1. Pendahuluan
Dalam perkembangan dunia filsafat terutama dalam dunia filsafat ilmu. teori-teori kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran merupakan suatu objek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik spikologis.
Menurut para ahli filsafat, kebenaran bertingkat-tingkat bahkan tingkatan tersebut bersifat hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain serta tingkatan kualitasnya ada kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.
Manusia selalu berusaha menemukan kebenaran. Beberapa cara ditempuh untuk memperoleh kebenaran, antara lain dengan menggunakan rasio seperti para rasionalis dan melalui pengalaman atau empiris. Pengalaman-pengalaman yang diperoleh manusia membuahkan prinsip-prinsip yang lewat penalaran rasional, kejadian-kejadian yang berlaku di alam itu dapat dimengerti.
2. Pengertian Kebenaran dan Kaitannya
Kata "kebenaran" dapat digunakan sebagai suatu kata benda yang konkret maupun abstrak (Abbas Hamami, 1983). Jika subjek hendak menuturkan kebenaran artinya adalah proposisi yang benar. Proposisi maksudnya adalah makna yang dikandung dalam suatu pernyataan atau statement.
Adanya kebenaran itu selalu dihubungkan dengan pengetahuan manusia (subjek yang mengetahui) mengenai objek. Jadi, kebenran ada pada seberapa jauh subjek mempunyai pengetahuan mengenai objek. Sedangkan pengetahuan bersal mula dari banyak sumber. Sumber-sumber itu kemudian sekaligus berfungsi sebagai ukuran kebenaran.
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia, yang ditulis oleh Purwadarminta menjelaskan bahwa kebenaran itu adalah :
(a) Keadaan (hal dan sebagainya) yang benar (cocok dengan hal atau keadaan yang sesungguhnya. Misalnya kebenran berita ini masih saya ragukan, kita harus berani membela kebenran dan keadilan.
(b) Sesuatu yang benar (sugguh-sugguh ada, betul-betul hal demikian halnya, dan sebagainya). Misalnya kebenaran-kebenran yang diajarkan agama.
(c) Kejujuran, kelurusan hati, misalnya tidak ada seorangpun sanksi akan kebaikan dan kebenaran hatimu.
(d) Selalu izin, perkenaan, misalnya dengan kebenran yang dipertuan.
(e) Jalan kebetulan, misalnya penjahat itu dapat dibekuk dengan secara kebenaran saja.
Terdapat bermacam katagori atau tingkatan dalam arti kebenaran ini, maka tidaklah berlebihan jika pada saatnya setiap subjek yang memiliki pengetahuan akan memilki persepsi dan pengetahuan yang amat berbeda satu dengan yang lainnya.
Pertama-tama, Kebenran berkaitan dengan kualitas pengetahuan. Artinya semua pengetahuan yang dimilki oleh seseorang yang mengetahui sesuatu objek dititik dari jenis pengetahuan yang dibangun. Dengan demikian tingkatan pengetahuan adalah:
· Pengetahuan yang memiliki sifat subjektif, artinya amat terikat pada subjek yang mengenal.
· Pengetahuan ilmiah, yaitu pengetahuan yang telah menetapkan objek yang khas atau spesifik dengan menerapkan atau hampiran metodologi yang khas pula.
· Pengetahuan filsafat, yaitu jenis pengetahuan yang pendekatannya melalui metodologi pemikiran filsafati.
· Kebenaran pengetahuan yang terkandung dalam pengetahuan agama.
Kedua, Kebenaran yang berkaitan dengan sifat atau karakteristik dari bagaimana cara atau dengan alat apakah seseorang membangun pengetahuannya itu. Apakah ia membanguannya dengan penginderaan atau sense experience, atau akal pikir atau ratio, intuisi, atau keyakianan. Jenis pengetahuan menurut ini terdiri atas: Pengetahuan indrawi; Pengetahuan akal budi; Pengetahuan intuitif; Pengetahuan kepercayaan atau pengetahuan otoritatif.
Ketiga, kebenaran pengetahuan yang dikaitkan atas ketergantungan terjadinya pengetahuan itu, artinya bagaimana relasi atau hubungan antara subjek dan objek, Jika subjek yang berperan maka jenis pengetahuan itu mengandung nilai kebenran yang sifatnya subjektif. Atau jika objek amat berperan maka sifatnya objektif.
3. Teori-teori Kebenaran
Dalam perkembangan pemikiran filsafat perbincangan tentang kebenaran sudah dimulai sejak Plato yang kemudian diteruskan oleh Aritoteles. Sebagaiman dikemukakan oleh filusuf abad XX Jaspers sebgaimana yang dikutip oleh Hamersma (1985) mengemukakan bahwa sebenarnya para pemikir sekarang ini hanya melengkapi dan menyempurnkan filsafat Plato dan Aritoteles.5 Teori kebenaran itu selalu pararel dengan teori pengetahuan yang dibangunnya. Teori-teori pengetahuan itu terdiri atas:
3.1Teori Kebenaran Korespondensi (Correspondence Theory Of Truth)
Teori kebenaran korespondensi adalah teori yang berpandangan bahwa pernyataan-pernyataan adalah benar jika berkorespondensi terhadap fakta atau pernyataan yang ada di alam atau objek yang dituju pernyataan tersebut. Kebenaran atau suatu keadaan dikatakan benar jika ada kesesuaian antara arti yang dimaksud oleh suatu pendapat dengan fakta. Suatu proposisi adalah benar apabila terdapat suatu fakta yang sesuai dan menyatakan apa adanya. Teori ini sering diasosiasikan dengan teori-teori empiris pengetahuan. Ilmu pengetahuan empiris hanyalah merupakan salah satu upaya manusia dalam menemukan kebenaran yang hakiki dengan segala kelebihan dan kekurangannya.
Teori ini dikenal sebagai salah satu teori kebenaran tradisional (White, 1978) , teori yang paling awal atau tua yang berangkat dari teori pengetahuan Aritoteles yang menyatakan bahwa segala sesuatu yang kita ketahui adalah sesuatu yang dapat dikembalikan pada kenyataan yang dikenal oleh subjek (Ackerman, 1965) , hal ini juga sebagaimana dikemukakan oleh Hornie (1952) dalam bukunya Studies in Philosophy menyatakan "The Correspondence theory is an old ane". Dan hal ini juga sesuai dengan pendapat Kattsoff (1986) yang menyatakan bahwa "kebenaran atau keadaan benar berupa kesesuaian (correspondence) antara makna yang dimaksudkan oleh suatu pernyataan dengan apa yang sungguh-sugguh merupakan halnya atau apa yang merupakan fakta-faktanya.
Teori ini adalah teori yang Sangat menghargai pengamatan dan pengujian empiris, teori ini lebih menekankan cara kerja pengetahuan aposterion, menegaskan dualitas antara S dan O. Pengenal dan yang dikenal, dan menekankan bukti bagi kebenaran suatu pengetahuan Kriteria Kebenaran Korespondensi
Teori ini juga dapat diartikan, bahwa kebenaran itu adalah kesesuaian dengan fakta, keselarasan dengan realitas, dan keserasian dengan situasi aktual. Sebagai contoh, jika seorang menyatakan bahwa "Kuala lumpur adalah Ibu Kota Negara Malaysia", pernyataan itu benar karena pernyataan tersebut berkoresponden , memang menjadi Ibu Kota Negara Malaysia. Sekiranya ada orang yang menyatakan bahwa "Ibu Kota Malaysia adalah Kelantan", maka pernyataan itu tidak benar, karena objeknya tidak berkoresponden dengan pernyataan tersebut
3.2 Teori kebenaran Koherensi (Coherence Theory Of Truth)
Teori kebenaran koherensi adalah teori kebenaran yang didasarkan kepada kriteria koheren atau konsistensi. Suatu pernyataan disebut benar bila sesuai dengan jaringan komprehensif dari pernyataan-pernyataan yang berhubungan secara logis. Pernyataan-pernyataan ini mengikuti atau membawa kepada pernyataan yang lain. Seperti sebuah percepatan terdiri dari konsep-konsep yang saling berhubungan dari massa, gaya, dan kecepatan dalam fisika. Kebenaran tidak hanya terbentuk oleh hubungan antara fakta atau realitas saja, tetapi juga hubungan antara pernyataan-pernyataan itu sendiri. Dengan kata lain, suatu pernyataan adalah benar apabila konsisten dengan pernyataan-pernyataan yang terlebih dahulu kita terima dan kita ketahui kebenarannya.
Teori Koherensi dibangun oleh para pemikir rationalis seperti Leibniz, Spinoza, Hegel, dan Bradley. Menurut Kattsoff (1986) dalam bukunya Elements of Philosophy "...... suatu proposisi cendrung cendrung benar jika proposisi tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan prosisi-prosisi lain yang benar, ata jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita ".
Teori kebenaran koherensi ini biasa disebut juga dengan teori konsitensi. Pengertian dari teori kebenaran koherensi ini adalah teori kebenaran yangØ medasarkan suatu kebenaran pada adanya kesesuaian suatu pernyataan dengan pernyataan-pernyataan lainnya yang sudah lebih dahulu diketahui, diterima dan diakui kebenarannya.
Teori ini juga dapat diartikan, sebagai suatu pernyataan yang dianggap benar kalau pernyataan tersebut koheran dan konsisten dengan pernyataan-pernyataan sebelumnya. Jadi, suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan tersebut dalam keadaan saling berhubungan dengan pernyataan-pernyataan lain yang benar, atau jika makna yang dikandungnya dalam keadaan saling berhubungan dengan pengalaman kita. Dengan kata lain, suatu proposisi itu benar jika mempunyai hubungan dengan ide-ide dari proposisi yang telah ada dan benar adanya. Contohnya, bila kita beranggapan bahwa semua manusia akan mati adalah pernyataan yang selama ini memang benar adanya. Jika Ahmad adalah manusia, maka pernyataan bahwa Ahmad pasti akan mati, merupakan pernyataan yang benar pula. Sebab pernyataan yang kedua konsisten dengan pernyataan yang pertama.
3.3 Teori Kebenaran Pragmatik (Pragmatism Theory Of Truth)
Teori kebenaran pragmatis adalah teori yang berpandangan bahwa arti dari ide dibatasi oleh referensi pada konsekuensi ilmiah, personal, atau sosial. Benar tidaknya suatu dalil atau teori tergantung kepada berfaedah tidaknya dalil atau teori tersebut bagi manusia untuk kehidupannya. Kebenaran suatu pernyataan harus bersifat fungsional dalam kehidupan praktis. Menurut teori ini proposisi dikatakan benar sepanjang proposisi itu berlaku atau memuaskan. Apa yang diartikan dengan benar adalah yang berguna dan yang diartikan salah adalah yang tidak berguna. Bagi para pragmatis, batu ujian kebenaran adalah kegunaan, dapat dikerjakan dan akibat atau pengaruhnya yang memuaskan. Teori ini tidak mengakui adanya kebenaran yang tetap atau mutlak.
White (1978) dalam bukunya Truth; Problem in Philosophy, menyatakan teori kebenaran tradisional lainnya adalah teori kebenarn pragmatik. Paham pragmatik sesungguhnya merupakan pandangan filsafat kontemporer karena paham ini baru berkembang pada akhir abad XIX dan aw al abad XX oleh tiga filusuf Amerika yaitu C.S Pierce, Wiliam James, dan john Dewey.
Menurut pandangan teori ini bahwa suatu proposisi bernilai benar bila proposisi ini mempunyai konsekuensi-konsekuensi praktis seperti yang terdapat secara inheren dalam pernyataan itu sendiri. Karena setiap pernyataan selalu selalu terikat pada hal-hal yang bersifat praktis, maka tiada kebenran yang bersifat mutlak, yang berlaku umum, yang bersifat tetap, yang berdiri sendiri, lepas dari akal yang mengenal, sebab pengalaman itu berjalan terus dan segala yang dianggap benar dalam perkembangannya pengalaman itu senatiasa berubah. Hal itu karena dalam prakteknya apa yang dianggap benar dapat dikoreksi oleh pengalaman berikutmya. Atau dengan kata lain bahwa suatu pengertian itu tak pernah benar melainkan hanya dapat menjadi benar kalau saja dapat dimanfaatkan praktis.
3.4 Teori Kebenaran Struktural Paradigmatik
Teori ini banyak dikembangkan oleh beberapa ilmuan antaranya adalah Thoams Kuhn. Khun menampilkan konsep rekontruksirasional. Khun mensinyalir kebanyakn ilmuan hanya menampilkan ilmu pada dataran moziak saja, belum menjangkau dataran rekontruksi rasional menjadi suatu pradigma. Menurut khun pradigma tersebut ada beberapa hal, yaitu:
· Meningkatkan kesesuaian antara observasi dengan pradigma
· Memperluas skopa pradigma menjadi mencakup fenomena tambanahan
· Menetapakn nilai universal konstan
· Merumuskan hukum kuantitatif untuk menyempurnakan pradigma.
· Menetapkan alternative cara menerapakn pradigma pada telaa baru.
Menurut teori struktular pradigmatik ini, bahwa Suatu teori dinyatakan benar jika teori itu berdasarkan pada paradigma atau perspektif tertentu dan ada komunitas ilmuwan yang mengakui atau mendukung paradigma tersebut.
Banyak sejarawan dan filosof sains masa kini menekankan bahwa serangkaian fenomena atau realitas yang dipilih untuk dipelajari oleh kelompok ilmiah tertentu ditentukan oleh pandangan tertentu tentang realitas yang telah diterima secara apriori oleh kelompok tersebut. Pandangan apriori ini disebut paradigma oleh Kuhn dan world view oleh Sardar. Paradigma ialah apa yang dimiliki bersama oleh anggota-anggota suatu masyarakat sains atau dengan kata lain masyarakat sains adalah orang-orang yang memiliki suatu paradigma bersama.
3.5 Teori kebenaran Performatik (Performative Theory Of Truth)
Teori ini dianut oleh filsuf Frank Ramsey, John Austin dan Peter Strawson. Para filsuf ini hendak menentang teori klasik bahwa "benar" dan "salah" adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang dianggap benar, demikian sebaliknya. Namun, justru inilah yang ingin ditolak oleh filsuf-filsuf ini. Menurut teori ini suatu pernyataan yang mengungkapkan realitas tapi justru dengan pernyataan itu terciptanya suatu realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Dengan demikian, sifat dasar kebenaran ilmiah selalu mempunyai paling kurang tiga sifat dasar, yaitu: struktur yang rasional-logis, isi empiris, dan dapat diterapkan.
Para filsuf ini hendak menentang teori klasik bahwa “benar” dan “salah” adalah ungkapan yang hanya menyatakan sesuatu. Proposisi yang benar berarti proposisi itu menyatakan sesuatu yang memang dianggap benar. Menurut teori ini, suatu pernyataan dianggap benar jika ia menciptakan realitas. Jadi pernyataan yang benar bukanlah pernyataan yang mengungkapkan realitas, tetapi justeru dengan pernyataan itu tercipta realitas sebagaimana yang diungkapkan dalam pernyataan itu. Sederhanya teori kebenaran performatif adalah mereka melawan teori klasik bahwa benar dan salah adalah ungkapan deskriptif jika suatu pernyatan benar kalau ia menerapkan realitas.
Menurut teori ini, suatu pernyataan kebenaran bukanah kualitas atau sifat sesuatu, tetapi sebuah tindakan (performatik). Untuk menyatakan suatu itu benar, maka cukup melakukan tindakan konsesi (setuju/ menerima/ membenarkan) terhadap gagasan yang telah dinyatakan. Dengan demikian, tindakan performatik tidak berhubungan dengan diskripsi benar atau salah dari sebuah keadaan faktual. Jadi, sesuatu itu dianggap benar jika memang dapat diaktualisasikan dalam tindakan.
Rangkuman
Hakikat kebenaran sangat penting dan berperan sekali terhadap mencari kebenaran tersebut di dalam suatu masalah pokok. Setiap kebenaran harus diserap oleh kebenaran itu sendiri serta kepastian dari pengetahuan tersebut, dari suatu hakikat kebeneran merupakan suatu objek yang terus dikaji oleh manusia terutama para ahli filsuf, karena hakikat kebenaran ini manusia akan mengalami pertentangan batin yakni konflik spikologis.
Di dalam menaggapi teori kebenaran ini, terdapat banyak pendapat yang mengartikan tentang teori kebenarn ini, kita tidak dapat berpatokan hanya pada satu pendapat atau definisi saja, karena perbedaan pendefinisian itu adalh sebagai perbangdingan bagi kita.
Manusia itu adalah satu makhluk yang selalu mencari kebenaran, dengan memahami teori kebenaran dari berbagai pakar filsafat, dapat terus mengembangkan dan memudahkan dalam mencari kebenaran.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar