1. Latar Belakang
Kajian
psikolinguistik menunjukkan adanya hubungan erat antara jumlah kosa kata
seseorang dengan kreativitas berbahasa baik lisan maupun tertulis (Soenjono,
2010:161-172). Asumsinya semakin banyak jumlah kata yang dikuasai seseorang semakin
baik dan kreatif orang berbahasa.
Sejumlah kosa kata yang dimiliki bisa bermacam-macam baik yang bermakna
sama, mirip, maupun yang berbeda, bahkan
berlawanan. Kata-kata yang bermakna sama atau hampir sama itu dalam kajian
linguistik disebut sinonim. Penguasaan kata bermakna sinonim memungkinkan
seseorang memproduksi ujaran (lisan) dan tulisan secara lebih kreatif dan
variatif.
Kreativitas
berbahasa seseorang dapat dibangun melalui pemakaian kata sinonim secara tepat.
Kata merupakan khazanah bahasa yang dapat mencerminkan kreativitas penggunanya.
Kreativitas penggunaan kata di sini dibatasi pada penggunaan sinonimi dan
kolokasinya. Kata-kata bersinonim pada
dasarnya memiliki nuansa makna atau makna yang hampir sama (Kentjono, 1982:79).
Jika sebuah kata memiliki makna yang sama dengan kata lain, tentu keduanya bisa
saling menggantikan. Namun, pada kenyataannya dua atau lebih bentuk yang
memiliki hubungan makna yang sama (hampir sama) tidak selalu dapat saling
menggantikan dalam konstruksi kalimat (Two or more words with very closely
related meanings are called synonyms. They can often, though not always, be
substituted for each other in sentences (Yule, 1985:117). Masalah kolokasi akhirnya muncul
ketika kata yang bersinonim itu dalam penggunaannya tidak secara mutlak saling
menggantikan.
2. Hakikat Sinonim
Kata sinonim terbentuk dari sin
("sama" atau "serupa") dan akar kata onim
"nama" yang bermakna "sebuah kata yang dikelompokkan dengan
kata-kata lain di dalam klasifikasi yang sama berdasarkan makna umum,". Dengan kata lain, sinonim adalah kata-kata yang
mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa. Pada umumnya sinonim diartikan sebagai
ungkapan-ungkapan yang mempunyai arti yang sama.
Sinonimi diartikan sebagai nama lain untuk benda atau hal
yang sama; atau ungkapan yang maknanya lebih kurang sama dengan ungkapan lain. Secara
garis besar, kata-kata sinonim adalah kata-kata yang sama artinya. Namun,
sebenarnya tidak ada dua kata yang seratus persen bersinonim. Keraf (1984:131) menegaskan bahwa antara
dua kata selalu terdapat perbedaan, walaupun sedikit saja; baik perbedaan nilai
rasa kata maupun perbedaan makna dan perbedaan lingkungan yang dapat
dimasukinya. Sinonimi merupakan salah satu aspek leksikal untuk mendukung
kepaduan wacana. Sinonimi berfungsi menjalin hubungan makna yang sepadan antara
satuan lingual tertentu dengan satuan lingual lain dalam wacana.
Verhaar (1982:132) membedakan kesinoniman menurut taraf di mana bentuk tersebut
terdapat, yaitu antarmorfem, antarkata, antarfrasa, dan antarkalimat.
Jadi, secara singkat dapat dirumukan bahwa sinonim adalah
kata-kata yang bermakna denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi.
Perbedaan makna konotasi yang dimaksudkan baru akan tampak jika kata itu
dikaitkan dengan perilaku sitaksisnya. Artinya, makna konotasi akan jelas
ketika kata-kata itu ditempatkan dalam pola atau struktur kalimat. Contoh (a). pintar, pandai, cakap, cerdik,
cerdas, banyak akal, mahir; (b). gagah, kuat, tegap, perkasa, berani, megah;
(c). mati, meninggal, berpulang, mangkat, wafat, mampus; (d) bodoh, tolol,
dungu, goblok, otak udang; (e) cantik, molek, bagus, baik, indah, permai.
Membandingkan sinonim-sinonim membantu pemakai bahasa
melihat hubungan antara kata-kata yang bersamaan makna (Tarigan, 2009). Selain itu, membantu menggeneralisasikan dan
mengklasifikasikan kata-kata serta konsep-konsep. Sinonim memungkinkan
seseorang mengekspresikan gagasan yang sama dalam berbagai cara tetapi dalam
pengertian yang lebih spesifik.
3. Masalah Kolokasi Penggunaan Sinonim
Dalam
praktiknya, penggunaan kata bersinonim tidak selalu mudah karena ada patokan
atau kriteria yang harus dipenuhi. Salah satu hal penting terkait prinsip
kolokasi pemakaiannya. Kolokasi atau sanding kata adalah asosiasi tertentu dalam
menggunakan pilihan kata yang cenderung digunakan secara berdampingan.
Kata-kata yang berkolokasi adalah kata-kata yang cenderung dipakai dalam satu
domain atau jaringan tertentu. Pilihan
leksikal seseorang untuk membentuk konstruksi kalimat, mempertimbangkan nilai
rasa dan kecocokan asosiasi antara satu kata dengan kata yang berdampingan
dalam kalimat. Pola kolokasi ini disebut
juga sebagai susunan beruntun yang
berkaitan dengan konsep deiksis (Kaswanti, 1984: 201-238). Asosiasi yang tetap
antara kata dengan kata lain yang berdampingan dalam kalimat disebut kolokasi (collocation).
Kata-kata seperti sekolah, guru, siswa, pembelajaran, pelajaran, buku,
perpustakaan, kelas adalah kata-kata yang secara kolokatif dibatasi dalam
domain pendidikan. Konstruksi ”Petani setiap hari membaca buku di perpustakaan sekolah” tergolong tidak kolokatif karena kata petani
tidak tepat disandingkan dengan unsur
lain dalam konstruksi tersebut.
Persoalan kolokasi ini sekaligus memberi ciri sebuah kata
sinonim. Ada banyak alasan yang bisa diterima mengapa bentuk sinonim itu muncul
dalam praktik berbahasa. Paling kurang ada lima hal yang bisa diterima sebagai
alasan kehadiran sinonim dalam praktik berbahasa yaitu (a) pasangan kata
bersinonim bersumber pada dialek yang berbeda misalnya aku-gua (dialek Jakarta) atau fall
(Amerika) autumn (di Britania) (b)
sinonim muncul karena penggunaan gaya (style)
berbeda misalnya makan-santap (c)
sinonim muncul karena mau menampilkan makna emotif dan afektif yang berbeda
misalnya kata sayang-cinta (d) kata bersinonim memiliki keterbatasan kolokasi
yang berbeda misalnya kandang-sangkar (e)
kata sinonim berpotensi melahirkan makna yang tumpang tindih misalnya kata senang-gembira (Palmer, 1986:89-93;
Rahyono, 2012:119-142).
Penggunaan
sinonim yang tidak kolokatif Anjing
meninggal misalnya, tidak memenuhi tuntutan kolokasi antara kata anjing
dan meninggal. Anjing lebih tepat berdampingan dengan kata mati dan
manusia lebih tepat berdampingan dengan kata meninggal. Hal yang sama, meskipun makna kata-kata cantik,
molek, bagus, baik, indah, permai hampir sama, atau bersinonim, dalam pemakaiannya dibatasi oleh
prinsip kolokasi. Contoh: tidak wajar
mengatakan: *wanita itu indah atau
*gadis ini permai tetapi wanita itu cantik atau gadis ini molek.
Ketidakwajaran penggunaan sinonim seperti ini berkaitan dengan konsep kolokasi.
4. Upaya Mempelajari dan Mengenal Sinonim
Dalam
praktiknya, penggunaan sinonim itu tidak semudah yang dibayangkan. Hal ini
tampak dalam penggunaan sinonim yang tidak memenuhi kriteria kolokasi. Ini
terjadi karena penggunaan sinonim kurang
cermat dalam membuat pembedaan (diskriminasi) antara satu sinonim dengan
sinonim lainnya. Diskriminasi yang baik terjadi jika kata bersinonim itu
digunakan dalam kaitannya dengan tataran linguistik lainnya seperti sintaksis
dan semantik. Sebagai contoh, kata ”tidak” dan ”bukan” merupakan dua kata bersinonim yang secara umum berperan
sebagai unsur negasi. Dalam
penggunaannya, dua kata yang berperan negasi ini sering dicampuradukkan. Untuk
itu perlu pembedaan yang tegas perihal unsur yang dinegasikan kedua kata
bersinonim itu.
Pembedaan akan
tampak jika setiap kata yang tergolong sinonim itu dianalisis berdasarkan makna
dasar dan makna tambahannya, dilengkapi dengan contoh penggunaannya dalam
kalimat. Bentuk seperti dsb., dll., dst. termasuk sinonim tetapi sering dicampuradukkan dalam pemakaiannya. Bentuk
dsb. seharusnya merupakan bentuk ringkas dari rincian sebelumnya yang sama
jenis, kategori misalnya ibu membeli pisang, mangga, apel, jeruk, dsb. Bentuk
dll. merupakan lanjutan dari rincian tentang barang yang tidak sejenis misalnya
Andre membawa, sepatu, baju, pisang, dll. Bentuk dst. Merupakan lanjutan
rincian berupa urutan misalnya satu, dua, tiga, empat, dst. (Rampung, 2005:31-34)
5. Penggolongan Sinonim
Sinonim dapat dikelompokkan berdasarkan asal-usul unsur
pembentukkannya, proses morfologisnya; kategori kata pembentuknya, dan
kemungkinan distribusi unsur-unsurnya. Berdasarkan asal unsurnya dibedakan menjadi (1) kata asli dan kata asli
(bertemu – berjumpa; baik - bagus –
indah), (2) kata asli dan kata serapan ( bunga - puspa; kusuma (Skr), (3) kata
serapan dan kata serapan (kitab (Ar) - pustaka (Skr).
Dilihat berdasarkan proses morfologis sinonim dapat
dibentuk dari (1) kata dasar dan kata dasar [betul – benar; dapat – bisa; musuh
– lawan], (2) kata dasar dan kata jadian
[awal – permulaan; karya – karangan], (3) kata jadian dan
kata jadian [ketua – pemimpin; cendekiawan - terpelajar]. Berdasarkan kategori kata pembentuknya sinonim dibedakan
(1) kata benda-kata benda [pembantu-pelayan; pegawai-karyawan], (2) kata kerja-kata
kerja [melihat-mengintip], (3) kata sifat-kata sifat [senang-gembira], (4) kata
keterangan-kata keterangan [amat-sangat], (5) kata tugas-kata tugas
[dengan-secara]
Selanjutnya, berdasarkan kemungkinan distribusinya sinonim dibedakan menjadi sinonim berdistribusi paradigmatik
(horizontal) dan sintagmatik (vertikal). Distribusi paradigmatik
memungkinkan penggantian (substitusi) suatu unsur dalam kalimat atau frase
dengan unsur lain secara menegak (vertikal). Dengan cara ini, kata-kata bersinonim dapat
diketahui bedanya.
Berdasarkan Nilai Rasa (Makna Emotif). Kata-kata bersinonim seperti mati -
meninggal - mangkat - gugur tewas - mampus dapat dilihat
bedanya berdasarkan nilai rasanya. Nilai
rasa yang berbeda menyebabkan perbedaan dalam kelaziman pemakaiannya
(Kridalaksana, 1988). Perhatikanlah
kalimat yang memuat kata sinonim: mati - meninggal - mangkat - gugur - tewas –
mampus
(1) Kucingnya
[mati, *meninggal, *mangkat, *gugur, *tewas,*mampus] tertabrak.
(2) Nenek
[meningal, ?mati, *mangkat, *gugur, *tewas,*mampus] karena sakit
jantung.
(3) Raja
Goa [mangkat , ?mati, ?meningal, *gugur, *tewas, *mampus] pada tahun
1950-an.
(4) Banyak
tentara [gugur, ?mati, ?meninggal, *mangkat, ?tewas, *mampus] sebelum
Jajak Pendapat di Timor Leste.
(5) Dalam
tabrakan bus itu tercatat lima penumpang [tewas, mati, meninggal,
*mangkat, * gugur, *mampus].
(6) Penjahat
yang dikejar-kejar itu kedapatan sudah [mampus, ?meningal, *mangkat,
*gugur, *tewas] di Kali Brantas
6. Deskripsi,
Analisisis Kolokasi Sinonim
Uraian ini hanya beusaha mengambil beberapa contoh dengan melewati dua
tahap (1) menjelaskan makna umum dan makna khusus setiap kata yang tergolong serumpun
sinonim (2) melengkapinya dengan contoh penggunaannya dalam konstruksi kalimat.
Tujuannya untuk memperlihatkan sekaligus membuktikan bahwa sinonim memang tidak
mutlak tetapi dibatasi konsep kolokasi. Berikut ditampilkan dan dianalisis
penggunaan beberapa kata sininonim.
6.1 untuk, buat, bagi, guna
Keempat kata tugas itu dipakai untuk menyatakan hubungan
tujuan.
Untuk:
jika mendahului kata benda; kata ganti bertugas sebagai pengantar objek
penyerta; penerima, dan jika mendahului kata kerja bertugas sebagai pengantar keterangan tujuan.
Buat: setugas dengan kata untuk, tetapi lebih
banyak dipakai dalam bahasa tutur atau
bahasa pergaulan sehari-hari.
Bagi:
jika mendahului kata benda; kata ganti menunjukkan 'apa; siapa' yang
memperoleh; tidak pernah mendahului kata kerja.
Guna: bertugas sebagai pengantar keterangan tujuan
(setugas dengan kata untuk); tidak pernah dipakai sebagai pengantar objek
penyerta.
Contoh
(1)
Niko membeli apel [untuk, buat,*bagi,*guna]
Hirman. Kata buat dapat
menggantikan kata untuk, sedangkan
kata *bagi dan *guna tidak.
(2)
Waduk
Karangkates bermanfaat [bagi, buat,
untuk, ?guna] petani. Kata buat dan untuk dapat menggantikan kata bagi, sedangkan kata guna terasa
janggal.
(3)
Mahasiswa asing
itu tinggal di Malang [untuk, guna, buat, *bagi] mempelajari bahasa Indonesia. Kata guna dan buat dapat
menggantikan kata untuk, sedangkan
kata bagi tidak dapat.
Kalimat (1) s.d. (3) memperlihatkan kemungkinan distribusi paradigmatik.
Distribusi menurut pengertian paradigmatik dapat dibedakan atas dua distribusi
paralel dan distribusi komplementer. Berdistribusi paralel
jika penggantian dengan unsur lain itu menghasilkan bentuk baru yang gramatikal
(betul). Berdistribusi komplementer jika penggantian tersebut
menghasilkan bentuk baru yang tidak gramatikal (salah).
Yang
disebut distribusi (berdasarkan pengertian sintagmatik) ialah
kemungkinan suatu unsur dalam kalimat; frase dapat dipertukarkan tempatnya
(dipermutasikan) atau dapat bergabung (berkombinasi) dengan unsur lainnya
secara mendatar. Dengan cara ini kata-kata bersinonim dapat diketahui
perbedaannya. Perhatikanlah penggunaan
kata sudah - telah
(1) Acara
perpisahan sudah selesai. Kemungkinan permutasinya menjadi: (1a) Acara perpisahan selesai sudah.
(2)
Acara perpishan telah
selesai. Kemungkinan permutasinya menjadi: (2a) *Acara kita selesai telah
Kata sudah dan
telah berdistribusi sama (dapat saling menggantikan) jika diletakkan
mendahului kata yang diterangkan [contoh (1) dan (2)]. Kata sudah dapat terletak di belakang kata
yang diterangkan, sedangkan kata telah tidak dapat [contoh (la) dan
(2a)]. Jadi, kata sudah yang
terletak di belakang kata yang diterangkan tidak dapat digantikan dengan kata
telah.
6.2 hingga-sampai
Keduanya dipakai untuk menyatakan batas akhir
waktu/tempat.
Hingga: tidak
dapat diikuti kata dengan atau didahului kata tidak/belum/sudah.
Sampai: dapat diikuti kata dengan atau didahului
kata tidak/belum/sudah.
(1)
Saya belajar [hingga/sampai] jauh malam.
(2) Dari Malang
[hingga/sampai] Surabaya mereka bercakap-cakap terus.
(3) Seminar
berlangsung dari tanggal 14 [*hingga/sampai] dengan 19 Desember 2012.
(4) Surat
yang Anda kirimkan itu tidak/belum/sudah [*hingga/sampai] padanya.
6.3 seperti
-sebagai -sebagaimana
Ketiganya dipakai untuk menyatakan hubungan
perbandingan.
Seperti: menyatakan
relasi perbandingan yang (1) mengandung perumpamaan dan (2) menandai makna
'kemiripan'/'kesamaan'.
Sebagai :di samping menyatakan hubungan
perbandingan yang (1) mengandung perumpamaan dan (2) menandai makna
'kemiripan'/'kesamaan', dipakai juga untuk menandai makna 'berlaku
sebagai'/'selaku'.
Sebagaimana : menyatakan hubungan
perbandingan yang menandai makna 'kemiripan'/'kesamaan'.
(1) [Seperti/Sebagai/*Sebagaimana] telur diujung
tanduk (perumpamaan).
(2) Imron
menerima Ary [seperti/sebagai/?sebagaimana] saudaranya sendiri.
(3) [*Seperti/Sebagai/*Sebagaimana]
calon pendidik kita harus disiplin.
(4) [Seperti/?Sebagai/Sebagaimana]
saudara-saudaranya, dia termasuk murid yang pandai.
Kedua kata ingkar itu dipakai
untuk menyatakan ingkar perintah/ larangan.
Jangan : (a) perintah ditujukan
kepada orang kedua secara langsung; dan (b) dapat bergabung dengan kata kerja
aktif berawalan me(N)- atau kata kerja pasif berawalan di-.
Dilarang : (a) Perintah itu ditujukan kepada orang kedua (lawan bicara) tidak
secara langsung; dan (b) tidak lazim bergabung dengan
kata kerja pasif berawalan di-.
[Jangan/Dilarang]
masuk!/merokok!
[Jangan/ *Dilarang] dibuuang,
disimpan saja.
6.5 baru -masih
Kedua kata keterangan itu
dipakai untuk menunjukkan waktu berlangsungnya suatu kejadian.
Baru: menunjukkan awal mulainya suatu kejadian (belum lama terjadi).
Masih: menunjukkan suatu kejadian
tetap berlangsung terus (belum berakhir).
Jangan ribut di sini, adikmu [baru/masih]
tidur.(baru=sedang, lagi); (masih = sejak tadi belum
bangun)
Pertandingan [baru/*masih]
berlangsung 15 menit, gawang Indonesia kebobolan
Yang
hadir [baru/*masih] beberapa orang.
Adiknya
sudah menikah, sedangkan kakaknya [*baru/masih]
membujang.
6.6 tidak - bukan
Keduanya dipakai
untuk menyatakan ingkar (negasi). Kata tidak
biasanya bergabung (berkolokasi) dengan kata kerja atau kata sifat, Tidak berposisi mendahului kata kerja atau kata sifat. Kata bukan biasanya bergabung (berkolokasi) dengan kata benda. Bukan: berposisi mendahului kata benda atau yang
dibendakan.
(1)
Saya tidak [merokok,
sakit, *dokter].
(2)
Saya bukan [dokter,
*merokok, *sakit].
(3)
Setelah
diteliti, ternyata (*tidak; bukan) mobil yang menabrak Andy, melainkan becak.
(4)
Tony (tidak;
*bukan) bekerja karena sakit.
(5)
Andy (*bukan;
tidak) menembak kucing, tetapi anjing
6.7 sesuai - selaras - serasi -
seimbang - setimpal
Kata-kata di atas
menyatakan hubungan persesuaian.
Sesuai: sama atau tidak
bertentangan; menyimpang dengan keadaan; hal;
peraturan yang sebenarnya.
Selaras : sejalan dengan
... ; tidak berbeda dengan ....
Serasi: cocok, harmonis, berpatutan dengan ...
Seimbang : sama berat ( = setimbang dengan ... )
Setimpal : sepadan
dengan . . . sebanding dengan ...
(1)
Budaya asing yang
diserap diharapkan [sesuai; selaras; ?serasi; *seimbang; *setimpal] dengan kepribadian bangsa.
(2)
Perkembangan
bahasa anak [sesuai; selaras;
seirama; ?serasi; ?seimbang; *setimpal] dengan perkembangan usia.
(3)
Jaket hujan yang
dipakai Budy sungguh [sesuai; ?selaras;
?seirama; serasi; ?seimbang; ?setimpal] dengan warna
kulitnya
(4)
Hasil panenan
tahun ini tidak [sesuai; ?selaras; ?seirama; ?serasi; seimbang; ?setimpal] dengan biaya yang dikeluarkannya.
(5)
Perampok itu
hukuman [sesuai; ?selaras; ?seirama; ?serasi seimbang setimpal] dengan
perbuatannya.
6.8 Cepat, segera ,lekas ,lancar, tangkas, gesit,
terampil, deras, laju, kencang
Semua
kata di atas bermakna utama/bermakna
denotasi cepat.
cepat : dalam waktu singkat dapat
mencapai jarak jauh (perjalanan, gerakan, kejadian).
Segera: cepat tentang peralihan waktu,
saat yang satu ke saat yang lain.
Lekas: cepat tentang pekerjaan;
perbuatan; tidak berlama-lama.
Lancar: cepat tentang keadaan tanpa
hambatan; cepat dan fasih berkata; berbicara.
Tangkas: cepat tentang gerakan yang sigap
dan gesit.
Gesit: cepat bergerak dan cekatan.
Terampil: cepat dan cekatan mengerjakan
pekerjaan.
Deras: cepat tentang aliran air, hujan.
Laju: cepat tentang gerak kapal,
kendaraan, perahu, burung, pelari.
Kencang: cepat tentang gerak angin, orang
-berlati, kapal; perahu.
(1)
Perundingan
antara Israel Palestina itu berjalan sangat
[cepat; lancar; ?segera; ?lekas]
(2)
Kami mengharapkan
Saudara [segera; lekas;
?cepat; ?lancar] datang ke kantor.
(3)
Minumlah
jamu cap Jago ini agar sakitmu [lekas ; ?cepat; ?segera ; *lancar]
sembuh.
(4)
Meskipun
baru beberapa bulan di Malang, Hirman dapat berbahasa Jawa dengan [lancar; cepat; *lekas; *segera].
(5)
Dengan
[tangkas; cepat; ?terampil; *
deras; *kencang] pesilat menangkis lawannya.
(6)
Dengan
[ gisit; cepat; tangkas;
terampil] Ronaldo menggiring bola ke gawang lawan.
(7)
Pembangunan
memerlukan tenaga [terampil; * kencang; *cepat; *deras;
*lancar].
(8)
Karena
hujan [deras ; * cepat; *
kencang; *cepat; *lancar] kota Malang kebanjiran.
(9)
Mobil berjalan lebih [laju; cepat; *deras;
?kencang; *lancar] daripada becak.
(10)
Angin
bertiup [kencang; *cepat; *deras; *lancar; *gesit] menumbangkan
pepohonan.
6.9 bulat, bundar
Sebagai kata sifat, kata bulat umumnya
merujuk pada sifat benda tiga dimensi (bervolume), misalnya bumi bulat,
sedangkan bundar
merujuk pada sifat benda dua dimensi, misalnya meja bundar. Namun
demikian, kedua kata ini kadang dapat saling menggantikan. Bulat 1 berbentuk
sabagi bola; 2 berbentuk
lingkaran; bundar (tanpa bersudut); 3 tidak terpecah; utuh; 4 tanpa kecuali; 5 seia
sekata; sepenuhnya. Bundar : berbentuk
lingkaran (melengkung) dengan jari-jari yang sama. Dapat dilihat bahwa bulat
memiliki lebih banyak makna daripada bundar. Ada beberapa makna pada bulat yang
tidak dapat digantikan bundar. Kita tidak dapat, misalnya, menyebut bilangan
bundar, suara bundar, dan kebundaran tekad.
6.10 semua - seluruh - segala – segenap, sekalian
Kelima
kata ini dipakai untuk menyatakan jamak. Karena itu, kata benda yang
mengikutinya tidak perlu diulang. Kata semua, seluruh, segala, sekalian,
dan segenap memiliki persamaan dan perbedaan arti. Persamaan arti
menyebabkan kata itu dapat saling dipertukarkan, sedangkan perbedaan arti
menyebabkan kata itu tidak dapat saling dipertukarkan.
Semua: (a) dapat berdiri sendiri; (b)
dapat terletak baik di muka maupun di belakang kata yang diterangkan; (c) menyatakan pengertian 'jumlah' benda
(abstrak atau konkret) yang banyak (d) dapat bergabung dengan kata benda yang bermakna
'keanekaragaman'
Seluruh: (a) tidak dapat berdiri sendiri;
(b) selalu terletak di muka kata yang diterangkan; (c) menyatakan pengertian
‘keutuhan’ (d) tidak dapat bergabung dengan kata benda yang bermakna
'keanekaragaman'.
Segala: (a) tidak dapat berdiri sendiri;
(b) selalu terletak di muka kata yang diterangkan; (c) menyatakan pengertian
keanekaragaman (d) selalu bergabung
dengan kata benda yang bermakna 'keanekaragaman'.
Segenap: (a) tidak dapat berdiri sendiri; (b) selalu
terletak di muka kata yang diterangkan; (c) menyatakan pengertian semua secara
lengkap; sempurna (tak ada yang terkecuali); (d)tidak dapat bergabung dengan
kata yang bermakna 'keanekaragaman'
Sekalian (a) menyatakan keserentakan. (b) hanya digunakan
untuk mengacu pada orang atau manusia
(c) dapat dipertukarkan dengan semua
seperti pada kalimat berikut. Sekalian orang
di ruangan itu memperhatikan
pembicara dapat ditukarkan kalimat Semua orang di
ruangan itu memperhatikan
pembicara.
*Sekalian meja akan diangkut ke tempat lain, tergolong kalimat yang tidak berterima
(1) Anaknya lima orang dan [semua *seluruh
*segala, *segenap] laki-laki.
(2)
Saudaranya
[semua,*seluruh, *segala, *segenap] laki-laki.
(3)
Saudaranya
laki-laki [semua, *seluruh., *segala., *segenap]
(4) Bahasa Indonesia tersebar ke [seluruh,*semua,*segala,
?segenap] tanah air Indonesia.
(5) Bhineka Tunggal Ika bertujuan
mewujudkan kesatuan dalam [segala, semua ?seluruh, *segenap] aspek kehidupan nasional.
(6) [Semua, ?seluruh,
*Segala] anggota keluarga hadir dalam
pesta itu.
6.11 ialah -
adalah - yaitu
Ketiganya dipakai untuk menegaskan batas atau hubungan
subjek (S) dan predikat (P) dalam kalimat nominal.
Ialah : dipakai dalam kalimat nominal
bersubjek orang ketiga
Adalah: dipakai dalam kalimat nominal
bersubjek orang pertama, kedua, atau
ketiga; dan biasa dipakai dalam kalimat nominal yang berwujud definisi.
Yaitu
: pemakaian kata yaitu pada dasarnya sama dengan kata ialah; dan dipakai
sebagai pengantar penjelas kata benda yang mendahuluinya.
(1)
Bahasa
[ialah; adalah; yaitu] alat berkomunikasi yang paling penting bagi manusia.
(2) Alat berkomunikasi paling penting
bagi manusia[ialah; adalah; yaitu] bahasa.
(3) Bahasa [ialah; adalah; yaitu]
ekspresi pikiran dan peraraan manusia.
(4) Penelitian ada dua jenis [*ialah; *adalah; yaitu]
kuantitatif dan kualitatif
(5) Prinsip demokrasi [*ialah; *adalah;
yaitu] pemerintahan dari, oleh, dan
untuk rakyat.
(6) Kita [*ialah; adalah; *yaitu] bangsa yang ramah tamah.
(7) Tristan
[*ialah; adalah;
*yaitu] mahasiswa yang kreatif.
(8) Surabaya [ialah; adalah; yaitu] ibu kota provinsi Jawa Timur.
Kata ialah, adalah, dan yaitu pada kalimat (1), (2), dan (3) dipakai untuk memperjelas
hubungan S dan P sehingga merupakan keharusan. Jika tidak makna kalimat akan
kabur. Kata ialah; adalah; yaitu pada kalimat Cth (1) dapat diganti
dengan kata merupakan.
6.12 Pekerjaan,
Profesi, dan Jabatan
Apa saja yang dikerjakan atau dilakukan seseorang
merupakan pekerjaan. Yang dimaksudkan dengan pekerjaan disini
ialah jenis perbuatan atau kegiatan untuk memperoleh imbalan atau upah. Dengan
ciri makna yang demikian, pekerjaan dapat juga disebut mata pencarian
atau pokok penghidupan. Dalam konteks itu, secara khusus kita mengenal pula jenis
pekerjaan yang lazim disebut profesi dan jabatan.
Jenis pekerjaan yang menuntut pendidikan dan keahlian
khusus disebut profesi. Yang dapat digolongkan ke dalam kategori itu,
antara lain, ialah pekerjaan seorang dokter, guru, pengacara, dan peneliti.
Pekerjaan pengemudi, mandor, pembantu rumah tangga tidak termasuk profesi.
Jabatan merupakan jenis pekerjaan yang berhubungan dengan
struktur suatu organisasi. Direktur, kepala bidang, dan sekretaris, misalnya,
merupakan jabatan. Dalam pengertian itu, dikenal pula istilah seperti jabatan
fungsional, jabatan struktural, dan jabatan rangkap.
6.13
menjinjing ,membimbing, menuntun, mendukung, menatang, menyandang, memikul, menggalas,
memapah, mengepit, menggotong, mengusung, mengambin
Makna
dasar; umum untuk semua kata sinonim ini adalah membawa. Makna dasar (umum) bawa
ini terangkum dalam makna menjinjing, membimbing, menuntun, mendukung,
menatang, dsb. Perbedaan kata-kata
bersinonim seperti contoh di atas terletak pada cara melakukannya.
Menjinjing : membawa dengan satu tangan terulur
ke bawah (contoh menjinjing sepatu)
Membimbing:
membawa dengan dipegang tangannya (contoh membimbing anak kecil) dengan dituntun
(menuntun orang buta)
menuntun
: membawa di punggung dengan kedua belah tangan
mendukung:
membawa di belakang
(mendukung orang lumpuh)
menatang:
membawa benda cair
dengan telapak tangan (menatang minyak)
menyandang:
membawa dengan tali yang
disampaikan; disampirkan di bahu (menyandang senapan)
memikul:
membawa di bahu dengan
pikulan (memikul kayu)
menggalas:
membawa barang di bahu
dengan tongkat (menggalas bungkusan)
memapah:
membawa orang dengan
menyangga tangannya agar dapat berjalan (memapah orang sakit)
mengepit: membawa di ketiak (mengepit tas, buku, map, dsb.)
menggotong: membawa secara bersama-sama dua orang atau lebih dengan tangan
(menggotong lemari, meja, balok, dsb.)
mengusung: membawa beramai-ramai di bahu (mengusung tandu, peti jenazah,
dsb.)
mengambin: membawa dengan
ambin (kain) (mengambin anak)
7.
Masalah Sinonim Ganda
Masalah
lain, yang sering tidak disadari, berkaitan dengan penggunaan sinonim ganda
dalam satu-satuan konstruksi bahasa (baca kalimat). Konstruksi ganda itu
misalnya penggunaan secara besama-sama dan simultan bentuk seperti: dan juga;
lagi pula, tambahan lagi, tambahan pula, hanya saja, demi untuk, agar supaya, lalu berikut, lalu kemudian,
kemudian berikutnya, pun juga, lalu
sesudah itu. Pemakaian
sinonim ganda seperti itu persis berlawanan dengan hakikat lahirnya
sinonim-sinonim yang mengharuskan pebahasa menentukan pilihan yang tepat.
8.Penutup
Apa
yang disampaikan melalui lembaran diskusi ini hanya sebagian kecil dari kata
sinonim yang ada dalam bahasa Indonesia. Karena itu, upaya untuk menjelaskan
bentuk sinonim lain yang tidak sempat diuraikan dalam tulisan ini tentu saja
merupakan langkah yang baik dan berguna.
***
Daftar
Pustaka
Kaswanti,
Bambang Purwo. 1984. Deiksis dalam
Bahasa Indonesia. Jakarta: PN Balai Pustaka.
Kentjono, D. (Ed). 1982. Dasar-dasar Linguistik Umum.
Jakarta: Fakultas Sastra Universitas Indonesia
Keraf, Gorys. 1984.
Diksi dan Gaya Bahasa.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Kridalaksana,
Harimurti. 1988. Kamus Sinonim Bahasa
Indonesia. Ende-Flores: Nusa Indah.
Palmer, F.R.
1986. Semantics. Cambridge: Cambridge
UP.
Poerwodarminta,
W.J.S. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi ketiga, Jakarta: Balai
Pustaka.
Rahyono, FX. 2012. Studi Makna. Jakarta: Penaku.
Rampung, Bonefasius. 2005. Fatamorgana Bahasa Indonesia 1. Yogyakarta: Pustaka Nusatama.
Soenjono, Dardjowidjojo. 2010. Psikolinguistik: Pengantar Pemahaman Bahasa Manusia. Jakarta: Obor.
Tarigan, Henry
Guntur. 2009. Pengajaran Semantik.
Bandung. Angkasa
Tim Redaksi Kamus Bahasa Indonesia. 2008. Kamus Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahsa Departemen Pendidikan Nasinal.
Verhaar, J.W.M.
1982. Pengantar Linguistik.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Yule, G. 1985. The Study of Language. Cambridge:
Cambridge University Press.
nice
BalasHapusVerry good.
BalasHapus