbuatan atau keadaan dalam pengertian umum yang menyatakan hal-hal yang berhubungan dengan kata dasar

2. membentuk nomina yang menunjuk kepada tempat atau asal

3. membentuk adjektif yang menyatakan keadaan berlebihan

4. membentuk verba yang menyatakan kejadian yang kebetulan

.

pe-an, peng-an, peny-an, pem-an : penggunaan salah satu dari keempat konfiks ini biasanya menghasilkan suatu nomina yang menunjukkan proses berlangsungnya perbuatan yang ditunjuk oleh verba dalam kalimat. Sekitar satu dari tiap 75 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.



per-an : menambah konfiks ini akan menghasilkan sebuah nomina yang menunjukkan hasil suatu perbuatan (bukan prosesnya) dan dapat juga menunjukkan tempat. Artinya sering menunjuk kepada suatu keadaan yang ditunjuk oleh kata dasar atau hasil perbuatan verba dalam kalimat. Keadaan ini mirip dengan yang diperoleh dengan menggunakan konfiks “ke-an”, tetapi biasanya kurang umum dan lebih konkrit atau spesifik. Sekitar satu dari tiap 108 kata yang tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki konfiks ini.



se - nya : Konfiks ini seringkali muncul bersama-sama dengan kata dasar tunggal atau kata dasar ulangan untuk membentuk adverbia yang menunjukkan suatu keadaan tertinggi yang dapat dicapai oleh perbuatan kata kerja (misalnya: setinggi-tingginya = setinggi mungkin).



-nya : Ada penggunaan “-nya” sebagai sufiks murni yang mengubah arti kata dasarnya, tetapi hal ini merupakan konsep yang agak rumit dan kurang umum dan tidak dibahas di sini. contoh: biasanya = usually; rupanya = apparently



-nya, -ku, -mu: satuan-satuan ini bukan merupakan afiks murni dan semuanya tidak dimasukkan sebagai entri dalam kamus ini. Pada umumnya satuan-satuan ini dianggap sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan yang digabungkan dengan kata dasar yang mana tidak mengubah arti kata dasar. Misalnya, kata “bukuku” = buku saya, “bukumu” = buku Anda, “bukunya” = buku dia atau buku mereka. Selain sebagai kata ganti yang menyatakan kepemilikan, satuan “-nya” pun dapat memiliki fungsi untuk menunjukkan sesuatu. Misalnya, “bukunya” berarti “buku itu”, bila “-nya” berfungsi sebagai penunjuk.

Penggunaan “-nya” baik sebagai kata ganti maupun penunjuk (bukan sebagai sufiks murni) adalah sangat umum dan sekitar satu dari tiap 14 kata tertulis dalam Bahasa Indonesia memiliki satuan ini. Penggunaan “-ku” dan “-mu” bervariasi sesuai dengan jenis tulisan. Dua jenis kata ganti ini sangat umum digunakan dalam komik, cerpen dan tulisan tidak resmi lainnya, dan jarang digunakan dalam tulisan yang lebih formal seperti surat kabar dan majalah berita

MEMAHAMI MAKNA GURINDAM

1. Pendahuluan

Naskah-naskah Indonesia, khususnya naskah-naskah dari Riau, ternyata berjumlah cukup banyak. Naskah-naskah tersebut tersimpan di berbagai tempat, baik di Indonesia maupun di luar negeri. Beberapa tempat penyimpanan tersebut adalah Perpustakaan Nasional di Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden, dan Universitas Cambridge di Inggris. Naskah-naskah tersebut diperlukan bagi masyarakat Indonesia untuk mengetahui sejarah sastra Nusantara.

Salah satu naskah Riau adalah Gurindam Dua Belas. Naskah tersebut dikarang oleh Raja Ali Haji dan sekarang tersimpan di Perpustakaan Nasional. Kondisi naskah tersebut dalam kondisi yang sudah sangat rusak. Kondisi naskah yang rusak dan adanya naskah Indonesia yang disimpan di luar negeri membuktikan bahwa pemerintah memang kurang memperhatikan kakayaan sastra Nusantara ini. Maka dari itu, jika bukan kita sebagai masyarakat Indonesia, siapa lagi yang akan memperhatikan dan mempelajari kekayaan sastra kita sendiri? Dalam makalah ini, kami memilih salah satu naskah Nusantara, yaitu Gurindam Dua Belas yang terkenal untuk kami analisis.

Dalam makalah ini dibahas sebuah naskah dari Riau, yaitu Gurindam Dua Belas. Sebelumnya, kami akan membahas tentang Riau itu sendiri dan Raja Ali Haji sebagai pengarangnya untuk lebih mengetahui bagaimana masa kegiatan penulisan tersebut berkembang. Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui dan mengulas Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji lebih mendalam dan mencoba untuk menganalisa makna yang terdapat di dalamnya. Dari penulisan ini, pembaca diharapkan memperoleh pengetahuan dan wawasan mengenai Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji. Selain itu, penulis mengharapkan pembaca mampu ikut berpartisipasi dalam melestarikan salah satu warisan kebudayaan Indonesia ini.

Cara yang digunakan dalam tulisan ini adalah studi pustaka. Informasi secara rinci tentang Gurindam Dua Belas dan Raja Ali Haji diperoleh melalui berbagai sumber bacaan, baik artikel tercetak maupun berita dari media elektronik.

Makalah ini disajikan dalam tiga bagian Bagian pertama merupakan pendahuluan. Bagian kedua berisi tentang naskah-naskah Riau, biografi Raja Ali Haji, pengertian dan ciri gurindam, dan analisis Gurindam Dua Belas. Bagian ketiga berisi kesimpulan dan saran dari pembahasan sebelumnya.

2. Analisis Gurindam Dua Belas

2.1 Riau

Secara etimologi, kata Riau berasal dari bahasa Portugis, yaitu Rio yang berarti ‘sungai’ (Rukmi, 1998: 8). Kata tersebut lama-kelamaan berubah menjadi Riau. Riau, sebagai pusat Kerajaan Melayu, terkenal dengan nama Bandar Rioh yang didirikan oleh Sultan Ibrahim Syah dalam Kemaharajaan Melayu antara tahun 1671—1682 (Rukmi, 1998: 8).

Provinsi Riau terdiri dari Riau Kepulauan dan Riau Daratan. Daerah ini terdiri dari banyak pulau. Salah satu pulau yang terdapat di Gugusan Pulau Bintan adalah Pulau Penyengat. Pulau ini juga mendapat julukan Pulau Penyengat Indra Sakti. Pulau ini pernah menjadi pusat pemerintahan Riau. Ketika menjadi pusat pemerintahan, kegiatan pernaskahan dan tradisi penyalinan naskah di daerah ini berkembang dengan pesat, bahkan sampai ke lingkungan kerajaan. Keadaan tersebut membuat kegiatan menulis dan mengarang menjadi pekerjaan keraton yang terkenal. Contoh kerabat istana yang dikenal sebagai pengarang adalah Engku Haji Ahmad dan anaknya, Raja Ali Haji. Selain kerabat istana, pemerintah kolonial Belanda juga menjadi pemrakarsa penyalinan naskah di Riau, seperti Von de Wall, C. P. J. Elout, Klinkert, dan Walbeehm. Ada juga juru tulis yang bekerja di sana, seperti Haji Ibrahim, Encik Ismail, dan Encik Said.

Kegiatan penyalinan yang terus berkembang membuat Kerajaan Riau mendirikan sarana percetakan untuk menyebarluaskan karya-karya yang dihasilkan di sana. Percetakan pertama yang hasil cetakannya masih dalam bentuk cetak batu dan menggunakan huruf Jawi diberi nama Rumah Percetakan Kerajaan (Rukmi, 1998: 10). Kegiatan penulisan yang berkembang juga membuat sebuah perkumpulan intelektual didirikan di Pulau Penyengat. Nama perkumpulan tersebut adalah Rusydiah Klab.

Jenis naskah Riau sangat beragam. Namun, di sini yang akan kami bahas lebih lanjut adalah Gurindam Dua Belas yang berasal dari kalangan istana. Tempat-tempat penyalinan naskah di sana antar lain di Riau, Tanjungpinang (Pulau Bintan), dan Pulau Penyengat (Kampung Bulang, Kampung Tengah, dan Kampung Baru) (Rukmi, 1998: 99—108). Pada saat ini, tempat penyimpanan naskah Riau antara lain di Perpustakaan Nasional Jakarta, Perpustakaan Universitas Leiden, Perpustakaan Universitas Cambridge di Inggris, dan di Pulau Penyengat yaitu di Yayasan Indrasakti.

2.2 Raja Ali Haji

Raja Ali Haji adalah pengarang dari sebuah karya yang sangat terkenal, yaitu Gurindam Dua Belas. Raja Ali Haji diperkirakan hidup antara tahun 1808—1873. Ia adalah seorang bangsawan. Ayahnya, Raja Ahmad, adalah seorang penasihat Kerajaan dan ibunya, Encik Hamidah binti Panglima Selangor, adalah putri Raja Selangor. Berbagai ilmu, seperti agama Islam, adat-istiadat, dan bahasa Melayu dan Arab, telah dipelajarinya. Bakatnya yang menonjol adalah menulis dan ia sangat berminat pada bidang sejarah, adat-istiadat, pemerintahan, dan syair.

Raja Ahmad, yang bekerja sebagai penasihat Kerajaan, membuatnya sering bertugas ke berbagai daerah, seperti Betawi. Selain itu, Raja Ali Haji dan Raja Ahmad juga pernah tinggal di Mekah lebih dari setahun. Melalui perjalanannya itu, ia mendapat pengalaman baru dan ilmu pengetahuan.

Setelah dewasa, Raja Ali Haji menuangkan semua yang diketahuinya ke dalam tulisan –tulisan yang isinya beragam. Karyanya antara lain Gurindam Dua Belas, Kitab Pengetahuan Bahasa, Bustanulkatibin (Taman para penulis), Tsamarat al Muhimmah (ajaran yang berguna), Tuhfat al Nafis (Hadiah yang berharga), Silsilah Melayu dan Bugis, Syair suluh Pegawai, Syair Siti Sianah, Syair Sinar Gemala Mestika Alam.

2.3 Gurindam

Kata gurindam berasal dari bahasa Tamil yang berarti “umpama”. Gurindam adalah suatu bentuk puisi Melayu lama yang terdiri dari dua baris kalimat dengan irama akhir yang sama dan merupakan satu kesatuan yang utuh. Gurindam biasanya terdiri dari dua kalimat majemuk yang dibagi menjadi dua baris yang bersajak. Tiap-tiap baris tersebut merupakan sebuah kalimat majemuk yang merupakan induk dan anak kalimat. Jumlah suku kata tiap-tiap baris tidak ditentukan. Iramanya juga tidak tetap.

Gurindam memiliki ciri-ciri tertentu, yaitu: (1) Rangkap: Gurindam mempunyai dua baris dalam serangkap atau beberapa baris dalam serangkap. Setiap baris dalam rangkap merupakan isi atau maksud dan perlu bersambung dengan baris-baris dalam rangkap berikutnya untuk membawa makna yang lengkap. Baris pertama biasanya dikenali sebagai “syarat” dan baris kedua sebagai “jawab”. Baris pertama atau “syarat” menyatakan suatu pikiran atau peristiwa sedangkan baris kedua atau “jawab” menyatakan keterangan atau menjelaskan apa yang telah dinyatakan oleh baris atau ayat pertama tadi (2) Perkataan: Jumlah perkataan sebaris tidak tetap (3) Suku Kata: Jumlah suku kata tidak tetap (4) Rima: Rima akhir tidak tetap.

2.4 Syiar Raja Ali Haji melalui Gurindam Dua Belas

Gurindam termasuk ke dalam puisi lama yang banyak terdapat dalam masyarakat Melayu Indonesia. Gurindam yang terkenal adalah Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji (1809-1872). Gurindam ini dinamakan Gurindam Dua Belas karena gurindam tersebut terdiri dari dua belas pasal. Hampir semua lariknya mempunyai rima yang sama dalam satu bait.

Raja Ali Haji, si empunya karya Gurindam Dua Belas menyebutkan arti gurindam tersebut di dalam pengantar karyanya. Di pengantar tersebut juga disebutkan tanggal gurindam ditulis, manfaat gurindam, dan perbedaan gurindam dengan syair.

“Inilah Gurindam Dua Belas Namanya”

Segala puji bagi Tuhan seru sekalian alam serta shalawatkan Nabi yang akhirul zaman serta keluarganya dan sahabatnya sekalian adanya Amm ba’du daripada itu maka tatkala sampailah hijratun Nabi 1263 Sannah kepada dua puluh tiga hari bulan Rajab hari Selasa maka

Diilhamkan Allah Ta’ala kepada kita yaitu Raja Ali Haji mengarang satu gurindam cara Melayu yaitu yang boleh juga diambil faedah. Sedikit-sedikit perkataannya itu pada orang yang ada

menaruh akal maka adalah banyaknya gurindam itu hanya dua belas pasal di dalamnya

Syahdan adalah beda antara gurindam dengan syair itu aku nyatakan pula.Bermula arti syair melayu iaitu perkataan yang bersajak serupa dua berpasang pada akhirnya dan tiada berkehendak pada sempurna perkataan pada satu-satu pasangnya bersalahan dengan gurindam. Adapun gurindam itu iaitu perkataan yang bersajak juga pada akhir pasangannya tetapi sempurna perkataannya dengan satu pasangan sahaja Jadilah seperti saja yang pertama itu syarat dan syair sajak yang kedua itu jadi seperti jawab. Bermula inilah rupa syairnya

Dari pernyataan tersebut, kita dapat melihat bahwa sajak-sajak tersebut ternyata berisi tuntunan moral yang berbasiskan agama. Kita juga dapat memahami bahwa Gurindam Dua Belas merupakan bentuk syiar sang penyair.

Raja Ali Haji menulis Gurindam Dua Belas berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang dimilikinya. Kumpulan gurindam ini terdiri dari dua belas pasal, antara lain tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak, kewajiban orang tua, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat. Gurindam Dua Belas dapat dikatakan berisi imbauan dan nasihat Raja Ali Haji untuk rakyatnya khususnya dan pembaca umumnya.

Sesuai dengan prinsip gurindam, yaitu larik pertama adalah “syarat” sedangkan larik kedua merupakan “jawab”, larik kedua pada Gurindam Dua Belas menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi pada seseorang apabila seseorang masuk ke dalam kondisi pada larik pertama. Apabila banyak mencela orang,/itulah tanda dirinya kurang berarti bila seseorang berada dalam kondisi sering (banyak) mencela orang lain, berarti ia adalah orang yang kurang baik atau memiliki cacat yang sebenarnya pantas dicela.

2.5. Naskah Lengkap Gurindam 12

Gurindam I

Barang siapa tiada memegang agama,

sekali-kali tiada boleh dibilangkan nama.

Barang siapa mengenal yang empat,

maka ia itulah orang ma'rifat

Barang siapa mengenal Allah,

suruh dan tegahnya tiada ia menyalah.

Barang siapa mengenal diri,

maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari.

Barang siapa mengenal dunia,

tahulah ia barang yang terpedaya.

Barang siapa mengenal akhirat,

tahulah ia dunia melarat.

Gurindam II

Barang siapa mengenal yang tersebut,

tahulah ia makna takut.

Barang siapa meninggalkan sembahyang,

seperti rumah tiada bertiang.

Barang siapa meninggalkan puasa,

tidaklah mendapat dua temasya.

Barang siapa meninggalkan zakat,

tiadalah hartanya beroleh berkat.

Barang siapa meninggalkan haji,

tiadalah ia menyempurnakan janji.

Gurindam III

Apabila terpelihara mata,

sedikitlah cita-cita.

Apabila terpelihara kuping,

khabar yang jahat tiadalah damping.

Apabila terpelihara lidah,

nescaya dapat daripadanya faedah.

Bersungguh-sungguh engkau memeliharakan tangan,

daripada segala berat dan ringan.

Apabila perut terlalu penuh,

keluarlah fi'il yang tiada senonoh.

Anggota tengah hendaklah ingat,

di situlah banyak orang yang hilang semangat

Hendaklah peliharakan kaki,

daripada berjalan yang membawa rugi.

Gurindam IV

Hati kerajaan di dalam tubuh,

jikalau zalim segala anggota pun roboh.

Apabila dengki sudah bertanah,

datanglah daripadanya beberapa anak panah.

Mengumpat dan memuji hendaklah fikir,

di situlah banyak orang yang tergelincir.

Pekerjaan marah jangan dibela,

nanti hilang akal di kepala.

Jika sedikitpun berbuat bohong,

boleh diumpamakan mulutnya itu pekong.

Tanda orang yang amat celaka,

aib dirinya tiada ia sangka.

Bakhil jangan diberi singgah,

itupun perampok yang amat gagah.

Barang siapa yang sudah besar,

janganlah kelakuannya membuat kasar.

Barang siapa perkataan kotor,

mulutnya itu umpama ketur.

Di mana tahu salah diri,

jika tidak orang lain yang berperi.

Gurindam V

Jika hendak mengenal orang berbangsa,

lihat kepada budi dan bahasa,

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia,

sangat memeliharakan yang sia-sia.

Jika hendak mengenal orang mulia,

lihatlah kepada kelakuan dia.

Jika hendak mengenal orang yang berilmu,

bertanya dan belajar tiadalah jemu.

Jika hendak mengenal orang yang berakal,

di dalam dunia mengambil bekal.

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai,

lihat pada ketika bercampur dengan orang ramai.

Gurindam VI

Cahari olehmu akan sahabat,

yang boleh dijadikan obat.

Cahari olehmu akan guru,

yang boleh tahukan tiap seteru.

Cahari olehmu akan isteri,

yang boleh menyerahkan diri.

Cahari olehmu akan kawan,

pilih segala orang yang setiawan.

Cahari olehmu akan abdi,

yang ada baik sedikit budi,

Gurindam VII

Apabila banyak berkata-kata,

di situlah jalan masuk dusta.

Apabila banyak berlebih-lebihan suka,

itulah tanda hampir duka.

Apabila kita kurang siasat,

itulah tanda pekerjaan hendak sesat.

Apabila anak tidak dilatih,

jika besar bapanya letih.

Apabila banyak mencela orang,

itulah tanda dirinya kurang.

Apabila orang yang banyak tidur,

sia-sia sahajalah umur.

Apabila mendengar akan khabar,

menerimanya itu hendaklah sabar.

Apabila menengar akan aduan,

membicarakannya itu hendaklah cemburuan.

Apabila perkataan yang lemah-lembut,

lekaslah segala orang mengikut.

Apabila perkataan yang amat kasar,

lekaslah orang sekalian gusar.

Apabila pekerjaan yang amat benar,

tidak boleh orang berbuat onar.

Gurindam VIII

Barang siapa khianat akan dirinya,

apalagi kepada lainnya.

Kepada dirinya ia aniaya,

orang itu jangan engkau percaya.

Lidah yang suka membenarkan dirinya,

daripada yang lain dapat kesalahannya.

Daripada memuji diri hendaklah sabar,

biar pada orang datangnya khabar.

Orang yang suka menampakkan jasa,

setengah daripada syirik mengaku kuasa.

Kejahatan diri sembunyikan,

kebaikan diri diamkan.

Keaiban orang jangan dibuka,

keaiban diri hendaklah sangka.

Gurindam IX

Tahu pekerjaan tak baik,

tetapi dikerjakan,

bukannya manusia yaituiah syaitan.

Kejahatan seorang perempuan tua,

itulah iblis punya penggawa.

Kepada segaia hamba-hamba raja,

di situlah syaitan tempatnya manja.

Kebanyakan orang yang muda-muda,

di situlah syaitan tempat berkuda.

Perkumpulan laki-laki dengan perempuan,

di situlah syaitan punya jamuan.

Adapun orang tua yang hemat,

syaitan tak suka membuat sahabat

Jika orang muda kuat berguru,

dengan syaitan jadi berseteru.



Gurindam X

Dengan bapa jangan durhaka,

supaya Allah tidak murka.

Dengan ibu hendaklah hormat,

supaya badan dapat selamat.

Dengan anak janganlah lalai,

supaya boleh naik ke tengah balai.

Dengan isteri dan gundik janganlah alpa,

supaya kemaluan jangan menerpa.

Dengan kawan hendaklah adil supaya tangannya jadi kafill.

Gurindam XI

Hendaklah berjasa,

kepada yang sebangsa.

Hendaklah jadi kepala,

buang perangai yang cela.

Hendaklah memegang amanat,

buanglah khianat.

Hendak marah,

dahulukan hajat.

Hendak dimulai,

jangan melalui.

Hendak ramai,

murahkan perangai.





Gurindam XII

Raja muafakat dengan menteri,

seperti kebun berpagarkan duri.

Betul hati kepada raja,

tanda jadi sebarang kerja.

Hukum adil atas rakyat,

tanda raja beroleh anayat.

Kasihan orang yang berilmu,

tanda rahmat atas dirimu.

Hormat akan orang yang pandai,

tanda mengenal kasa dan cindai.

Ingatkan dirinya mati,

itulah asal berbuat bakti.

Akhirat itu terlalu nyata,

kepada hati yang tidak buta.



2.6. Analisis Nilai Moral dalam Gurindam Dua Belas



Karya sastra (Gurindam Dua Belas) juga bisa dikatakan sebagai sarana penanaman sifat-sifat luhur kemanusiaan serta untuk memperjuangkan hak dan martabat manusia. Karya sastra seperti Gurindam Dua Belas didalamnya memuat nilai-nilai luhur yang berguna bagi pengalaman hidup masyarakat atau pembaca. Hal itu berarti kehadiran karya sastra senantiasa membawa banyak muatan, termasuk muatan moral. Permasalahannya, banyak pembaca karya sastra belum bisa menggali nilai-nilai moral dalam karya sastra yang dibacanya. Hal itu dikarenakan penyampaian nilai-nilai moral dalam karya sastra tersebut secara implisit, sehingga pemaknaan nilai-nilai moral didalamnya pun memerlukan kepekaan interpretasi yang tinggi

Analisis Nilai Moral dalam Gurindam Dua Belas Karya Raja Ali Haji, dilatarbelakangi oleh sastra. Bahwa sastra pada hakikatnya merupakan ungkapan baku dari apa yang telah disaksikan, didengarkan, dipelajari, dirasakan dan direnungkan orang dalam kehidupan. Karya sastra adalah ekspresi sastrawan yang berupa pandangan, ide-ide, perasaan, pikiran, dan semua kegiatan mental manusia ekspresi itu merupakan hasil pengalamannya dalam melihat, menghayati kehidupan ini sehingga terciptalah karya sastra. hasil karya sastra itu dapat berupa novel, puisi, cerpen, dan drama. Sedangkan pada penelitian ini mengambil judul Analisis nilai Moral Yang terdapat Dalam Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji yaitu sejenis puisi lama.

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan nilai moral dalam diri manusia yang ada dalam Gurindam Dua Belas yaitu, yang meliputi: (1) hubungan manusia dengan diri sendiri, (2) hubungan manusia dengan orang lain (nilai moral sosial), (3) hubungan manusia dengan Tuhannya, dan (4) cara pengarang menyampaikan nilai moral dalam Gurindam Dua Belas.

Sebagai landasan kajian penelitian ini, dibahasan kerangka teori yang menekankan pada nilai-nilai moral manusia dalam hubungan dengan diri sendiri, orang lain dan Tuhan. Adapun pokok-pokok uraian lebih mengacu kepada nilai-nilai moral manusia. Media penelitian ini adalah kualitatif. Instrumen yang digunakan adalah penelitian teks sastra. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan moral dan didaktis, tahapannya yaitu: (1) pengorganisasian, (2) interpretasi, dan (3) evaluasi

Hasil penelitian menunjukkan adanya nilai-nilai moral yang terkandung dalam Gurindam Dua Belas: (1) nilai moral kehidupan manusia dengan diri sendiri yang meliputi: kearifan, kesederhanaan, kejujuran, keberanian hidup, dan kewaspadaan hidup, (2) nilai moral kehidupan manusia dengan orang lain yang meliputi: kesetiaan kepada sesama manusia, kebersamaan hidup, dan penghormatan kepada orang lain, (3) nilai moral kehidupan manusia dengan Tuhan yang meliputi: percaya kepada Tuhan dan istiqomah, (4) cara pengarang meyampaikan nilai moral yang meliputi: penyampaian nilai moral secara langsung dan penyampaian nilai moral secara tidak langsun

Dari keempat macam nilai moral yang terdapat dalam Gurindam Dua Belas, manusia dapat memahami dan mempelajari dengan benar nilai moral yang terkandung dalam teks sastra Melayu. Peninggalan sastra budaya pada saat ini sudah tidak tampak lagi dikarenakan sudah banyaknya puisi, cerpen maupun novel yang ada pada saat ini, sedangkan sastra lama atau budaya tergeser. Sebagai masyarakat yang memiliki peninggalan sejarah atau budaya, manusia harus selalu melestarikannya dan tetap menjaganya dengan baik.

2.7. Pesan Setiap Pasal Gurindam 12

(1) Pasal pertama berisi tentang agama karena Raja Ali Haji menempatkan agama sebagai hal yang terpenting bagi rakyatnya. Bagi beliau, orang yang tidak beragama tidak memiliki identitas diri. Untuk mencapai kesempurnaan, manusia harus mengenal yang empat (empat zat yang menjadikan manusia mula-mula). Orang yang mengenal Allah, melakukan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, tidak akan berbuat salah. Kita dapat mengetahui kebesaran Allah lewat manusia, makhluk ciptaan-Nya yang paling sempurna. Manusia yang berorientasi pada kebahagiaan di dunia sebenarnya tertipu karena ia tidak menyadari kalau dunia fana sebenarnya merugikan.

(2) Isi dari pasal kedua juga masih tentang agama. Semakin manusia mengenal Allah, maka semakin takut ia pada-Nya. Perintah-perintah-Nya wajib kita laksanakan, terutama yang tercantum dalam rukun Islam, shalat, puasa, zakat, dan naik haji. Raja Ali Haji menanggap shalat sebagai pegangan hidup. Orang yang meninggalkan ibadah puasa akan kehilangan dunia dan akhirat, berarti Allah tidak akan menjaga orang itu. Harta dari orang yang tidak membayar zakat tidak diridhai oleh Allah. Orang yang tidak naik haji (apalagi bila ia mampu) tidak menyempurnakan janji sebagai orang Islam.

(3) Dalam pasal ketiga, Raja Ali Haji mengingatkan betapa pentingnya menjaga anggota tubuh dari perbuatan-perbuatan yang tidak baik. Mata harus dijaga supaya tidak timbul keinginan-keinginan yang menyimpang. Telinga harus dijauhkan dari segala macam bentuk gunjingan dan hasutan. Orang yang menjaga omongannya akan mendapatkan manfaat. Tangan juga harus dijaga dari mengambil milik orang lain. Nafsu harus dijaga supaya tidak melakukan perbuatan yang tidak patut. Hidup harus dijalani penuh semangat. Jangan merugikan diri dengan melakukan hal-hal yang mubajir dan maksiat.

(4) Raja Ali Haji berbicara tentang budi pekerti dalam pasal keempat. Hati adalah inti dari jiwa manusia. Hati yang dengki hanya akan merugikan diri sendiri. Berbicara harus dipikir supaya tidak celaka karenanya. Amarah adalah perbuatan sia-sia. Orang yang pernah berbohong, sedikit apa pun dustanya, akan terus tampak di mata orang lain sebagai pembohong. Orang yang paling celaka adalah orang yang tidak menyadari kesalahannya sendiri sampai harus dikatakan oleh orang lain. Sifat pelit akan menguras hartanya sendiri, berarti dengan menjadi dermawan justru harta kita akan bertambah (ditambah oleh Allah). Kelakuan dan kata-kata hendaklah selalu halus dan bersih.

(5) Rangkap pertama pada pasal kelima bermakna orang yang bersifat baik tampak dari perbuatannya. Orang yang mulia dan berbangsa dapat kita lihat dari perilaku dan tutur katanya. Orang yang bahagia adalah orang yang berhemat dan tidak melakukan perbuatan yang sia-sia. Orang yang pandai tidak pernah jemu untuk belajar dan memetik pelajaran dari hidupnya di dunia. Orang yang baik adalah orang yang dapat bersosialisasi dalam masyarakat.

(6) Melalui pasal keenam, Raja Ali Haji memberi tahu orang-orang seperti apa yang sebaiknya ada di sekitar kita. Carilah sahabat yang setia dan dapat membantu kita. Carilah guru yang serba tahu dan tidak menyembunyikan hal-hal buruk. Istri yang patut diambil adalah istri yang berbakti. Abdi (pengikut, pembantu, budak) yang baik untuk diambil adalah abdi yang berbudi.

(7) Pasal ketujuh juga berisi tentang budi pekerti. Orang yang banyak bicara memperbesar kemungkinan berdusta. Terlalu mengharapkan sesuatu akan menimbulkan kekecewaan yang mendalam saat sesuatu itu tidak seperti yang diharapkan. Setiap pekerjaan harus ada persiapannya. Anak harus dididik supaya tidak menyusahkan orang tua di kemudian hari. Orang yang gemar mencela orang lain bagaikan tong kosong yang nyaring bunyinya. Raja Ali Haji juga menghimbau orang untuk tidak malas dan menerima kabar dengan kepala dingin. Perkataan yang lemah-lembut akan lebih didengar orang daripada perkataan yang kasar. Orang yang benar jangan disalahkan (difitnah atau dikambinghitamkan).

(8) Dalam pasal kedelapan, Raja Ali Haji berpesan kalau orang yang ingkar dan aniaya terhadap dirinya sendiri tidak dapat dipercaya. Orang yang egois selalu memamerkan kebaikan dirinya dan menyalahkan orang lain. Pujian tidak usah dibuat sendiri tapi tunggulah datangnya dari orang lain. Sifat-sifat jelek dalam diri kita jangan ditampakkan, begitu pula kebaikan-kebaikan yang telah kita perbuat. Kesalahan orang lain jangan diumbar dan kesalahan sendiri harus disadari.

(9) Dengan membaca pasal kesembilan, kita bisa tahu kondisi seperti apa yang membuat setan datang atau pergi. Manusia yang mengerjakan pekerjaan yang tidak baik diibaratkan sebagai setan. Perempuan tua yang jahat bagaikan pimpinan setan. Jangan menjilat pada raja. Para pemuda sering melakukan perbuatan maksiat. Laki-laki dan perempuan jangan bertemu dalam suasana yang mendorong perbuatan negatif seperti zina. Orang tua yang berhemat (hidup tanpa berbuat sia-sia) dan orang muda yang gemar belajar dijauhi oleh setan.

(10) Kewajiban terhadap orang tua, anak, istri, dan teman dibahas dalam pasal kesepuluh. Anak harus hormat dan berbakti pada ayah-ibunya. Orang tua harus benar-benar mendidik anaknya supaya berhasil dan dapat menaikkan derajat mereka. Orang harus ingat kepada istri dan gundiknya supaya aib tidak tersebar dan tidak membuat malu. Kita juga harus adil terhadap teman.

(11) Kita hendaknya menolong sesama, terutama yang sebangsa. Kita harus membuang sifat-sifat buruk dan memegang amanat. Amarah sebaiknya ditahan untuk mendahulukan keperluan (hajat). Jangan mendahulukan diri sendiri, berarti kita harus antri. Bila ingin disukai orang-orang, kita harus membentuk sikap yang menyenangkan. Semua ini terangkum dalam pasal kesebelas.

(12) Pasal yang kedua belas atau pasal yang terakhir membahas tentang kewajiban raja, orang yang berilmu, dan hikmah kematian. Hubungan raja dengan menteri adalah saling menjaga satu sama lain. Raja yang baik atau raja yang mendapat petunjuk dari Allah adalah raja yang adil terhadap rakyatnya. Orang yang berilmu dikaruniai oleh Allah dan dihormati orang lain. Bila manusia mengingat kematiannya nanti, ia akan lebih berbakti pada Allah. Orang yang tidak buta hatinya tahu kalau akhirat itu benar-benar ada.

3. Penutup

Gurindam Dua Belas karya Raja Ali Haji adalah salah satu naskah Nusantara, tepatnya dari daerah Riau, yang terkenal. Kumpulan gurindam ini merupakan salah satu bentuk syiar Raja Ali Haji. Beliau bermaksud memberikan tuntunan moral yang berbasis agama pada rakyatnya melalui karyanya ini. Tanpa meningggalkan keindahannya sebagai karya sastra, Gurindam Dua Belas memberikan himbauan dan nasihat tentang ibadah, kewajiban raja, kewajiban anak, kewajiban orang tua, budi pekerti, dan hidup bermasyarakat yang dapat dijadikan pedoman hidup orang banyak.

Gurindam Dua Belas merupakan pusaka bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan. Pemerintah dapat memasukkannya dalam kurikulum sekolah, terutama mata pelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, sehingga anak-anak Indonesia mengenal karya ini. Tentu saja, ini juga dapat diberlakukan pada naskah-naskah Nusantara lainnya. Pemerintah juga harus lebih memperhatikan keberadaan dan penyimpanan naskah-naskah Nusantara. Naskah-naskah Nusantara yang berada di luar negeri harus diupayakan kembali ke Indonesia karena itu semua adalah warisan budaya bangsa Indonesia yang sangat berharga.



Daftar Pustaka

“Gurindam Dua Belas.” Style Sheet. http://poetrymoon.blogspot.com/ (1 April 2006)

Hendy, Zaidan. 1988. Pelajaran Sastra. Jakarta: Gramedia.

Mu’jizah, dan Maria Indra Rukmi. 1998. Penelusuran Penyalinan Naskah-naskah Riau Abad XIX: Sebuah Kajian Kodikologi. Jakarta: FSUI